Asal usul solat
1. SUBUH
Orang yang pertama mengerjakan sembahyang Subuh ialah Nabi Adam a.s., iaitu tatkala baginda keluar dari syurga lalu dihantar ke bumi.perkara pertama yang dilihatnya ialah kegelapan dan baginda berasa takut yang amat sangat. Apabila fajar Subuh telah keluar Nabi Adam a.s. pun
bersembahyang dua rakaat.
Rakaat pertama:-
Bersyukur baginda kerana terlepas dari kegelapan malam.
Rakaat kedua:-
Bersyukur baginda kerana siang telah menjelma.
2.ZOHOR
Orang yang pertama mengerjakan sembahyang Zohor ialah Nabi Ibrahim a.s., iaitu tatkala Allah s.w.t. telah memerintahkan padanya agar menyembelih anaknya Nabi Ismail a.s. Sedang seruan itu datangnya pada waktu tergelincir matahari, lalu sujudlah Nabi Ibrahim empat rakaat.
Rakaat pertama:-
Bersyukur bagi penebusan.
Rakaat kedua:-
Bersyukur kerana dibukakan dukacitanya dan juga anaknya.
Rakaat ketiga:-
Bersyukur dan bermohon akan keredhaan Allah.
Rakaat keempat:-
Bersyukur kerana korbannya digantikan dengan tebusan kibas.
3.ASAR
Orang yang pertama mengerjakan sembahyang Asar ialah Nabi Yunus a.s., tatkala baginda dikeluarkan oleh Allah dari perut ikan nun. Ikan nun telah memuntahkan Nabi Yunus di tepi pantai sedang ketika itu telah masuk waktu Asar. Maka bersyukurlah Nabi Yunus lalu bersembahyang empat rakaat kerana baginda telah diselamatkan oleh Allah daripada 4 kegelapan
iaitu:
Rakaat pertama:- Kelam dengan kesalahan.
Rakaat kedua:- Kelam dengan air laut.
Rakaat ketiga:- Kelam dengan malam.
Rakaat keempat:- Kelam dengan perut ikan Nun.
4.MAGHRIB
Orang yang pertama mengerjakan sembahyang Maghrib ialah Nabi Isa a.s., tatkala baginda dikeluarkan oleh Allah dari kejahilan dan kebodohan kaumnya, sedang waktu itu telah terbenamnya matahari.
Bersyukurlah
Nabi Isa lalu bersembahyang tiga rakaat kerana diselamatkan dari
Kejahilan tersebut, iaitu:
Rakaat pertama:-
Untuk menafikan ketuhanan selain daripada Allah yang Maha Esa.
Rakaat kedua:-
Untuk menafikan tuduhan dan juga tohmahan ke atas ibunya Siti Mariam yang telah dituduh melakukan perbuatan sumbang.
Rakaat ketiga:-
Untuk meyakinkan kaumnya bahawa Tuhan itu hanya satu iaitu Allah jua, tiada dua atau tiga.
5.ISYAK
Orang yang pertama mengerjakan sembahyang Isyak ialah Nabi Musa a.s.
Pada ketika itu Nabi Musa telah tersesat mencari jalan keluar dari negeri Madyan, sedang dalam dadanya penuh dengan perasaan dukacita. Allah lalu menghilangkan semua perasaan dukacitanya itu pada waktu Isyak yang akhir. Lalu sembahyanglah Nabi Musa empat rakaat sebagai tanda bersyukur.
Rakaat pertama:-
Dukacita terhadap isterinya.
Rakaat kedua:-
Dukacita terhadap saudaranya Nabi Harun.
Rakaat ketiga:-
Dukacita terhadap Firaun.
Rakaat keempat:-
Dukacita terhadap anak Firaun.
Selamat datang Para Pecinta Rasulullah Saw
Cintailah ahlul baitku karena kecintaan kalian padaku...semoga kita semua dikumpulkan bersama Rasulullah SAW dan ahlul baitnya kelak di surga Allah SWT, amin
Yang Mau Usaha...klik aja
Selasa, 24 Juni 2008
Hal-hal yang Memudahkan untuk Bangun Malam
Hal-hal yang Memudahkan untuk Bangun Malam
Jangan terlampau banyak makan, sebab dengan bnyak makan tentulah akan banyak pula minumnya dan kalau banyak minum tentu banyak dipengaruhi oleh kantuk dan tidur.
Jangan meninggalkan tidur siang sekalipun sedikit, sebab hal itu dapat menolong untuk menggiatkan bangun malam
Hendaklah diinsafi benar-benar betapa keutamaan shalat di waktu malam, dengan sungguh-sungguh memperhatikan ayat-ayat serta hadits-hadits yang bersangkutan dengan persoalan itu.
"Mereka itu meninggalkan tempat tidurnya, menyeru kepada Tuhan mereka dengan perasaan takut dan penuh harapan dan suka membelanjakan sebagian dari rizki yang Kami limpahkan itu untuk kebaikan." (QS.Sajdah:16)
"Adakah orang yang patuh menjalankan melaksanakan kewajibannya selama beberapa waktu pada malam hari sambil bersujud dan berdiri, memelihara dirinya terhadap hari akhirat dan mengharapkan kerahmatan Tuhannya itu (sama dengan orang yang durhaka kepada Allah)?" (QS.Zumar:9)
"Hamba-hamba yang berbakti itu di waktu malamnya suka sekali menyembah Tuhannya dengan bersujud dan berdiri." (QS.Furqan:64)
"Orang-orang yang bertakwa itu sedikit sekali tidurnya di waktu malam. Di waktu menjelang fajar pagi (sahur), mereka itu berdo’a memohonkan pengampunan dan dari sebagian hartanya dijadikan hak yang diberikan pada orang yang meminta dan yang kekurangan." (QS.Dzariat:17-19)
"Sesungguhnya dari sebagian waktu malam itu ada suatu saat yang tiada menyamai kebaikannya bagi seorang muslim untuk memohonkan sesuatu yang baik kepada Allah Ta’ala, melainkan Allah pasti akan mengabulkannya. Demikian itu ada pada setiap malam." (HR.Muslim)
Inilah pengaruh yang paling utama sekali yaitu rasa cinta kepada Allah Ta’ala, kuatnya keimanan dan keyakinan bahwa di wakut melakukan shalat malam itu ia dapat bercakap-cakap dengan Allah ‘azza wa jalla secara lebih langsung dan dekat. Jadi tidak sebuah huruf pun yang diucapkan oleh bibirnya itu, melainkan ia merasa bahwa ia benar-benar bermunajat kepada Tuhannya. Ia yakin pula bahwa Allah Ta’ala pasti akan memperhatikan padanya itu dengan menyaksikan apa-apa yang terlintas dalam hatinya.
(Dikutip dari Bimbingan untuk Mencapai Tingkat Mu’min, Imam Al-Ghazali)
Jangan terlampau banyak makan, sebab dengan bnyak makan tentulah akan banyak pula minumnya dan kalau banyak minum tentu banyak dipengaruhi oleh kantuk dan tidur.
Jangan meninggalkan tidur siang sekalipun sedikit, sebab hal itu dapat menolong untuk menggiatkan bangun malam
Hendaklah diinsafi benar-benar betapa keutamaan shalat di waktu malam, dengan sungguh-sungguh memperhatikan ayat-ayat serta hadits-hadits yang bersangkutan dengan persoalan itu.
"Mereka itu meninggalkan tempat tidurnya, menyeru kepada Tuhan mereka dengan perasaan takut dan penuh harapan dan suka membelanjakan sebagian dari rizki yang Kami limpahkan itu untuk kebaikan." (QS.Sajdah:16)
"Adakah orang yang patuh menjalankan melaksanakan kewajibannya selama beberapa waktu pada malam hari sambil bersujud dan berdiri, memelihara dirinya terhadap hari akhirat dan mengharapkan kerahmatan Tuhannya itu (sama dengan orang yang durhaka kepada Allah)?" (QS.Zumar:9)
"Hamba-hamba yang berbakti itu di waktu malamnya suka sekali menyembah Tuhannya dengan bersujud dan berdiri." (QS.Furqan:64)
"Orang-orang yang bertakwa itu sedikit sekali tidurnya di waktu malam. Di waktu menjelang fajar pagi (sahur), mereka itu berdo’a memohonkan pengampunan dan dari sebagian hartanya dijadikan hak yang diberikan pada orang yang meminta dan yang kekurangan." (QS.Dzariat:17-19)
"Sesungguhnya dari sebagian waktu malam itu ada suatu saat yang tiada menyamai kebaikannya bagi seorang muslim untuk memohonkan sesuatu yang baik kepada Allah Ta’ala, melainkan Allah pasti akan mengabulkannya. Demikian itu ada pada setiap malam." (HR.Muslim)
Inilah pengaruh yang paling utama sekali yaitu rasa cinta kepada Allah Ta’ala, kuatnya keimanan dan keyakinan bahwa di wakut melakukan shalat malam itu ia dapat bercakap-cakap dengan Allah ‘azza wa jalla secara lebih langsung dan dekat. Jadi tidak sebuah huruf pun yang diucapkan oleh bibirnya itu, melainkan ia merasa bahwa ia benar-benar bermunajat kepada Tuhannya. Ia yakin pula bahwa Allah Ta’ala pasti akan memperhatikan padanya itu dengan menyaksikan apa-apa yang terlintas dalam hatinya.
(Dikutip dari Bimbingan untuk Mencapai Tingkat Mu’min, Imam Al-Ghazali)
KEUTAMAAN DAN ADAB SHALAT JUM'AT
KEUTAMAAN DAN ADAB SHALAT JUM'AT
Wahai kaum Muslimin, bertakwalah kepada Allah, dan ketahuilah, sesungguhnya hari Jum'at adalah hari yang agung. Allah Subhanahu wa Ta'ala mengagungkan Islam melaluinya dan menjadikannya sebagai ciri khas ummat Muhammad. Pada hari ini, setiap Muslim dianjurkan memperbanyak zikir kepada Allah dan membaca Al Qur-an. Dan disunnatkan kepada semua orang mandi dan bersuci terlebih dahulu, kemudian memakai wewangian dan pakaian yang terbaik. Bahkan lebih disunnatkan untuk memakai wewangian yang terbaik, agar bisa membangkitkan kesegaran dan mengusir bau yang tidak sedap dari para hadirin yang berada di masjid. Wewangian yang paling disunnatkan adalah yang tidak terlalu menusuk hidung baunya. Akan halnya pakaian yang dikenakan, maka yang paling disunnatkan adalah pakaian berwarna putih sebagaimana tersebut dalam hadits. Sedangkan memakai pakaian yang beragam corak, makruh hukumnya. Adapun memakai pakaian berwarna hitam, bukan termasuk sunnah Nabi. Yang sangat disayangkan dan merupakan hal yang tercela, banyak pemuda waktu shalat Jum'at memakai kaos yang bertulisan nggak karuan, bergambar artis barat dan sebagainya. Bahkan sekali waktu kami shalat jum'at, tepat di depan kami berdiri seorang anak 15 tahunan dengan memakai kaos hitam bergambar seorang artis penyanyi barat yang berukuran hampir memenuhi kaos itu. Na'udzubillah, apakah sudah sedemikian parah kebodohan yang melilit dan melingkari kita, sehingga hal yang seharusnya dapat diatasi dengan menggunakan hati nurani tidak lagi dapat dikenali.
Kaum Muslimin, rahimakumullah. Berpagi-pagi atau bersegera menuju shalat Jum'at mempunyai pahala yang besar. Dan untuk itu hendaknya seseorang berjalan dengan khusyu' dan tawadhu' kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah bersabda, yang bunyinya:
"Man raaha ilal Jumu'ati fis saa'atil uula faka-annamaa qarraba badanatan, wa man raaha fis saa'atis tsaaniyati faka-annamaa qarraba baqaratan, wa man raaha fis saa'atis tsaalitsati faka-annamaa qarraba kabsyan aqrana, wa man raaha fis saa'atir raabi'ati faka-annamaa ahdaa dajaajatan, wa man raaha fis saa'atil khamisati faka-annamaa ahdaa baidhatan."
Artinya: "Barangsiapa berangkat shalat Jum'at pada waktu pertama, seolah olah ia telah berkorban seekor unta. Barangsiapa berangkat pada waktu kedua, seolah-olah ia telah berkorban seekor sapi. Barangsiapa berangkat pada waktu ketiga, seolah-olah ia telah berkorban seekor domba yang bertanduk. Barangsiapa berangkat pada waktu keempat, seolah-olah ia telah berkorban seekor ayam betina. Dan barangsiapa berangkat pada waktu kelima, seolah-lah ia telah berkorban sebutir telur ayam."
Apabila Imam telah naik mimbar, semua buku catatan ditutup, qalam-qalam disimpan, Malaikat berkumpul mendengarkan zikir.
Dalam shalat Jum'at, seseorang dilarang melangkahi kepala orang lain. Ketika sedang khutbah Jum'at Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah melihat seorang lelaki melangkahi kepala orang banyak hingga dia duduk di depan. Setelah selesai melaksanakan shalat Jum'at Rasulullah Shallallahu a'laihi wa sallam bertanya kepada lelaki tadi, "Apa yang menyebabkan kamu tidak ikut shalat bersama kami?" Lelaki itu menjawab, "Apakah tuan tidak melihat saya (shalat bersama tuan)?" Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab, "Saya melihatmu datang terlambat, dan kedatanganmu menyakiti orang lain."
Kaum Muslimin, rahimakumullah. Apabila Imam sudah naik mimbar, maka dianjurkan kepada jama'ah untuk menghentikan pembicaraan dan agar menyibukkan diri dengan menjawab bacaan adzan, kemudian mendengarkan khutbah Imam.
Dalam hal ini, banyak kalangan awam melakukan kebiasaan yang salah, yaitu shalat dua raka'at tatkala muadzdzin telah selesai dari adzan Jum'atnya, sebelum khutbah dimulai. Mereka beranggapan bahwa shalat dua raka'at itu disunnatkan, padahal tidak ada sunnah Rasul yang bisa dijadikan dalil untuk hal itu. Bahkan dalam sebuah hadits disebutkan bahwa shalat sunnat Jum'at dilakukan setelah shalat Jum'at selesai, yakni dua atau empat raka'at.
Berkata-kata dan berbicara di tengah khutbah itu dilarang. Disebutkan dalam sebuah hadits, bahwa barangsiapa menegur kawannya dengan ucapan "Diamlah" pada waktu imam sedang khutbah, maka ia telah melakukan kesia-siaan dan tidak mendapat pahala Jum'at. Allah Subhana wa Ta'ala berfirman, yang bunyinya: "Yaa ayyuhallaziina aamanuu idzaa nuudiya lishshalaati min yaumil Jumu'ati fas'au ilaa zikrillahi wa dzarul bai' dzaalikum khairul lakum in kuntum ta'lamuun."Artinya:"Hai orang-orang yang beriman! Apabila diseru untuk menunaikan shalat pada hari Jum'at, maka bersegerahlah kalian menuju dzikir kepada Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagi kalian jika kalian mengetahui." (Al-Jumu'ah 62:9).
Astaghfirullaha lii wa lakum wa lijamii'il Muslimiina wal Muslimaati min kulli zanbin fastaghfiruuhu yaghfir lakum innahu huwal ghafuurur rahiim.
Oleh :
Al-Islam - Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia
Wahai kaum Muslimin, bertakwalah kepada Allah, dan ketahuilah, sesungguhnya hari Jum'at adalah hari yang agung. Allah Subhanahu wa Ta'ala mengagungkan Islam melaluinya dan menjadikannya sebagai ciri khas ummat Muhammad. Pada hari ini, setiap Muslim dianjurkan memperbanyak zikir kepada Allah dan membaca Al Qur-an. Dan disunnatkan kepada semua orang mandi dan bersuci terlebih dahulu, kemudian memakai wewangian dan pakaian yang terbaik. Bahkan lebih disunnatkan untuk memakai wewangian yang terbaik, agar bisa membangkitkan kesegaran dan mengusir bau yang tidak sedap dari para hadirin yang berada di masjid. Wewangian yang paling disunnatkan adalah yang tidak terlalu menusuk hidung baunya. Akan halnya pakaian yang dikenakan, maka yang paling disunnatkan adalah pakaian berwarna putih sebagaimana tersebut dalam hadits. Sedangkan memakai pakaian yang beragam corak, makruh hukumnya. Adapun memakai pakaian berwarna hitam, bukan termasuk sunnah Nabi. Yang sangat disayangkan dan merupakan hal yang tercela, banyak pemuda waktu shalat Jum'at memakai kaos yang bertulisan nggak karuan, bergambar artis barat dan sebagainya. Bahkan sekali waktu kami shalat jum'at, tepat di depan kami berdiri seorang anak 15 tahunan dengan memakai kaos hitam bergambar seorang artis penyanyi barat yang berukuran hampir memenuhi kaos itu. Na'udzubillah, apakah sudah sedemikian parah kebodohan yang melilit dan melingkari kita, sehingga hal yang seharusnya dapat diatasi dengan menggunakan hati nurani tidak lagi dapat dikenali.
Kaum Muslimin, rahimakumullah. Berpagi-pagi atau bersegera menuju shalat Jum'at mempunyai pahala yang besar. Dan untuk itu hendaknya seseorang berjalan dengan khusyu' dan tawadhu' kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah bersabda, yang bunyinya:
"Man raaha ilal Jumu'ati fis saa'atil uula faka-annamaa qarraba badanatan, wa man raaha fis saa'atis tsaaniyati faka-annamaa qarraba baqaratan, wa man raaha fis saa'atis tsaalitsati faka-annamaa qarraba kabsyan aqrana, wa man raaha fis saa'atir raabi'ati faka-annamaa ahdaa dajaajatan, wa man raaha fis saa'atil khamisati faka-annamaa ahdaa baidhatan."
Artinya: "Barangsiapa berangkat shalat Jum'at pada waktu pertama, seolah olah ia telah berkorban seekor unta. Barangsiapa berangkat pada waktu kedua, seolah-olah ia telah berkorban seekor sapi. Barangsiapa berangkat pada waktu ketiga, seolah-olah ia telah berkorban seekor domba yang bertanduk. Barangsiapa berangkat pada waktu keempat, seolah-olah ia telah berkorban seekor ayam betina. Dan barangsiapa berangkat pada waktu kelima, seolah-lah ia telah berkorban sebutir telur ayam."
Apabila Imam telah naik mimbar, semua buku catatan ditutup, qalam-qalam disimpan, Malaikat berkumpul mendengarkan zikir.
Dalam shalat Jum'at, seseorang dilarang melangkahi kepala orang lain. Ketika sedang khutbah Jum'at Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah melihat seorang lelaki melangkahi kepala orang banyak hingga dia duduk di depan. Setelah selesai melaksanakan shalat Jum'at Rasulullah Shallallahu a'laihi wa sallam bertanya kepada lelaki tadi, "Apa yang menyebabkan kamu tidak ikut shalat bersama kami?" Lelaki itu menjawab, "Apakah tuan tidak melihat saya (shalat bersama tuan)?" Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab, "Saya melihatmu datang terlambat, dan kedatanganmu menyakiti orang lain."
Kaum Muslimin, rahimakumullah. Apabila Imam sudah naik mimbar, maka dianjurkan kepada jama'ah untuk menghentikan pembicaraan dan agar menyibukkan diri dengan menjawab bacaan adzan, kemudian mendengarkan khutbah Imam.
Dalam hal ini, banyak kalangan awam melakukan kebiasaan yang salah, yaitu shalat dua raka'at tatkala muadzdzin telah selesai dari adzan Jum'atnya, sebelum khutbah dimulai. Mereka beranggapan bahwa shalat dua raka'at itu disunnatkan, padahal tidak ada sunnah Rasul yang bisa dijadikan dalil untuk hal itu. Bahkan dalam sebuah hadits disebutkan bahwa shalat sunnat Jum'at dilakukan setelah shalat Jum'at selesai, yakni dua atau empat raka'at.
Berkata-kata dan berbicara di tengah khutbah itu dilarang. Disebutkan dalam sebuah hadits, bahwa barangsiapa menegur kawannya dengan ucapan "Diamlah" pada waktu imam sedang khutbah, maka ia telah melakukan kesia-siaan dan tidak mendapat pahala Jum'at. Allah Subhana wa Ta'ala berfirman, yang bunyinya: "Yaa ayyuhallaziina aamanuu idzaa nuudiya lishshalaati min yaumil Jumu'ati fas'au ilaa zikrillahi wa dzarul bai' dzaalikum khairul lakum in kuntum ta'lamuun."Artinya:"Hai orang-orang yang beriman! Apabila diseru untuk menunaikan shalat pada hari Jum'at, maka bersegerahlah kalian menuju dzikir kepada Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagi kalian jika kalian mengetahui." (Al-Jumu'ah 62:9).
Astaghfirullaha lii wa lakum wa lijamii'il Muslimiina wal Muslimaati min kulli zanbin fastaghfiruuhu yaghfir lakum innahu huwal ghafuurur rahiim.
Oleh :
Al-Islam - Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia
Kisah dibalik sholat 5 waktu
Kisah dibalik sholat 5 waktu
Ali bin Abi Talib r.a berkata :
"Sewaktu Rasullullah S.A.W duduk bersama para sahabat Muhajirin dan Ansar, maka dengan tiba-tiba datanglah satu rombongan orang-orang Yahudi lalu berkata: Ya Muhammad, kami hendak tanya kepada kamu kalimat-kalimat yang telah diberikan oleh Allah kepada Nabi Musa A.S. yang tidak diberikan kecuali kepada para Nabi utusan Allah atau malaikat muqarrab.' Lalu Rasullullah S.A.W.bersabda: 'Silakan bertanya.' Berkata orang Yahudi: 'Sila terangkan kepada kami tentang 5 waktu yang diwajibkan oleh Allah ke atas umatmu.'
Sabda Rasullullah S.A.W.: 'Sembahyang Zuhur jika tergelincir matahari, maka bertasbihlah segala sesuatu kepada TuhanNya, Sembahyang Asar itu ialah saat ketika Nabi Adam A.S. memakan buah Khuldi, Sembahyang Maghrib itu adalah saat Allah menerima taubat Nabi Adam A.S.,maka setiap mukmin yang bersembahyang Maghrib dengan ikhlas kemudian dia berdoa meminta sesuatu pada Allah maka pasti Allah akan mengkabulkan permintaannya. Sembahyang Isya' itu ialah sembahyang yang dikerjakan oleh para Rasul-Rasul sebelumku, Sembahyang Subuh adalah sebelum terbit matahari, ini kerana apabila matahari terbit, terbitnya di antara dua tanduk syaitan dan di situ sujudnya tiap orang kafir.'
Setelah orang Yahudi mendengar penjelasan dari Rasullullah S.A.W. maka mereka berkata: 'Memang benar apa yang kamu katakan itu Muhammad, katakanlah kepada kami apakah pahala yang akan didapati oleh orang yang sembahyang.
Rasullullah S.A.W bersabda:
Jagalah waktu-waktu sembahyang terutama sembahyang yang pertengahan, sembahyang Zuhur, pada saat itu nyalanya neraka Jahanam, orang mukimin yang mengerjakan sembahyang pada ketika itu akan diharamkan ke atasnya uap api neraka Jahanam pada hari Kiamat.'
Sabda Rasullullah S.A.W. lagi: 'Manakala sembahyang Asar, adalah saat di mana Nabi Adam A.S. memakan buah Khuldi. Orang mukmin yang mengerjakan sembahyang Asar akan diampunkan dosanya seperti bayi yang baru lahir. Setelah itu Rasullullah S.A.W. membaca ayat yang dimaksud: 'Jagalah waktu-waktu sembahyang terutama sekali sembahyang yang pertengahan, sembahyang Maghrib itu adalah saat di mana taubat Nabi Adam A.S. diterima. Seorang mukmin yang ikhlas mengerjakan sembahyang Maghrib kemudian meminta sesuatu dari Allah maka Allah akan perkenankan.
Sabda Rasullullah S.A.W.:
'Sembahyang Isya' (atamah). Katakan kubur itu adalah sangat gelap dan begitu juga pada hari Kiamat, maka seorang mukmin yang berjalan dalam malam yang gelap untuk pergi menunaikan sembahyang Isya' berjamaah, Allah S.W.T. haramkan dari terkena nyalanya api neraka dan diberinya cahaya untuk menyeberangi titi sirath.'
Sabda Rasullullah S.A.W. seterusnya:
'Sembahyang Subuh pula, seorang mukmin yang mengerjakan sembahyang subuh selama 40 hari secara berjamaah, diberi oleh Allah S.W.T. dua kebebasan yaitu:
1. Dibebaskan dari api neraka.
2. Dibebaskan dari nifaq.
Setelah orang Yahudi mendengar penjelasan dari Rasullullah S.A.W. maka mereka berkata: 'Memang benarlah apa yang kamu katakan itu wahai Muhammad (S.A.W). Kini katakan pula kepada kami semua kenapakah Allah S.W.T. mewajibkan puasa 30 hari ke atas umatmu?'.
Sabda Rasullullah S.A.W.:
'Ketika Nabi Adam memakan buah pohon yang dilarang, lalu makanan itu tersangkut dalam perut Nabi Adam A.S. selama 30 hari. Kemudian Allah S.W.T. mewajibkan ke atas keturunan Adam A.S. berlapar selama 30 hari. Sementara izin makan diwaktu malam itu adalah sebagai kurnia Allah S.W.T. kepada makhlukNya.'
Kata orang Yahudi: 'Wahai Muhammad, memang benarlah apa yang kamu katakan itu. Kini terangkan kepada kami ganjaran pahala yang diperolehi dari puasa itu.'
Sabda Rasullullah S.A.W.:
'Seorang hamba yang berpuasa dalam bulan Ramadhan dengan ikhlas kepada Allah S.W.T. dia akan diberi oleh Allah S.W.T. tujuh perkara:
1. Akan dicairkan daging haram yang tumbuh dari badannya (daging yang tumbuh dengan makanan yang haram).
2. Rahmat Allah sentiasa dekat dengannya.
3. Diberi oleh Allah sebaik-baik amal.
4. Dijauhkan dari merasa lapar dan haus.
5. Diringankan baginya siksa kubur (siksa yang sangat mengerikan).
6. Diberikan cahaya oleh Allah S.W.T. pada hari Kiamat untuk menyeberang titian sirath.
7. Allah S.W.T. akan memberinya kemudian di syurga.'
Kata orang Yahudi: 'Benar apa yang kamu katakan itu Muhammad. Katakan kepada kami kelebihanmu antara semua para nabi-nabi.'
Sabda Rasullullah S.A.W.:
'Seorang nabi mengunakan doa mustajabnya untuk membinasakan umatnya, tetapi saya tetap menyimpankan doa saya untuk saya gunakan memberi syafaat pada umat saya di hari kiamat).'
Kata orang Yahudi: 'Benar apa yang kamu katakan itu Muhammad, kini kami mengakui dengan ucapan Asyhadu Alla illaha illallah, wa annaka Rasulullah (kami percaya bahawa tiada Tuhan kecuali Allah dan engkau utusan Allah)'.
"
Ali bin Abi Talib r.a berkata :
"Sewaktu Rasullullah S.A.W duduk bersama para sahabat Muhajirin dan Ansar, maka dengan tiba-tiba datanglah satu rombongan orang-orang Yahudi lalu berkata: Ya Muhammad, kami hendak tanya kepada kamu kalimat-kalimat yang telah diberikan oleh Allah kepada Nabi Musa A.S. yang tidak diberikan kecuali kepada para Nabi utusan Allah atau malaikat muqarrab.' Lalu Rasullullah S.A.W.bersabda: 'Silakan bertanya.' Berkata orang Yahudi: 'Sila terangkan kepada kami tentang 5 waktu yang diwajibkan oleh Allah ke atas umatmu.'
Sabda Rasullullah S.A.W.: 'Sembahyang Zuhur jika tergelincir matahari, maka bertasbihlah segala sesuatu kepada TuhanNya, Sembahyang Asar itu ialah saat ketika Nabi Adam A.S. memakan buah Khuldi, Sembahyang Maghrib itu adalah saat Allah menerima taubat Nabi Adam A.S.,maka setiap mukmin yang bersembahyang Maghrib dengan ikhlas kemudian dia berdoa meminta sesuatu pada Allah maka pasti Allah akan mengkabulkan permintaannya. Sembahyang Isya' itu ialah sembahyang yang dikerjakan oleh para Rasul-Rasul sebelumku, Sembahyang Subuh adalah sebelum terbit matahari, ini kerana apabila matahari terbit, terbitnya di antara dua tanduk syaitan dan di situ sujudnya tiap orang kafir.'
Setelah orang Yahudi mendengar penjelasan dari Rasullullah S.A.W. maka mereka berkata: 'Memang benar apa yang kamu katakan itu Muhammad, katakanlah kepada kami apakah pahala yang akan didapati oleh orang yang sembahyang.
Rasullullah S.A.W bersabda:
Jagalah waktu-waktu sembahyang terutama sembahyang yang pertengahan, sembahyang Zuhur, pada saat itu nyalanya neraka Jahanam, orang mukimin yang mengerjakan sembahyang pada ketika itu akan diharamkan ke atasnya uap api neraka Jahanam pada hari Kiamat.'
Sabda Rasullullah S.A.W. lagi: 'Manakala sembahyang Asar, adalah saat di mana Nabi Adam A.S. memakan buah Khuldi. Orang mukmin yang mengerjakan sembahyang Asar akan diampunkan dosanya seperti bayi yang baru lahir. Setelah itu Rasullullah S.A.W. membaca ayat yang dimaksud: 'Jagalah waktu-waktu sembahyang terutama sekali sembahyang yang pertengahan, sembahyang Maghrib itu adalah saat di mana taubat Nabi Adam A.S. diterima. Seorang mukmin yang ikhlas mengerjakan sembahyang Maghrib kemudian meminta sesuatu dari Allah maka Allah akan perkenankan.
Sabda Rasullullah S.A.W.:
'Sembahyang Isya' (atamah). Katakan kubur itu adalah sangat gelap dan begitu juga pada hari Kiamat, maka seorang mukmin yang berjalan dalam malam yang gelap untuk pergi menunaikan sembahyang Isya' berjamaah, Allah S.W.T. haramkan dari terkena nyalanya api neraka dan diberinya cahaya untuk menyeberangi titi sirath.'
Sabda Rasullullah S.A.W. seterusnya:
'Sembahyang Subuh pula, seorang mukmin yang mengerjakan sembahyang subuh selama 40 hari secara berjamaah, diberi oleh Allah S.W.T. dua kebebasan yaitu:
1. Dibebaskan dari api neraka.
2. Dibebaskan dari nifaq.
Setelah orang Yahudi mendengar penjelasan dari Rasullullah S.A.W. maka mereka berkata: 'Memang benarlah apa yang kamu katakan itu wahai Muhammad (S.A.W). Kini katakan pula kepada kami semua kenapakah Allah S.W.T. mewajibkan puasa 30 hari ke atas umatmu?'.
Sabda Rasullullah S.A.W.:
'Ketika Nabi Adam memakan buah pohon yang dilarang, lalu makanan itu tersangkut dalam perut Nabi Adam A.S. selama 30 hari. Kemudian Allah S.W.T. mewajibkan ke atas keturunan Adam A.S. berlapar selama 30 hari. Sementara izin makan diwaktu malam itu adalah sebagai kurnia Allah S.W.T. kepada makhlukNya.'
Kata orang Yahudi: 'Wahai Muhammad, memang benarlah apa yang kamu katakan itu. Kini terangkan kepada kami ganjaran pahala yang diperolehi dari puasa itu.'
Sabda Rasullullah S.A.W.:
'Seorang hamba yang berpuasa dalam bulan Ramadhan dengan ikhlas kepada Allah S.W.T. dia akan diberi oleh Allah S.W.T. tujuh perkara:
1. Akan dicairkan daging haram yang tumbuh dari badannya (daging yang tumbuh dengan makanan yang haram).
2. Rahmat Allah sentiasa dekat dengannya.
3. Diberi oleh Allah sebaik-baik amal.
4. Dijauhkan dari merasa lapar dan haus.
5. Diringankan baginya siksa kubur (siksa yang sangat mengerikan).
6. Diberikan cahaya oleh Allah S.W.T. pada hari Kiamat untuk menyeberang titian sirath.
7. Allah S.W.T. akan memberinya kemudian di syurga.'
Kata orang Yahudi: 'Benar apa yang kamu katakan itu Muhammad. Katakan kepada kami kelebihanmu antara semua para nabi-nabi.'
Sabda Rasullullah S.A.W.:
'Seorang nabi mengunakan doa mustajabnya untuk membinasakan umatnya, tetapi saya tetap menyimpankan doa saya untuk saya gunakan memberi syafaat pada umat saya di hari kiamat).'
Kata orang Yahudi: 'Benar apa yang kamu katakan itu Muhammad, kini kami mengakui dengan ucapan Asyhadu Alla illaha illallah, wa annaka Rasulullah (kami percaya bahawa tiada Tuhan kecuali Allah dan engkau utusan Allah)'.
"
Adab hubungan Suami Istri-Ust. Novel habsyi
Adab hubungan Suami Istri
Sayid Abdurrahman bin Muhammad Al-Masyhur menulis dalam Bughyatul Mustarsyid hal. 352-353:
Seorang ulama pernah mengatakan bahwa barang siapa ingin anaknya terlindung dari setan dan bala tentaranya serta memperoleh inayah Allah di dunia dan akhirat, maka sebelum berhubungan hendaknya dia membaca dzikir yang diajarkan oleh Al-Musthafa saw, yaitu: Bismillah Allahumma jannibnasy syaithona wa jannibisy syaith? m?azaqtan? Ya Allah jauhkanlah kami dari setan dan jauhkanlah setan dari anak
yang akan Engkau berikan kepada kami. (HR Bukh?, Muslim, Tirmidz?Ab? D?d, Ibnu M?h, Ahmad dan D?m?BR>
Kemudian ia sibukkan hatinya dengan berdzikir kepada All?Ta ? dari
awal sampai akhir hubungan. Setelah hubungan berakhir hendaknya dia memuji
All?yang telah memberinya hubungan halal. Sikap seperti ini banyak
dilalaikan oleh masyarakat. Kemudian selama berhubungan hendaknya dalam
hatinya dia menghadirkan para wali, Nabi dan orang-orang yang ia cintai.
Hal ini sangat bermanfaat, sebab sir Nabi atau wali yang ia hadirkan dalam
hatinya saat itu akan menjalar ke calon anak.
Orang yang berdzikir kepada All?ketika sedang berhubungan akan
memperoleh semua cita-citanya. Sebab, hubungan seks membuat seseorang lupa
kepada All?Ta ? dan segala sesuatu. Lupa kepada All?adalah racun yang
sangat ganas dan penyakit yang menjangkiti masyarakat. Jika seseorang
berdzikir kepada All?ketika berhubungan, maka dia akan memperoleh banyak
pertolongan All?yang tidak pernah terlintas dalam hatinya. Orang-orang
yang sempurna mengetahui hal ini [1]
di ambil dari: Anda Bertanya Salaf Menjawab PUTERA RIYADI disusun dan diterjemahkan oleh: Ustadz Novel Muhammad Al- Aidarus
Sayid Abdurrahman bin Muhammad Al-Masyhur menulis dalam Bughyatul Mustarsyid hal. 352-353:
Seorang ulama pernah mengatakan bahwa barang siapa ingin anaknya terlindung dari setan dan bala tentaranya serta memperoleh inayah Allah di dunia dan akhirat, maka sebelum berhubungan hendaknya dia membaca dzikir yang diajarkan oleh Al-Musthafa saw, yaitu: Bismillah Allahumma jannibnasy syaithona wa jannibisy syaith? m?azaqtan? Ya Allah jauhkanlah kami dari setan dan jauhkanlah setan dari anak
yang akan Engkau berikan kepada kami. (HR Bukh?, Muslim, Tirmidz?Ab? D?d, Ibnu M?h, Ahmad dan D?m?BR>
Kemudian ia sibukkan hatinya dengan berdzikir kepada All?Ta ? dari
awal sampai akhir hubungan. Setelah hubungan berakhir hendaknya dia memuji
All?yang telah memberinya hubungan halal. Sikap seperti ini banyak
dilalaikan oleh masyarakat. Kemudian selama berhubungan hendaknya dalam
hatinya dia menghadirkan para wali, Nabi dan orang-orang yang ia cintai.
Hal ini sangat bermanfaat, sebab sir Nabi atau wali yang ia hadirkan dalam
hatinya saat itu akan menjalar ke calon anak.
Orang yang berdzikir kepada All?ketika sedang berhubungan akan
memperoleh semua cita-citanya. Sebab, hubungan seks membuat seseorang lupa
kepada All?Ta ? dan segala sesuatu. Lupa kepada All?adalah racun yang
sangat ganas dan penyakit yang menjangkiti masyarakat. Jika seseorang
berdzikir kepada All?ketika berhubungan, maka dia akan memperoleh banyak
pertolongan All?yang tidak pernah terlintas dalam hatinya. Orang-orang
yang sempurna mengetahui hal ini [1]
di ambil dari: Anda Bertanya Salaf Menjawab PUTERA RIYADI disusun dan diterjemahkan oleh: Ustadz Novel Muhammad Al- Aidarus
BIDANG KUASA WALI DALAM PERNIKAHAN
BIDANG KUASA WALI DALAM PERNIKAHAN
Oleh : Ghafani Awang The
Pendahuluan
Perkahwinan adalah amanah Allah swt. Untuk menyempurnakan amanah Allah itu ia memerlukan lima rukun iaitu:
1. Calon suami
2. Calon isteri
3. Wali
4. Dua orang saksi
5. Sighah ijab qabul
Jika kekurangan salah satu rukun itu maka perkahwinan itu tidak sah. Salah satu isu penting yang sering timbul dan menjadi bahan perbualan dalam masyarakat kita ialah bidang kuasa wali. Terdapat kes-kes seperti kahwin lari, akad nikah dua kali, kahwin paksa, bapa tidak membenarkan anaknya berkahwin dengan pemuda pilihan anak, bapa angkat bertindak sebagai wali kepada anak angkatnya dan sebagainya, di mana semuanya berkisar mengenai bidang kuasa wali. Persoalan yang timbul ialah apakah bidang kuasa wali yang sebenarnya untuk menyempurna dan memuliakan amanah Allah swt itu.
Pengertian Wali Dan Tertibnya
Wali bererti teman karib, pemimpin, pelindung atau penolong yang terdiri daripada ahli waris lelaki yang terdekat kepada pengantin perempuan. Wali ini merupakan salah satu rukun dalam perkahwinan. Dalil-dalil yang menunjukkan amat mustahaknya wali ialah:
Firman Allah swt:
"Janganlah kamu menghalang mereka berkahwin kembali dengan bekas suami mereka apabila telah terdapat kerelaan antara mereka dengan cara yang makruf"
( Al-Baqarah : 232)
"Dan janganlah kamu kahwinkan perempuan-perempuan kamu dengan lelaki musyrik (kafir) hingga meereka beriman".
( Al-Baqarah : 222)
Dari hadith Nabi saw:
"Dari Abi Musa r.a. Rasulullah saw bersabda: "Tidak ada nikah melainkan dengan adanya wali".
(Riwayat Al-Khamsah dan An-Nasa’i)
Oleh kerana wali merupakan salah satu syarat sah nikah maka bukan semua orang boleh menjadi wali. Syarat-syarat sah menjadi wali ialah:
1. Islam
2. Baligh (sekurang-kurangnya sudah berumur 15 tahun).
3. Berakal - Orang gila, mabuk dan orang yang sangat bodoh tidak sah menjadi wali.
4. Lelaki - Orang perempuan tidak sah menjadi wali.
5. Adil
6. Merdeka
Manakala orang buta atau bisu pula adalah diharuskan menjadi wali kerana ia boleh menimbang dan memikirkan mengenai soal kufu dan hal-hal kepentingan kepada wanita, selagi ia boleh memahami isyarat serta tulisan dan ia memenuhi starat-syarat sah menjadi wali.
Susunan Wali
Susunan wali mengikut tertib alah:
1. Bapa kandung
2. Datuk sebelah bapa ke atas
3. Saudara lelaki seibu-sebapa
4. Saudara lelaki sebapa
5. Anak saudara lelaki seibu-sebapa
6. Anak saudara lelaki sebapa
7. Bapa saudara sebelah bapa seibu-sebapa
8. Bapa saudara sebelah bapa sebapa
9. Anak lelaki bapa saudara sebelah bapa seibu-sebapa ke bawah
10. Anak lelaki bapa saudara sebelah bapa sebapa ke bawah
11. Bapa saudara seibu-sebapa
12. Bapa saudara bapa sebapa
13. Anak lelaki bapa saudara seibu-sebapa
14. Anak lelaki bapa saudara sebapa ke bawah
15. Bapa saudara datuk seibu-sebapa
16. Bapa saudara datuk sebapa
17. Anak lelaki bapa saudara datuk seibu-sebapa ke bawah
18. Anak lelaki bapa saudara datuk sebapa ke bawah
19. Muktiq (tuan kepada hamba perempuan yang dibebaskan).
20. Sekalian asabah kepada seorang muktiq
21. Raja/Sultan.
Sekiranya wali pertama tidak ada, hendaklah diambil wali yang kedua dan jika wali kedua tidak ada hendaklah diambil wali ketiga dan begitulah seterusnya.
Mengikut tertib wali, bapa hendaklah menjadi wali bagi semua perkahwinan anaknya. Dan jika bapa tidak ada kerana meninggal dunia maka hak wali berpindah kepada datuk pengantin perempuan itu; dan jika datuk juga meninggal dunia maka hak wali itu berpindah kepada saudara lelaki seibu-sebapa kepada pengantin perempuan dan begitulah bidang kuasa wali mengikut tertib susunannya.
Sekiranya pengantin perempuan itu tidak mempunyai wali maka ia akan dinikahkan secara wali hakim. Rasulullah saw bersabda:
"Maka Sultanlah yang menjadi wali bagi sesiapa yang tidak mempunyai wali".
(Riwayat At-Tirmizi dan Abu Daud)
Dalam kes Ismail bin Abdul Majid lawan Aris Fadilah dan Insun bt Abdul Majid (1990, Jld. V, II, JH) di Mahkamah Syariah, Kuala Kangsar, Perak, Yang Arif Hakim Amran bin Satar telah memutuskan perkahwinan yang diwalikan oleh wali ab’ad sedangkan wali aqrab masih ada maka perkahwinan itu tidak sah.
(Wali Ab’ad : wali yang jauh perhubungannya dengan pengantin perempuan mengikut susunan wali).
(Wali Aqrab : Wali yang paling dekat hubungannya dengan pengantin perempuan mengikut susunan wali).
Fakta kesnya adalah seperti berikut: Pengantin perempuan telah berkahwin dengan seorang pemuda pada 6hb Mei, 1974 di Kampung Kandang Hilir, Kota Lama Kanan, Perak. Wali yang bertindak kepada perempuan tersebut ialah saudara lelakinya kerana bapa perempuan itu telah meninggal dunia. Pengantin perempuan itu sebenarnya juga masih mempunyai datuk yang masih hidup dengan segar dan waras yang tinggal di Bt. 8, Batu Laut, Kuala Langat, Selangor. Datuk itu tidak diberitahu mengenai perkahwinan cucunya itu. Kes ini telah dibawa ke Mahkamah dan telah diputuskan perkahwinan itu tidak sah atau batal dengan alasan:
1. Saudara lelaki pada pengantin perempuan itu tidak ada bidang kuasa wali kerana wali aqrab iaitu datuk perempuan itu masih ada.
2. Akal fikiran datuk itu masih waras maka hak kelayakan wali masih tidak hilang.
Berdasarkan analisa kes tersebut, sepatutnya pengantin perempuan itu menghubungi datuknya bagi mewalikan perkahwinannya. Jika datuknya itu tidak dapat hadir, maka datuknya boleh mewakilkan (wakalah wali) kepada orang lain, untuk menikahkan cucunya itu.
Wali Mujbir
Wali mujbir ertinya wali yang mempunyai bidang kuasa mengahwinkan anak atau cucu perempuan yang masih perawan atau dara tanpa meminta izin perempuan itu terlebih dahulu. Menurut Mazhab Shafi’e, wali mujbir itu terdiri daripada bapa, datuk dan seterusnya sampai ke atas. Manakala wali-wali lain seperti saudara lelaki kandung sebapa, bapa saudara dan sebagainya bukan wali mujbir iaitu tidak ada bidang kuasa memaksa perempuan berkahwin. Dalilnya ialah:
"Perempuan janda lebih berhak pada dirinya daripada walinya dan perempuan perawan atau dara dikahwinkan oleh bapanya".
(Riwayat Darul-Qutni)
Hadith ini menunjukkan bapa atau datuk mengahwinkan anak perempuan yang perawan tanpa meminta izin anak perempuan itu terlebih dahulu adalah sah.
Dalam kes Syed Abdullah Al-Shatiri lawan Syarifah Salmah (1959, Jld. I, II, JH), ketika menyampaikan keputusan Lembaga Rayuan Mahkamah Syariah Singapura, Yang Arif Hakim Ahmad bin Ibrahim menyatakan, mengikut Mazhab Shafi’e, apabila seorang anak dara dikahwinkan oleh bapanya tanpa minta izin anak dara itu terlebih dahulu, maka adalah sah perkahwinan itu.
Fakta kes itu adalah seperti berikut: Seorang bapa Syed Abdullah Al-Shatiri mengahwinkan anak daranya Syarifah Salmah dengan Syed Idros bin Saggof Al-Jofri tanpa izin anak dara itu. Bapa itu bertindak sebagai wali dan ia sendiri menikahkan perkahwinan itu. Anak perempuan itu enggan menerima suami pilihan bapanya. Anak perempuan itu membawa kes itu ke Mahkamah Syariah.
Mahkamah Syariah Singapura telah mengeluarkan perintah bahawa perkahwinan itu tidak sah berdasarkan hadith:
Pertama:
Rasululah saw bersabda:
"Janganlah kahwinkan seseorang perempuan yang tidak anak dara (janda) sehingga kamu mendapat kuasanya terhadap perkahwinnan itu dan janganlah kahwinkan seorang anak dara sehingga dipinta izinnya".
(Riwayat Al-Bukhari)
Kedua:
Rasulullah saw bersabda:
"Seseorang yang bukan anak dara mempunyai hak yang lebih besar mengenai dirinya daripada penjaganya. Persetujuan seorang anak dara haruslah dipinta berkenaan dengan sesuatu mengenai dirinya dan diam membisu pada haknya itu adalah bererti memberikan persetujuan".
(Riwayat Muslim)
Bapa telah membuat rayuan kepada Lembaga Rayuan Mahkamah Syariah Singapura bahawa ia mengahwinkan anak dara perempuannya tanpa izin perempuan itu atas bidang kuasanya sebagai wali mujbir.
Menurut Ahmad Ibrahim ketika menyampaikan keputusan Lembaga Rayuan Mahkamah Syariah Singapura itu menyatakan:
"Hadith-hadith yang menjadi alasan Mahkamah Syariah Singapura itu sebenarnya dipertikaikan oleh ulama mengenai makna "meminta izin anak dara" yang terdapat dalam hadith-hadith yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim. Menurut Imam Malik, Imam Shafi’e, Imam Ahmad dan ulama-ulama dalam Mazhab Syafi’e seperti Imam Nawawi, maksud "meminta izin anak dara" adalah sunat bagi wali mujbir meminta izin terlebih dahulu daripada pengantin perempuan seperti mana dengan maksud hadith yang dieriwayatkan oleh Darul-Qutni".
Selanjutnya Ahmad Ibrahim memetik pandangan Mazhab Syafi’e sepertimana yang terdapat dalam kitab Minhaj Talibin, karangan Imam Nawawi:
"Seseorang bapa boleh mengikut kehendaknya mengahwinkan anak perempuannya tanpa meminta izinnya, tidak kira berapa umurnya dengan syarat anak itu masih anak dara. Walau bagaimanapun adalah sunat berunding dengannya mengenai bakal suaminya itu; dan izin rasminya ke atas perkahwinan itu adalah perlu jika dia telah kehilangan daranya. Manakala seseorang bapa mengahwinkan anak perempuan sewaktu anak itu masih di bawah umur, maka anak perempuan itu tidaklah boleh diserahkan kepada suaminya sebelum dia mencapai umur akil baligh. Jika berlaku kegagalan pada pihak bapanya, maka bapa kepada bapanya (datuknya sebelah bapa) hendaklah menjalankan semua kuasanya. Kehilangan dara menghapuskan hak mengahwinkan anak perempuan tanpa izinnya, dan tidaklah ada perbezaan di dalam aspek ini bahawa kehilangan dara antara yang disebabkan oleh persetubuhan yang halal dengan yang diakibatkan oleh persetubuhan haram. Sebaliknya hak itu tetap tidak terjejas jika kehilangan itu berlaku tanpa persentuhan badaniah, umpamanya akibat terjatuh ke atas tanah".
Ketika menyampaikan keputusan Lembaga Rayuan itu juga Ahmad Ibrahim merujuk kepada buku "Mohamed Law Of Inheritance, Marriage And Right Of Women" oleh Syeikh Abdul Kadir bin Muhammad Al-Makkawi menyatakan : Seseorang bapa atau datuk mengahwinkan seorang anak dara tanpa persetujuan anak dara itu adalah sah dengan syarat:
1. Janganlah hendaknya terdapat antara anak dara itu dengan bapanya atau datuknya yang mengahwinkannya itu apa-apa sifat permusuhan yang nyata dan tidak pula terlindung daripada pengetahuan orang-orang di tempat anak dara itu berada.
2. Si suami itu hendaklah sama tarafnya (sekufu) dengan anak dara itu.
3. Si suami itu hendaklah mampu membayar mas kahwin.
4. Janganlah hendaknya terdapat sifat permusuhan baik di luar mahupun di dalam antara anak dara itu dengan si suami.
5. Bapa atau datuk itu tidak boleh mengahwinkan anak daranya dengan mas kahwin yang terkurang menurut nilai mata wang negara itu.
Berdasarkan alasan-alasan di atas, Lembaga Rayuan Mahkamah Syariah Singapura berpendapat bahawa perkahwinan yang dianjurkan oleh wali mujbir tanpa izin perempuan itu adalah sah. Maka keputusan Mahkamah Syariah yang terdahulu itu telah dibatalkan.
Perempuan Janda
Wali Mujbir atau wali-wali yang lain tidak boleh mengahwinkan perempuan janda kecuali hendaklah mendapat izin perempuan itu terlebih dahulu. Rasulullah saw telah bersabda:
"Dari Abu Hurairah r.a. Rasulullah saw bersabda, "Perempuan janda diajak bermusyawarah tentang urusan dirinya, kemudian jika ia diam, maka itulah izinnya, tetapi jika ia menolak maka tiada paksa ke atasnya".
(Riwayat Al-Khamsah kecuali Ibnu Majah)
Dalam hadith yang lain, Rasulullah saw telah menyatakan:
"Dari Khansa’ binti Khadam, bahawasanya bapa Khansa’ telah mengahwinkan dia, sedang ia perempuan janda, lalu ia tidak suka demikian itu. Kemudian ia datang kepada Rasulullah. Lalu Rasulullah menolak perkahwinan itu".
(Riwayat Al-Bukhari dan Ahmad)
Ini bermakna perempuan janda mempunyai bidang kuasa menolak perkahwinan yang dibuat tanpa kebenarannya iaitu ia boleh menfasakhkan perkahwinan itu di Mahkamah Syariah.
Perkahwinan Bawah Umur
Menurut Mazhab Empat bahawa dalam Islam tidak ada larangan had umur untuk berkahwin. Ini bermakna kanak-kanak kecil boleh berkahwin.
Daripada Siti Aisyah r.a.,
"Bahawasanya Nabi saw telah mengahwini Aisyah sedang ia berumur enam tahun dan Aisyah tinggal bersama Nabi semasa ia berumur sembilan tahun"..
(Riwayat Al-Bukhari dan Muslim)
Hadith ini menunjukkan bahawa dalam Islam tiada had umur larangan berkahwin. Walau bagaimanapun menurut Seksyen 8, Akta Undang-Undang Keluarga Islam Wilayah Persekutuan 1984 menyatakan:
"Tiada sesuatu perkahwinan boleh diakadnikahkan atau didaftarkan di bawah Akta ini jika lelaki itu berumur kurang daripada lapan belas tahun atau perempuan itu berumur kurang daripada enam belas tahun kecuali jika Hakim Syariah telah memberi kebenarannya secara bertulis dalam hal keadaan tertentu".
Menurut Seksyen tersebut perkahwinan kanak-kanak di bawah umur hendaklah terlebih dahulu mendapat kelulusan dari Mahkamah Syariah. Peruntukan Seksyen tersebut bukanlah berlawanan dengan pendapat Mazhab Empat. Sebenarnya kebenaran dari Mahkamah itu bertujuan memberi peluang kepada Mahkamah untuk menyelidiki gadis itu dari segi latar belakang, keadaan fizikal, kemampuan untuk berumahtangga dan menjaga kepentingan kanak-kanak itu.
Adakah Wali Fasik Sah Menjadi Wali?
Mengikut pendapat Mazhab Syafi’e dan Hambali, wali fasik tidak boleh atau tidak sah menjadi wali nikah. Ini berdasarkan sebuah hadith dari Ibnu Abbas bahawa Rasulullah saw bersabda,
"Tidak sah nikah melainkan wali yang adil dan ada saksi yang adil".
(Riwayat Ahmad)
Yang dimaksudkan dengan adil ialah seseorang itu berpegang kuat (istiqamah) kepada ajaran Islam, menunaikan kewajiban agama, mencegah dirinya melakukan dosa-dosa besar seperti berzina, minum arak, menderhaka kepada kedua-dua ibu bapa dan sebagainya serta berusaha tidak melakukan dosa-dosa kecil.
Wali bersifat adil disyaratkan kerana ia dianggap bertanggungjawab dari segi kehendak agama ketika membuat penilaian bakal suami bagi kepentingan dan maslahat perempuan yang hendak berkahwin itu. Manakala wali fasik pula, ia sendiri sudah tidak bertanggungjawab ke atas dirinya apatah lagi hendak bertanggungjawab kepada orang lain.
Untuk menentukan seseorang wali itu bersifat adil atau fasik adalah memadai dilihat dari segi zahir atau luaran sahaja ataupun memadai wali itu mastur iaitu kefasikannya tidak diketahui kerana untuk menilai kefasikan secara batin adalah susah. Walau bagaimanapun jikalau Sultan atau Raja itu fasik yang menjadi wali bagi perempuan yang tidak mempunyai wali maka kewalian itu tetap sah kerana kesahihannya diambilkira dari segi keperluan terhadap wali Raja.
Sebenarnya sebahagian besar ulama-ulama Mutaakhirin dalam Mazhab Syafi’e seperti Imam Al-Ghazali, pendapat pilihan Imam Nawawi dan sebagainya, telah mengeluarkan fatwa bahawa sah wali fasik menjadi wali, selepas beristighfar.
Imam Al-Ghazali dalam kitab Ihya’ Ulumuddin telah mengingatkan bahawa seseorang wali harus memerhati dan meneliti kelakuan geraklaku calon suami, jangan sampai mengahwini saudara perempuan dengan seorang lelaki yang buruk budi pekertinya atau lemah agamanya ataupun yang tidak sekufu dengan kedudukannya. Sekiranya ia mengahwinkan puterinya dengan seorang lelaki yang zalim atau fasik atau yang lemah agamanya atau peminum arak, maka ia telah melanggar perintah agamanya dan ketika itu ia akan terdedah kepada kemurkaan Allah swt, kerana ia telah mencuaikan persoalan silaturrahim (perhubungan tali kerabat) dan telah memilih jalan yang salah.
Selanjutnya Al-Ghazali menceritakan seorang ayah telah datang meminta nasihat kepada Al-Hasan, Katanya: "Telah banyak orang yang datang meminang puteriku, tetapi aku tidak tahu dengan siapa yang harusku kahwinkan dia". Berkata Al-Hasan: "Kahwinkan puterimu itu dengan orang yang banyak taqwanya kepada Allah. Andaikata suaminya mencintainya kelak pasti ia akan dimuliakan. Tetapi jika suaminya membencinya maka tiada dianiayainya".
Tiada Persetujuan Antara Wali Yang Sedarjat
Wali sedarjat ialah wali-wali yang mempunyai bidang kuasa yang setaraf atau sama. Misalnya bagi pengantin perempuan yang sudah tidak ada lagi bapa dan datuk, maka orang yang berhak menjadi wali mengikut tertib ialah saudara lelaki seibu-sebapa kepada pengantin perempuan itu.
Persoalan yang timbul ialah saudara lelaki seibu-sebapa kepada pengantin perempuan itu ramai. Siapa yang berhak menjadi wali?
Mengikut Islam kalau semua wali sedarjat itu bersependapat dan redha dengan bakal suami pilihan perempuan itu maka salah seorang boleh menjadi wali. Yang afdhalnya ialah terdiri daripada orang yang tahu hal-hal agama atau alim.
Satu isu lagi mengenai wali sedarjat ialah jika sebahagian wali sedarjat setuju bakal suami itu manakala sebahagian yang lain menentang bakal suami pilihan pengantin perempuan itu. Siapa berhak menjadi wali dalam kes seperti di atas?
Menurut Jumhur Fuqqaha (Mazhab Syafi’e, Maliki dan Hambali) jika perkahwinan itu dilakukan juga oleh wali sedarjat yang redha dengan bakal suami pilihan pengantin perempuan, maka wali sedarjat yang menentang itu berhak juga menfasakhkan perkahwinan di Mahkamah Syariah jika wali yang menentang itu ada alasan syarak.
Dalam kes tiada persefahaman antara wali-wali sedarjat ini, maka pengantin perempuan hendaklah membuat aduan di Mahkamah Syariah atas nama wali enggan di mana Mahkamah akan membuat keputusan yang adil.
Wali Hakim Atau Wali Raja
Wali hakim ialah Sultan atau Raja yang beragama Islam yang bertindak sebagai wali kepada pengantin perempuan yang tidak mempunyai wali. Oleh kerana Sultan atau Raja ini sibuk dengan tugas-tugas negara maka ia menyerahkannya kepada Kadhi-Kadhi atau Pendaftar-Pendaftar Nikah untuk bertindak sebagai wali hakim.
Dalam Akta Undang-Undang Keluarga Islam Wilayah Persekutuan, Seksyen 2 (1) Wali Hakim ditakrifkan sebagai wali yang ditauliahkan oleh Yang DiPertuan Agong dalam hal Wilayah Persekutuan, Pulau Pinang, Sabah dan Sarawak atau oleh Raja dalam hal sesuatu negeri lain untuk mengahwinkan perempuan yang tidak mempunyai wali dari nasab.
Sebab-Sebab Menggunakan Wali Hakim
Pertama: Tidak Ada Wali Nasab
Bagi pengantin perempuan yang tidak mempunyai wali nasab seperti saudara baru di mana tidak ada saudara-maranya yang memeluk Islam atau perempuan yang tidak mempunyai wali langsung mengikut tertib wali atau anak luar nikah maka wali hakimlah yang menjadi wali dalam perkahwinannya. Rasulullah saw bersabda:
"Sultanlah menjadi wali bagi perempuan yang tidak mempunyai wali".
(Riwayat Al-Khamsah)
Bagi pengantin perempuan yang tidak mempunyai wali maka wali hakimlah yang akan mengahwinkan pengantin perempuan itu.
Kedua: Anak Tidak Sah Taraf Atau Anak Angkat
Anak tidak sah taraf atau anak luar nikah ialah anak yang lahir atau terbentuk sebelum diadakan perkahwinan yang sah. Contohnya, jika sepasang lelaki dan perempuan bersekedudukan sama ada lama atau sekejap kemudian mengandung maka anak yang dikandung itu dianggap anak tidak sah taraf walaupun anak itu lahir dalam perkahwinan yang sah. Ini bermakna benih-benih kandungan yang terjadi sebelum kahwin dan dilahirkan dalam tempoh perkahwinan, maka anakitu tetap dianggap anak tidak sah taraf.
Oleh yang demikian, jika anak yang tidak sah taraf itu perempuan dan ia mahu berkahwin di kemudian hari, maka walinya ialah wali hakim. Begitu juga anak angkat. Jika anak angkat itu berasal dari anak tidak sah taraf, maka walinya adalah wali hakim kerana anak itu dianggap tidak mempunyai wali nasab.
Sekiranya anak angkat itu berasal dari bapa yang sah atau keluarga yang sah, maka walinya ialah berdasarkan susunan atau tertib wali yang ada, bukannya bapa angkat. Oleh itu para ibu bapa atau bapa angkat hendaklah berhati-hati tentang anak yang tidak sah taraf ini, jangan menyembunyikan keaaan sebenar.
Ketiga: Wali Yang Ada Tidak Cukup Syarat.
Dalam Islam, kalau wali aqrab tidak mempunyai cukup syarat untuk menjadi wali seperti gila, tidak sampai umur dan sebagainya maka bidang kuasa wali itu berpindah kepada wali ab’ad mengikut tertib wali. Sekiranya satu-satunya wali yang ada itu juga tidak cukup syarat tidak ada lagi wali yang lain maka bidang kuasa wali itu berpindah kepada wali hakim.
Keempat: Wali Aqrab Menunaikan Haji Atau Umrah
Dalam kitab Minhaj Talibin dalam bab Nikah menyatakan jika wali aqrab menunaikan haji atau umrah maka hak walinya terlucut dan hak wali itu juga tidak berpindah kepada wali ab’ad, tetapi hak wali itu berpindah kepada wali hakim.
Demikian juga sekiranya wali aqrab itu membuat wakalah wali sebelum membuat haji atau umrah atau semasa ihram maka wakalah wali itu tidak sah. Rasulullah saw bersabda:
"Orang yang ihram haji atau umrah tidak boleh mengahwinkan orang dan juga tidak boleh berkahwin".
(Riwayat Muslim)
Oleh yang demikian, jika seseorang perempuan yang hendak berkahwin, hendaklah menunggu sehingga wali itu pulang dari Mekah atau dengan menggunakan wali hakim.
Kelima: Wali Enggan
Para Fuqaha sependapat bahawa wali tidak boleh enggan untuk menikahkan perempuan yang dalam kewaliannya, tidak boleh menyakitinya atau melarangnya berkahwin walhal pilihan perempuan itu memenuhi kehendak syarak.
Diriwayatkan dari Ma’qil bin Yasar, ia berkata: "Saya mempunyai saudara perempuan . Ia dipinang ole seorang pemuda yang mempunyai pertalian darah dengan saya. Saya kahwinkan perempuan itu dengan pemuda tersebut, kemudian diceraikan dengan talak yang boleh dirujuk. Perempuan itu ditinggalkan sampai habis eddahnya. Tidak berapa lama kemudian, pemuda itu datang lagi untuk meminang, maka saya jawab:"Demi Allah, saya tidak akan mengahwinkan engkau dengan dia selama-lamanya". Peristiwa ini disampaikan kepda Nabi saw. Berhubung dengan peristiwa ini, Allah swt menurunkan ayat Al-Quran :
"Apabila kamu mentalak isteri-isterimu, lalu habis masa eddahnya, maka janganlah kamu (para wali) menghalangi mereka kahwin dengan bakal suaminya".
(Al-Baqarah : 232)
Kemudian Ma’qil berkata: "Kemudian saya membayar kifarah sumpah dan perempuan itu saya kahwinkan dengan lelaki berkenaan".
(Riwayat Al-Bukhari dan Abu Daud)
Dalam sebuah hadith yang lain dinyatakan:
"Ada tiga perkara yang tidak boleh ditanggungkan iaitu: solat bila telah datang waktunya, jenazah bila telah terlantar dan wanita janda yang telah bertemu jodohnya".
(Riwayat At-Tirmizi dan Hakim)
Oleh yang demikian, perbuatan wali menghalang atau enggan menikahkan wanita tanpa ada alasan syarak adalah dilarang dan dianggap satu tindakan yang zalim kepada wanita itu.
Menurut Jumhur Fuqaha (Syafi’e, Maliki dan Hambali) apabila wali aqrab enggan menikahkan pengantin perempuan, maka wali hakimlah yang menikahkannya. Rasulullah saw bersabda:
"Kalau wali-wali itu enggan maka Sultan atau hakim menjadi wali bagi perempuan yang tidak mempunyai wali".
(Riwayat Abu Daud dan At-Tirmizi)
Dalam kes Azizah bte Mat lawan Mat bin Salleh (1976, Jld. II, I JH) mengenai wali enggan di Mahkamah Kadhi Perlis, Yang Arif Kadhi Mahmood bin Lebai Man (pada masa itu) memutuskan, perempuan itu berhak mendapat wali Raja atau hakim untuk berkahwin dengan Mansor bin Isa dengan mas kahwin dan belanja yang tidak ditetapkan.
Fakta kes itu adalah seperti berikut: Seorang perempuan telah menuntut di Mahkamah Kadhi supaya ia dikahwinkan dengan Mansor bin Isa secara wali hakim kerana bapanya enggan mewalikannya dalam perkahwinan itu dengan mas kahwin sebanyak RM80.00 dan hantaran RM202.00 tunai.
Pihak bakal suami telah mencuba beberapa kali untuk meminang perempuan tetapi dihalang oleh bapa dengan alasan "Tunggulah dulu sehingga anak perempuannya mendapat pekerjaan". Bakal suami itu bekerja sebagai Pembantu Audit.
Kadhi ketika memutuskan kes itu menyatakan :
"Berdasarkan kepada hukum syarak, apabila seseorang wali itu tidak mahu mewalikan nikah anaknya kerana enggan atau berselisihfaham, maka bolehlah dinikahkan perempuan itu dengan wali hakim atau wali Raja dengan alasan:
Pertama: Daripada Aisyah r.a. Nabi saw bersabda:
"Jika mereka berselisih , maka Sultan atau Rajalah wali bagi orang yang tidak ada wali".
(Riwayat Abu Daud, Ahmad dan At-Tirmizi)
Kedua: Rasulullah saw bersabda:
"Kalau datang kepadamu lelaki beragama dan berakhlak baik, maka nikahkanlah ia. Jika kamu tidak melakukannya nescaya akan terjadi fitnah dan kerosakan yang besar".
(Riwayat At-Tirmizi)
Ini bermakna wali yang enggan menikahkan seseorang perempuan tanpa alasan munasabah mengikut syarak, maka hak wali itu berpindah kepada wali hakim.
Wali Berada Jauh Atau Ghaib
Sering timbul dalam masyarakat kita, wali aqrab kepada pengantin perempuan berada jauh atau ghaib. Ini menimbulkan masalah kepada pengantin perempuan iaitu siapa yang berhak menjadi wali?.
Mengikut Mazhab Syafi’e, kalau wali aqrab ghaib atau berada jauh dan tiada walinya maka yang menjadi wali ialah wali hakim di negerinya, bukan wali ab’ad. Ini berdasarkan wali yang ghaib atau berada jauh itu pada prinsipnya tetap berhak menjadi wali tetapi kerana sukar melaksanakan perwaliannya, maka haknya diganti oleh wali hakim.
Persoalan yang tmbul ialah apakah ukuran yang dikatakan jauh itu? Menurut Mazhab Syafi’e, ukuran jauh itu ialah dua marhalah yang mengharuskan sembahyang qasar iaitu perjalanan unta sehari semalam di padang pasir. Berdasarkan halangan dan kesukaran perjalanan itulah maka wali hakim mengambil alih tugas wali aqrab yang berada jauh itu.
Mengikut ukuran sekarang, dua marhalah itu adalah sejauh 91 km. Kalau pada masa dahulu perjalanan dua marhalah ialah sejauh satu hari satu malam perjalanan unta, maka pada masa sekarang perjalanan dua marhalah itu hanya boleh sampai dalam tempoh beberapa jam sahaja, bahkan jarak perjalanan di antara benua dan lautan seolah-olah seperti dalam satu daerah sahaja.
Oleh sebab itu, ulama sekarang berpendapat bila wali aqrab berada jauh atau ghaib meskipun tempat tinggalnya di Eropah atau Amerika, hendaklah wali aqrab itu dihubungi melalui surat supaya ia mewakilkan hak kewaliannya kepada orang lain untuk mengahwinkan pengantin perempuan atau menunggu kepulangannya (jika ia mahu pulang segera) kerana perhubungan sekarang amat mudah dan cepat.
Sekiranya wali aqrab itu ghaib atau berada jauh dan tiadak diketahui langsung alamatnya maka barulah hak kewalian itu berpindah kepada wali hakim.
Dalam kes Hashim bin Mat Isa lawan Fatimah bte Ahmad (1977, Jld. III, I JH), Yang Arif Kadhi Besar Kedah, Syeikh Ismail bin Hj. Omar (pada masa itu) memutuskan perkahwinan kahwin lari yang dibuat di Pekan Siam, Padang Besar, Thailand itu tidak sah.
Fakta kesnya adalah seperti berikut: Kedua-dua pasangan itu warganegara Malaysia. Pengantin perempuan tinggal bersama bapanya (wali) di Batu 5, Jalan Sanglang, Kedah. Pengantin perempuan dan pasangannya telah berkahwin lari di Kampung Pekan Siam, Padang Besar, Thailand. Sekembalinya ke Kedah pasangan itu mahu mendaftarkan parkahwinannya. Permohonan itu dibuat di Mahkamah Syariah Alor Setar, Kedah. Ketika menyampaikan keputusan permohonan pendaftaran perkahwiann itu, Yang Arif Kadhi Besar memutuskan:
"Perkahwinan pasangan itu tidak sah pada hukum syarak keranan jarak di antara tempat wali berada pada masa itu dengan tempat akad nikah yang dibuat di Kampung Pekan Siam itu tidak sampai dua marhalah dan perempuan itu diperintahkna supaya bereddah".
Sebagai pengajaran dari keputusan Mahkamah itu, maka adalah mustahak mana-mana perkahwiann yang hendak dibuat di luar kariah, daerah dan negeri hendaklah terlebih dahulu merujuk kepada Pejabat kadhi yang berdekatan dengan tempat tinggal.
Wakalah Wali (Wali Mewakilkan Kepada Orang Lain)
Dalam Islam, terdapat satu prinsip Undang-Undang Islam yang menyatakan:
"Tiap-tiap sesuatu yang boleh seseorang melaksanakan dengan sendirinya, bolehlah ia mewakilkan sesuatu itu kepada orang lain".
Menurut prinsip tersebut, telah sepakat Fuqaha bahawa setiap akad yang dapat dilakukan oleh seseorang yang mempunyai bidang kuasa, maka akad itu boleh juga ia mewakilkan kepada orang lain misalnya dalam akad nikah, jualbeli, cerai, sewa menyewa, tuntutan hak dan akad yang lain.
Dalam hal akad nikah ini, apabila seseorang wali aqrab itu berada jauh, tidak dapat hadir pada majlis akad nikah atau wali itu boleh hadir tetapi ia tidak mampu untuk menjalankan akad nikah itu, maka wali itu bolehlah mewakilkan kepada orang lain yang mempunyai kelayakan syar’ie.
Begitu juga bagi bakal suami. Kalau ia tidak dapat hadir pada majlis akad nikah kerana ia sedang belajar di luar negeri, maka ia bolehlah mewakilkan kepada orang lain yang mempunyai kelayakan syar’ie bagi menerima ijab (menjawab) nikah itu. Walau bagaimanapun bagi perempuan (bakal isteri) ia tidak ada bidang kuasa mewakilkan kepada orang lain untuk megahwinkannya kerana haknya ada di tangan walinya.
Menurut Jumhur Fuqaha, syarat-syarat sah orang yang boleh menjadi wakil wali ialah:
1. Lelaki
2. Baligh
3. Merdeka
4. Islam
5. Berakal (akal tidak lemah)
6. Wakalah itu tidak boleh dibuat semasa orang yang memberi wakil itu menunaikan ihram haji atau umrah.
Orang yang menerima wakil hendaklah melaksanakan wakalah itu dengan sendirinya sesuai dengan yang ditentukan semasa membuat wakalah itu kerana orang yang menerima wakil tidak boleh mewakilkan pula kepada orang lain kecuali dengan izin memberi wakil atau bila diserahkan urusan itu kepada wakil sendiri seperti kata pemberi wakil: "Terserahlah kepada engkau (orang yang menerima wakil) melaksanakan perwakilan itu, engkau sendiri atau orang lain". Maka ketika itu, boleh wakil berwakil pula kepada orang lain untuk melaksanakan wakalah itu.
Wakil wajib melaksanakan wakalah menurut apa yang telah ditentukan oleh orang yang memberi wakil. Misalnya seorang berwakil kepadanya untuk mengahwinkan perempuan itu dengan si A, maka wajiblah kahwinkan perempuan itu dengan si A.
Kalau wakil itu mengahwinkan peempuan itu dengan si B, maka perkahwinan itu tidak sah.
Mengikut amalan di Malaysia, selalunya wakalah wali dibuat di hadapan Kadhi atau Pendaftar Perkahwinan dengan disaksikan oleh dua orang saksi.
Sebelum melakukan walkalah wali, adalah mustahak wali itu mengkaji latar belakang orang yang hendak menereima wakil itu.
Penutup
Demikianlah bidang kuasa wali adalah amat penting dalam perkahwinan kerana ia menentukan sah atau tidak sesuatu perkahwinan. Oleh itu, setiap ibu bapa dan pengantin perempuan sebelum melakukan sesuatu perkahwinan hendaklah meyemak dahulu siapa yang berhak menjadi wali mengikut tertib dan susunan wali. Sekiranya para ibu bapa dan penjaga tidak mengetahui tentang wali maka hendaklah merujuk kepada mana-mana Pejabat Kadhi, Imam atau orang alim untuk mendapat penjelasan.
Oleh : Ghafani Awang The
Pendahuluan
Perkahwinan adalah amanah Allah swt. Untuk menyempurnakan amanah Allah itu ia memerlukan lima rukun iaitu:
1. Calon suami
2. Calon isteri
3. Wali
4. Dua orang saksi
5. Sighah ijab qabul
Jika kekurangan salah satu rukun itu maka perkahwinan itu tidak sah. Salah satu isu penting yang sering timbul dan menjadi bahan perbualan dalam masyarakat kita ialah bidang kuasa wali. Terdapat kes-kes seperti kahwin lari, akad nikah dua kali, kahwin paksa, bapa tidak membenarkan anaknya berkahwin dengan pemuda pilihan anak, bapa angkat bertindak sebagai wali kepada anak angkatnya dan sebagainya, di mana semuanya berkisar mengenai bidang kuasa wali. Persoalan yang timbul ialah apakah bidang kuasa wali yang sebenarnya untuk menyempurna dan memuliakan amanah Allah swt itu.
Pengertian Wali Dan Tertibnya
Wali bererti teman karib, pemimpin, pelindung atau penolong yang terdiri daripada ahli waris lelaki yang terdekat kepada pengantin perempuan. Wali ini merupakan salah satu rukun dalam perkahwinan. Dalil-dalil yang menunjukkan amat mustahaknya wali ialah:
Firman Allah swt:
"Janganlah kamu menghalang mereka berkahwin kembali dengan bekas suami mereka apabila telah terdapat kerelaan antara mereka dengan cara yang makruf"
( Al-Baqarah : 232)
"Dan janganlah kamu kahwinkan perempuan-perempuan kamu dengan lelaki musyrik (kafir) hingga meereka beriman".
( Al-Baqarah : 222)
Dari hadith Nabi saw:
"Dari Abi Musa r.a. Rasulullah saw bersabda: "Tidak ada nikah melainkan dengan adanya wali".
(Riwayat Al-Khamsah dan An-Nasa’i)
Oleh kerana wali merupakan salah satu syarat sah nikah maka bukan semua orang boleh menjadi wali. Syarat-syarat sah menjadi wali ialah:
1. Islam
2. Baligh (sekurang-kurangnya sudah berumur 15 tahun).
3. Berakal - Orang gila, mabuk dan orang yang sangat bodoh tidak sah menjadi wali.
4. Lelaki - Orang perempuan tidak sah menjadi wali.
5. Adil
6. Merdeka
Manakala orang buta atau bisu pula adalah diharuskan menjadi wali kerana ia boleh menimbang dan memikirkan mengenai soal kufu dan hal-hal kepentingan kepada wanita, selagi ia boleh memahami isyarat serta tulisan dan ia memenuhi starat-syarat sah menjadi wali.
Susunan Wali
Susunan wali mengikut tertib alah:
1. Bapa kandung
2. Datuk sebelah bapa ke atas
3. Saudara lelaki seibu-sebapa
4. Saudara lelaki sebapa
5. Anak saudara lelaki seibu-sebapa
6. Anak saudara lelaki sebapa
7. Bapa saudara sebelah bapa seibu-sebapa
8. Bapa saudara sebelah bapa sebapa
9. Anak lelaki bapa saudara sebelah bapa seibu-sebapa ke bawah
10. Anak lelaki bapa saudara sebelah bapa sebapa ke bawah
11. Bapa saudara seibu-sebapa
12. Bapa saudara bapa sebapa
13. Anak lelaki bapa saudara seibu-sebapa
14. Anak lelaki bapa saudara sebapa ke bawah
15. Bapa saudara datuk seibu-sebapa
16. Bapa saudara datuk sebapa
17. Anak lelaki bapa saudara datuk seibu-sebapa ke bawah
18. Anak lelaki bapa saudara datuk sebapa ke bawah
19. Muktiq (tuan kepada hamba perempuan yang dibebaskan).
20. Sekalian asabah kepada seorang muktiq
21. Raja/Sultan.
Sekiranya wali pertama tidak ada, hendaklah diambil wali yang kedua dan jika wali kedua tidak ada hendaklah diambil wali ketiga dan begitulah seterusnya.
Mengikut tertib wali, bapa hendaklah menjadi wali bagi semua perkahwinan anaknya. Dan jika bapa tidak ada kerana meninggal dunia maka hak wali berpindah kepada datuk pengantin perempuan itu; dan jika datuk juga meninggal dunia maka hak wali itu berpindah kepada saudara lelaki seibu-sebapa kepada pengantin perempuan dan begitulah bidang kuasa wali mengikut tertib susunannya.
Sekiranya pengantin perempuan itu tidak mempunyai wali maka ia akan dinikahkan secara wali hakim. Rasulullah saw bersabda:
"Maka Sultanlah yang menjadi wali bagi sesiapa yang tidak mempunyai wali".
(Riwayat At-Tirmizi dan Abu Daud)
Dalam kes Ismail bin Abdul Majid lawan Aris Fadilah dan Insun bt Abdul Majid (1990, Jld. V, II, JH) di Mahkamah Syariah, Kuala Kangsar, Perak, Yang Arif Hakim Amran bin Satar telah memutuskan perkahwinan yang diwalikan oleh wali ab’ad sedangkan wali aqrab masih ada maka perkahwinan itu tidak sah.
(Wali Ab’ad : wali yang jauh perhubungannya dengan pengantin perempuan mengikut susunan wali).
(Wali Aqrab : Wali yang paling dekat hubungannya dengan pengantin perempuan mengikut susunan wali).
Fakta kesnya adalah seperti berikut: Pengantin perempuan telah berkahwin dengan seorang pemuda pada 6hb Mei, 1974 di Kampung Kandang Hilir, Kota Lama Kanan, Perak. Wali yang bertindak kepada perempuan tersebut ialah saudara lelakinya kerana bapa perempuan itu telah meninggal dunia. Pengantin perempuan itu sebenarnya juga masih mempunyai datuk yang masih hidup dengan segar dan waras yang tinggal di Bt. 8, Batu Laut, Kuala Langat, Selangor. Datuk itu tidak diberitahu mengenai perkahwinan cucunya itu. Kes ini telah dibawa ke Mahkamah dan telah diputuskan perkahwinan itu tidak sah atau batal dengan alasan:
1. Saudara lelaki pada pengantin perempuan itu tidak ada bidang kuasa wali kerana wali aqrab iaitu datuk perempuan itu masih ada.
2. Akal fikiran datuk itu masih waras maka hak kelayakan wali masih tidak hilang.
Berdasarkan analisa kes tersebut, sepatutnya pengantin perempuan itu menghubungi datuknya bagi mewalikan perkahwinannya. Jika datuknya itu tidak dapat hadir, maka datuknya boleh mewakilkan (wakalah wali) kepada orang lain, untuk menikahkan cucunya itu.
Wali Mujbir
Wali mujbir ertinya wali yang mempunyai bidang kuasa mengahwinkan anak atau cucu perempuan yang masih perawan atau dara tanpa meminta izin perempuan itu terlebih dahulu. Menurut Mazhab Shafi’e, wali mujbir itu terdiri daripada bapa, datuk dan seterusnya sampai ke atas. Manakala wali-wali lain seperti saudara lelaki kandung sebapa, bapa saudara dan sebagainya bukan wali mujbir iaitu tidak ada bidang kuasa memaksa perempuan berkahwin. Dalilnya ialah:
"Perempuan janda lebih berhak pada dirinya daripada walinya dan perempuan perawan atau dara dikahwinkan oleh bapanya".
(Riwayat Darul-Qutni)
Hadith ini menunjukkan bapa atau datuk mengahwinkan anak perempuan yang perawan tanpa meminta izin anak perempuan itu terlebih dahulu adalah sah.
Dalam kes Syed Abdullah Al-Shatiri lawan Syarifah Salmah (1959, Jld. I, II, JH), ketika menyampaikan keputusan Lembaga Rayuan Mahkamah Syariah Singapura, Yang Arif Hakim Ahmad bin Ibrahim menyatakan, mengikut Mazhab Shafi’e, apabila seorang anak dara dikahwinkan oleh bapanya tanpa minta izin anak dara itu terlebih dahulu, maka adalah sah perkahwinan itu.
Fakta kes itu adalah seperti berikut: Seorang bapa Syed Abdullah Al-Shatiri mengahwinkan anak daranya Syarifah Salmah dengan Syed Idros bin Saggof Al-Jofri tanpa izin anak dara itu. Bapa itu bertindak sebagai wali dan ia sendiri menikahkan perkahwinan itu. Anak perempuan itu enggan menerima suami pilihan bapanya. Anak perempuan itu membawa kes itu ke Mahkamah Syariah.
Mahkamah Syariah Singapura telah mengeluarkan perintah bahawa perkahwinan itu tidak sah berdasarkan hadith:
Pertama:
Rasululah saw bersabda:
"Janganlah kahwinkan seseorang perempuan yang tidak anak dara (janda) sehingga kamu mendapat kuasanya terhadap perkahwinnan itu dan janganlah kahwinkan seorang anak dara sehingga dipinta izinnya".
(Riwayat Al-Bukhari)
Kedua:
Rasulullah saw bersabda:
"Seseorang yang bukan anak dara mempunyai hak yang lebih besar mengenai dirinya daripada penjaganya. Persetujuan seorang anak dara haruslah dipinta berkenaan dengan sesuatu mengenai dirinya dan diam membisu pada haknya itu adalah bererti memberikan persetujuan".
(Riwayat Muslim)
Bapa telah membuat rayuan kepada Lembaga Rayuan Mahkamah Syariah Singapura bahawa ia mengahwinkan anak dara perempuannya tanpa izin perempuan itu atas bidang kuasanya sebagai wali mujbir.
Menurut Ahmad Ibrahim ketika menyampaikan keputusan Lembaga Rayuan Mahkamah Syariah Singapura itu menyatakan:
"Hadith-hadith yang menjadi alasan Mahkamah Syariah Singapura itu sebenarnya dipertikaikan oleh ulama mengenai makna "meminta izin anak dara" yang terdapat dalam hadith-hadith yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim. Menurut Imam Malik, Imam Shafi’e, Imam Ahmad dan ulama-ulama dalam Mazhab Syafi’e seperti Imam Nawawi, maksud "meminta izin anak dara" adalah sunat bagi wali mujbir meminta izin terlebih dahulu daripada pengantin perempuan seperti mana dengan maksud hadith yang dieriwayatkan oleh Darul-Qutni".
Selanjutnya Ahmad Ibrahim memetik pandangan Mazhab Syafi’e sepertimana yang terdapat dalam kitab Minhaj Talibin, karangan Imam Nawawi:
"Seseorang bapa boleh mengikut kehendaknya mengahwinkan anak perempuannya tanpa meminta izinnya, tidak kira berapa umurnya dengan syarat anak itu masih anak dara. Walau bagaimanapun adalah sunat berunding dengannya mengenai bakal suaminya itu; dan izin rasminya ke atas perkahwinan itu adalah perlu jika dia telah kehilangan daranya. Manakala seseorang bapa mengahwinkan anak perempuan sewaktu anak itu masih di bawah umur, maka anak perempuan itu tidaklah boleh diserahkan kepada suaminya sebelum dia mencapai umur akil baligh. Jika berlaku kegagalan pada pihak bapanya, maka bapa kepada bapanya (datuknya sebelah bapa) hendaklah menjalankan semua kuasanya. Kehilangan dara menghapuskan hak mengahwinkan anak perempuan tanpa izinnya, dan tidaklah ada perbezaan di dalam aspek ini bahawa kehilangan dara antara yang disebabkan oleh persetubuhan yang halal dengan yang diakibatkan oleh persetubuhan haram. Sebaliknya hak itu tetap tidak terjejas jika kehilangan itu berlaku tanpa persentuhan badaniah, umpamanya akibat terjatuh ke atas tanah".
Ketika menyampaikan keputusan Lembaga Rayuan itu juga Ahmad Ibrahim merujuk kepada buku "Mohamed Law Of Inheritance, Marriage And Right Of Women" oleh Syeikh Abdul Kadir bin Muhammad Al-Makkawi menyatakan : Seseorang bapa atau datuk mengahwinkan seorang anak dara tanpa persetujuan anak dara itu adalah sah dengan syarat:
1. Janganlah hendaknya terdapat antara anak dara itu dengan bapanya atau datuknya yang mengahwinkannya itu apa-apa sifat permusuhan yang nyata dan tidak pula terlindung daripada pengetahuan orang-orang di tempat anak dara itu berada.
2. Si suami itu hendaklah sama tarafnya (sekufu) dengan anak dara itu.
3. Si suami itu hendaklah mampu membayar mas kahwin.
4. Janganlah hendaknya terdapat sifat permusuhan baik di luar mahupun di dalam antara anak dara itu dengan si suami.
5. Bapa atau datuk itu tidak boleh mengahwinkan anak daranya dengan mas kahwin yang terkurang menurut nilai mata wang negara itu.
Berdasarkan alasan-alasan di atas, Lembaga Rayuan Mahkamah Syariah Singapura berpendapat bahawa perkahwinan yang dianjurkan oleh wali mujbir tanpa izin perempuan itu adalah sah. Maka keputusan Mahkamah Syariah yang terdahulu itu telah dibatalkan.
Perempuan Janda
Wali Mujbir atau wali-wali yang lain tidak boleh mengahwinkan perempuan janda kecuali hendaklah mendapat izin perempuan itu terlebih dahulu. Rasulullah saw telah bersabda:
"Dari Abu Hurairah r.a. Rasulullah saw bersabda, "Perempuan janda diajak bermusyawarah tentang urusan dirinya, kemudian jika ia diam, maka itulah izinnya, tetapi jika ia menolak maka tiada paksa ke atasnya".
(Riwayat Al-Khamsah kecuali Ibnu Majah)
Dalam hadith yang lain, Rasulullah saw telah menyatakan:
"Dari Khansa’ binti Khadam, bahawasanya bapa Khansa’ telah mengahwinkan dia, sedang ia perempuan janda, lalu ia tidak suka demikian itu. Kemudian ia datang kepada Rasulullah. Lalu Rasulullah menolak perkahwinan itu".
(Riwayat Al-Bukhari dan Ahmad)
Ini bermakna perempuan janda mempunyai bidang kuasa menolak perkahwinan yang dibuat tanpa kebenarannya iaitu ia boleh menfasakhkan perkahwinan itu di Mahkamah Syariah.
Perkahwinan Bawah Umur
Menurut Mazhab Empat bahawa dalam Islam tidak ada larangan had umur untuk berkahwin. Ini bermakna kanak-kanak kecil boleh berkahwin.
Daripada Siti Aisyah r.a.,
"Bahawasanya Nabi saw telah mengahwini Aisyah sedang ia berumur enam tahun dan Aisyah tinggal bersama Nabi semasa ia berumur sembilan tahun"..
(Riwayat Al-Bukhari dan Muslim)
Hadith ini menunjukkan bahawa dalam Islam tiada had umur larangan berkahwin. Walau bagaimanapun menurut Seksyen 8, Akta Undang-Undang Keluarga Islam Wilayah Persekutuan 1984 menyatakan:
"Tiada sesuatu perkahwinan boleh diakadnikahkan atau didaftarkan di bawah Akta ini jika lelaki itu berumur kurang daripada lapan belas tahun atau perempuan itu berumur kurang daripada enam belas tahun kecuali jika Hakim Syariah telah memberi kebenarannya secara bertulis dalam hal keadaan tertentu".
Menurut Seksyen tersebut perkahwinan kanak-kanak di bawah umur hendaklah terlebih dahulu mendapat kelulusan dari Mahkamah Syariah. Peruntukan Seksyen tersebut bukanlah berlawanan dengan pendapat Mazhab Empat. Sebenarnya kebenaran dari Mahkamah itu bertujuan memberi peluang kepada Mahkamah untuk menyelidiki gadis itu dari segi latar belakang, keadaan fizikal, kemampuan untuk berumahtangga dan menjaga kepentingan kanak-kanak itu.
Adakah Wali Fasik Sah Menjadi Wali?
Mengikut pendapat Mazhab Syafi’e dan Hambali, wali fasik tidak boleh atau tidak sah menjadi wali nikah. Ini berdasarkan sebuah hadith dari Ibnu Abbas bahawa Rasulullah saw bersabda,
"Tidak sah nikah melainkan wali yang adil dan ada saksi yang adil".
(Riwayat Ahmad)
Yang dimaksudkan dengan adil ialah seseorang itu berpegang kuat (istiqamah) kepada ajaran Islam, menunaikan kewajiban agama, mencegah dirinya melakukan dosa-dosa besar seperti berzina, minum arak, menderhaka kepada kedua-dua ibu bapa dan sebagainya serta berusaha tidak melakukan dosa-dosa kecil.
Wali bersifat adil disyaratkan kerana ia dianggap bertanggungjawab dari segi kehendak agama ketika membuat penilaian bakal suami bagi kepentingan dan maslahat perempuan yang hendak berkahwin itu. Manakala wali fasik pula, ia sendiri sudah tidak bertanggungjawab ke atas dirinya apatah lagi hendak bertanggungjawab kepada orang lain.
Untuk menentukan seseorang wali itu bersifat adil atau fasik adalah memadai dilihat dari segi zahir atau luaran sahaja ataupun memadai wali itu mastur iaitu kefasikannya tidak diketahui kerana untuk menilai kefasikan secara batin adalah susah. Walau bagaimanapun jikalau Sultan atau Raja itu fasik yang menjadi wali bagi perempuan yang tidak mempunyai wali maka kewalian itu tetap sah kerana kesahihannya diambilkira dari segi keperluan terhadap wali Raja.
Sebenarnya sebahagian besar ulama-ulama Mutaakhirin dalam Mazhab Syafi’e seperti Imam Al-Ghazali, pendapat pilihan Imam Nawawi dan sebagainya, telah mengeluarkan fatwa bahawa sah wali fasik menjadi wali, selepas beristighfar.
Imam Al-Ghazali dalam kitab Ihya’ Ulumuddin telah mengingatkan bahawa seseorang wali harus memerhati dan meneliti kelakuan geraklaku calon suami, jangan sampai mengahwini saudara perempuan dengan seorang lelaki yang buruk budi pekertinya atau lemah agamanya ataupun yang tidak sekufu dengan kedudukannya. Sekiranya ia mengahwinkan puterinya dengan seorang lelaki yang zalim atau fasik atau yang lemah agamanya atau peminum arak, maka ia telah melanggar perintah agamanya dan ketika itu ia akan terdedah kepada kemurkaan Allah swt, kerana ia telah mencuaikan persoalan silaturrahim (perhubungan tali kerabat) dan telah memilih jalan yang salah.
Selanjutnya Al-Ghazali menceritakan seorang ayah telah datang meminta nasihat kepada Al-Hasan, Katanya: "Telah banyak orang yang datang meminang puteriku, tetapi aku tidak tahu dengan siapa yang harusku kahwinkan dia". Berkata Al-Hasan: "Kahwinkan puterimu itu dengan orang yang banyak taqwanya kepada Allah. Andaikata suaminya mencintainya kelak pasti ia akan dimuliakan. Tetapi jika suaminya membencinya maka tiada dianiayainya".
Tiada Persetujuan Antara Wali Yang Sedarjat
Wali sedarjat ialah wali-wali yang mempunyai bidang kuasa yang setaraf atau sama. Misalnya bagi pengantin perempuan yang sudah tidak ada lagi bapa dan datuk, maka orang yang berhak menjadi wali mengikut tertib ialah saudara lelaki seibu-sebapa kepada pengantin perempuan itu.
Persoalan yang timbul ialah saudara lelaki seibu-sebapa kepada pengantin perempuan itu ramai. Siapa yang berhak menjadi wali?
Mengikut Islam kalau semua wali sedarjat itu bersependapat dan redha dengan bakal suami pilihan perempuan itu maka salah seorang boleh menjadi wali. Yang afdhalnya ialah terdiri daripada orang yang tahu hal-hal agama atau alim.
Satu isu lagi mengenai wali sedarjat ialah jika sebahagian wali sedarjat setuju bakal suami itu manakala sebahagian yang lain menentang bakal suami pilihan pengantin perempuan itu. Siapa berhak menjadi wali dalam kes seperti di atas?
Menurut Jumhur Fuqqaha (Mazhab Syafi’e, Maliki dan Hambali) jika perkahwinan itu dilakukan juga oleh wali sedarjat yang redha dengan bakal suami pilihan pengantin perempuan, maka wali sedarjat yang menentang itu berhak juga menfasakhkan perkahwinan di Mahkamah Syariah jika wali yang menentang itu ada alasan syarak.
Dalam kes tiada persefahaman antara wali-wali sedarjat ini, maka pengantin perempuan hendaklah membuat aduan di Mahkamah Syariah atas nama wali enggan di mana Mahkamah akan membuat keputusan yang adil.
Wali Hakim Atau Wali Raja
Wali hakim ialah Sultan atau Raja yang beragama Islam yang bertindak sebagai wali kepada pengantin perempuan yang tidak mempunyai wali. Oleh kerana Sultan atau Raja ini sibuk dengan tugas-tugas negara maka ia menyerahkannya kepada Kadhi-Kadhi atau Pendaftar-Pendaftar Nikah untuk bertindak sebagai wali hakim.
Dalam Akta Undang-Undang Keluarga Islam Wilayah Persekutuan, Seksyen 2 (1) Wali Hakim ditakrifkan sebagai wali yang ditauliahkan oleh Yang DiPertuan Agong dalam hal Wilayah Persekutuan, Pulau Pinang, Sabah dan Sarawak atau oleh Raja dalam hal sesuatu negeri lain untuk mengahwinkan perempuan yang tidak mempunyai wali dari nasab.
Sebab-Sebab Menggunakan Wali Hakim
Pertama: Tidak Ada Wali Nasab
Bagi pengantin perempuan yang tidak mempunyai wali nasab seperti saudara baru di mana tidak ada saudara-maranya yang memeluk Islam atau perempuan yang tidak mempunyai wali langsung mengikut tertib wali atau anak luar nikah maka wali hakimlah yang menjadi wali dalam perkahwinannya. Rasulullah saw bersabda:
"Sultanlah menjadi wali bagi perempuan yang tidak mempunyai wali".
(Riwayat Al-Khamsah)
Bagi pengantin perempuan yang tidak mempunyai wali maka wali hakimlah yang akan mengahwinkan pengantin perempuan itu.
Kedua: Anak Tidak Sah Taraf Atau Anak Angkat
Anak tidak sah taraf atau anak luar nikah ialah anak yang lahir atau terbentuk sebelum diadakan perkahwinan yang sah. Contohnya, jika sepasang lelaki dan perempuan bersekedudukan sama ada lama atau sekejap kemudian mengandung maka anak yang dikandung itu dianggap anak tidak sah taraf walaupun anak itu lahir dalam perkahwinan yang sah. Ini bermakna benih-benih kandungan yang terjadi sebelum kahwin dan dilahirkan dalam tempoh perkahwinan, maka anakitu tetap dianggap anak tidak sah taraf.
Oleh yang demikian, jika anak yang tidak sah taraf itu perempuan dan ia mahu berkahwin di kemudian hari, maka walinya ialah wali hakim. Begitu juga anak angkat. Jika anak angkat itu berasal dari anak tidak sah taraf, maka walinya adalah wali hakim kerana anak itu dianggap tidak mempunyai wali nasab.
Sekiranya anak angkat itu berasal dari bapa yang sah atau keluarga yang sah, maka walinya ialah berdasarkan susunan atau tertib wali yang ada, bukannya bapa angkat. Oleh itu para ibu bapa atau bapa angkat hendaklah berhati-hati tentang anak yang tidak sah taraf ini, jangan menyembunyikan keaaan sebenar.
Ketiga: Wali Yang Ada Tidak Cukup Syarat.
Dalam Islam, kalau wali aqrab tidak mempunyai cukup syarat untuk menjadi wali seperti gila, tidak sampai umur dan sebagainya maka bidang kuasa wali itu berpindah kepada wali ab’ad mengikut tertib wali. Sekiranya satu-satunya wali yang ada itu juga tidak cukup syarat tidak ada lagi wali yang lain maka bidang kuasa wali itu berpindah kepada wali hakim.
Keempat: Wali Aqrab Menunaikan Haji Atau Umrah
Dalam kitab Minhaj Talibin dalam bab Nikah menyatakan jika wali aqrab menunaikan haji atau umrah maka hak walinya terlucut dan hak wali itu juga tidak berpindah kepada wali ab’ad, tetapi hak wali itu berpindah kepada wali hakim.
Demikian juga sekiranya wali aqrab itu membuat wakalah wali sebelum membuat haji atau umrah atau semasa ihram maka wakalah wali itu tidak sah. Rasulullah saw bersabda:
"Orang yang ihram haji atau umrah tidak boleh mengahwinkan orang dan juga tidak boleh berkahwin".
(Riwayat Muslim)
Oleh yang demikian, jika seseorang perempuan yang hendak berkahwin, hendaklah menunggu sehingga wali itu pulang dari Mekah atau dengan menggunakan wali hakim.
Kelima: Wali Enggan
Para Fuqaha sependapat bahawa wali tidak boleh enggan untuk menikahkan perempuan yang dalam kewaliannya, tidak boleh menyakitinya atau melarangnya berkahwin walhal pilihan perempuan itu memenuhi kehendak syarak.
Diriwayatkan dari Ma’qil bin Yasar, ia berkata: "Saya mempunyai saudara perempuan . Ia dipinang ole seorang pemuda yang mempunyai pertalian darah dengan saya. Saya kahwinkan perempuan itu dengan pemuda tersebut, kemudian diceraikan dengan talak yang boleh dirujuk. Perempuan itu ditinggalkan sampai habis eddahnya. Tidak berapa lama kemudian, pemuda itu datang lagi untuk meminang, maka saya jawab:"Demi Allah, saya tidak akan mengahwinkan engkau dengan dia selama-lamanya". Peristiwa ini disampaikan kepda Nabi saw. Berhubung dengan peristiwa ini, Allah swt menurunkan ayat Al-Quran :
"Apabila kamu mentalak isteri-isterimu, lalu habis masa eddahnya, maka janganlah kamu (para wali) menghalangi mereka kahwin dengan bakal suaminya".
(Al-Baqarah : 232)
Kemudian Ma’qil berkata: "Kemudian saya membayar kifarah sumpah dan perempuan itu saya kahwinkan dengan lelaki berkenaan".
(Riwayat Al-Bukhari dan Abu Daud)
Dalam sebuah hadith yang lain dinyatakan:
"Ada tiga perkara yang tidak boleh ditanggungkan iaitu: solat bila telah datang waktunya, jenazah bila telah terlantar dan wanita janda yang telah bertemu jodohnya".
(Riwayat At-Tirmizi dan Hakim)
Oleh yang demikian, perbuatan wali menghalang atau enggan menikahkan wanita tanpa ada alasan syarak adalah dilarang dan dianggap satu tindakan yang zalim kepada wanita itu.
Menurut Jumhur Fuqaha (Syafi’e, Maliki dan Hambali) apabila wali aqrab enggan menikahkan pengantin perempuan, maka wali hakimlah yang menikahkannya. Rasulullah saw bersabda:
"Kalau wali-wali itu enggan maka Sultan atau hakim menjadi wali bagi perempuan yang tidak mempunyai wali".
(Riwayat Abu Daud dan At-Tirmizi)
Dalam kes Azizah bte Mat lawan Mat bin Salleh (1976, Jld. II, I JH) mengenai wali enggan di Mahkamah Kadhi Perlis, Yang Arif Kadhi Mahmood bin Lebai Man (pada masa itu) memutuskan, perempuan itu berhak mendapat wali Raja atau hakim untuk berkahwin dengan Mansor bin Isa dengan mas kahwin dan belanja yang tidak ditetapkan.
Fakta kes itu adalah seperti berikut: Seorang perempuan telah menuntut di Mahkamah Kadhi supaya ia dikahwinkan dengan Mansor bin Isa secara wali hakim kerana bapanya enggan mewalikannya dalam perkahwinan itu dengan mas kahwin sebanyak RM80.00 dan hantaran RM202.00 tunai.
Pihak bakal suami telah mencuba beberapa kali untuk meminang perempuan tetapi dihalang oleh bapa dengan alasan "Tunggulah dulu sehingga anak perempuannya mendapat pekerjaan". Bakal suami itu bekerja sebagai Pembantu Audit.
Kadhi ketika memutuskan kes itu menyatakan :
"Berdasarkan kepada hukum syarak, apabila seseorang wali itu tidak mahu mewalikan nikah anaknya kerana enggan atau berselisihfaham, maka bolehlah dinikahkan perempuan itu dengan wali hakim atau wali Raja dengan alasan:
Pertama: Daripada Aisyah r.a. Nabi saw bersabda:
"Jika mereka berselisih , maka Sultan atau Rajalah wali bagi orang yang tidak ada wali".
(Riwayat Abu Daud, Ahmad dan At-Tirmizi)
Kedua: Rasulullah saw bersabda:
"Kalau datang kepadamu lelaki beragama dan berakhlak baik, maka nikahkanlah ia. Jika kamu tidak melakukannya nescaya akan terjadi fitnah dan kerosakan yang besar".
(Riwayat At-Tirmizi)
Ini bermakna wali yang enggan menikahkan seseorang perempuan tanpa alasan munasabah mengikut syarak, maka hak wali itu berpindah kepada wali hakim.
Wali Berada Jauh Atau Ghaib
Sering timbul dalam masyarakat kita, wali aqrab kepada pengantin perempuan berada jauh atau ghaib. Ini menimbulkan masalah kepada pengantin perempuan iaitu siapa yang berhak menjadi wali?.
Mengikut Mazhab Syafi’e, kalau wali aqrab ghaib atau berada jauh dan tiada walinya maka yang menjadi wali ialah wali hakim di negerinya, bukan wali ab’ad. Ini berdasarkan wali yang ghaib atau berada jauh itu pada prinsipnya tetap berhak menjadi wali tetapi kerana sukar melaksanakan perwaliannya, maka haknya diganti oleh wali hakim.
Persoalan yang tmbul ialah apakah ukuran yang dikatakan jauh itu? Menurut Mazhab Syafi’e, ukuran jauh itu ialah dua marhalah yang mengharuskan sembahyang qasar iaitu perjalanan unta sehari semalam di padang pasir. Berdasarkan halangan dan kesukaran perjalanan itulah maka wali hakim mengambil alih tugas wali aqrab yang berada jauh itu.
Mengikut ukuran sekarang, dua marhalah itu adalah sejauh 91 km. Kalau pada masa dahulu perjalanan dua marhalah ialah sejauh satu hari satu malam perjalanan unta, maka pada masa sekarang perjalanan dua marhalah itu hanya boleh sampai dalam tempoh beberapa jam sahaja, bahkan jarak perjalanan di antara benua dan lautan seolah-olah seperti dalam satu daerah sahaja.
Oleh sebab itu, ulama sekarang berpendapat bila wali aqrab berada jauh atau ghaib meskipun tempat tinggalnya di Eropah atau Amerika, hendaklah wali aqrab itu dihubungi melalui surat supaya ia mewakilkan hak kewaliannya kepada orang lain untuk mengahwinkan pengantin perempuan atau menunggu kepulangannya (jika ia mahu pulang segera) kerana perhubungan sekarang amat mudah dan cepat.
Sekiranya wali aqrab itu ghaib atau berada jauh dan tiadak diketahui langsung alamatnya maka barulah hak kewalian itu berpindah kepada wali hakim.
Dalam kes Hashim bin Mat Isa lawan Fatimah bte Ahmad (1977, Jld. III, I JH), Yang Arif Kadhi Besar Kedah, Syeikh Ismail bin Hj. Omar (pada masa itu) memutuskan perkahwinan kahwin lari yang dibuat di Pekan Siam, Padang Besar, Thailand itu tidak sah.
Fakta kesnya adalah seperti berikut: Kedua-dua pasangan itu warganegara Malaysia. Pengantin perempuan tinggal bersama bapanya (wali) di Batu 5, Jalan Sanglang, Kedah. Pengantin perempuan dan pasangannya telah berkahwin lari di Kampung Pekan Siam, Padang Besar, Thailand. Sekembalinya ke Kedah pasangan itu mahu mendaftarkan parkahwinannya. Permohonan itu dibuat di Mahkamah Syariah Alor Setar, Kedah. Ketika menyampaikan keputusan permohonan pendaftaran perkahwiann itu, Yang Arif Kadhi Besar memutuskan:
"Perkahwinan pasangan itu tidak sah pada hukum syarak keranan jarak di antara tempat wali berada pada masa itu dengan tempat akad nikah yang dibuat di Kampung Pekan Siam itu tidak sampai dua marhalah dan perempuan itu diperintahkna supaya bereddah".
Sebagai pengajaran dari keputusan Mahkamah itu, maka adalah mustahak mana-mana perkahwiann yang hendak dibuat di luar kariah, daerah dan negeri hendaklah terlebih dahulu merujuk kepada Pejabat kadhi yang berdekatan dengan tempat tinggal.
Wakalah Wali (Wali Mewakilkan Kepada Orang Lain)
Dalam Islam, terdapat satu prinsip Undang-Undang Islam yang menyatakan:
"Tiap-tiap sesuatu yang boleh seseorang melaksanakan dengan sendirinya, bolehlah ia mewakilkan sesuatu itu kepada orang lain".
Menurut prinsip tersebut, telah sepakat Fuqaha bahawa setiap akad yang dapat dilakukan oleh seseorang yang mempunyai bidang kuasa, maka akad itu boleh juga ia mewakilkan kepada orang lain misalnya dalam akad nikah, jualbeli, cerai, sewa menyewa, tuntutan hak dan akad yang lain.
Dalam hal akad nikah ini, apabila seseorang wali aqrab itu berada jauh, tidak dapat hadir pada majlis akad nikah atau wali itu boleh hadir tetapi ia tidak mampu untuk menjalankan akad nikah itu, maka wali itu bolehlah mewakilkan kepada orang lain yang mempunyai kelayakan syar’ie.
Begitu juga bagi bakal suami. Kalau ia tidak dapat hadir pada majlis akad nikah kerana ia sedang belajar di luar negeri, maka ia bolehlah mewakilkan kepada orang lain yang mempunyai kelayakan syar’ie bagi menerima ijab (menjawab) nikah itu. Walau bagaimanapun bagi perempuan (bakal isteri) ia tidak ada bidang kuasa mewakilkan kepada orang lain untuk megahwinkannya kerana haknya ada di tangan walinya.
Menurut Jumhur Fuqaha, syarat-syarat sah orang yang boleh menjadi wakil wali ialah:
1. Lelaki
2. Baligh
3. Merdeka
4. Islam
5. Berakal (akal tidak lemah)
6. Wakalah itu tidak boleh dibuat semasa orang yang memberi wakil itu menunaikan ihram haji atau umrah.
Orang yang menerima wakil hendaklah melaksanakan wakalah itu dengan sendirinya sesuai dengan yang ditentukan semasa membuat wakalah itu kerana orang yang menerima wakil tidak boleh mewakilkan pula kepada orang lain kecuali dengan izin memberi wakil atau bila diserahkan urusan itu kepada wakil sendiri seperti kata pemberi wakil: "Terserahlah kepada engkau (orang yang menerima wakil) melaksanakan perwakilan itu, engkau sendiri atau orang lain". Maka ketika itu, boleh wakil berwakil pula kepada orang lain untuk melaksanakan wakalah itu.
Wakil wajib melaksanakan wakalah menurut apa yang telah ditentukan oleh orang yang memberi wakil. Misalnya seorang berwakil kepadanya untuk mengahwinkan perempuan itu dengan si A, maka wajiblah kahwinkan perempuan itu dengan si A.
Kalau wakil itu mengahwinkan peempuan itu dengan si B, maka perkahwinan itu tidak sah.
Mengikut amalan di Malaysia, selalunya wakalah wali dibuat di hadapan Kadhi atau Pendaftar Perkahwinan dengan disaksikan oleh dua orang saksi.
Sebelum melakukan walkalah wali, adalah mustahak wali itu mengkaji latar belakang orang yang hendak menereima wakil itu.
Penutup
Demikianlah bidang kuasa wali adalah amat penting dalam perkahwinan kerana ia menentukan sah atau tidak sesuatu perkahwinan. Oleh itu, setiap ibu bapa dan pengantin perempuan sebelum melakukan sesuatu perkahwinan hendaklah meyemak dahulu siapa yang berhak menjadi wali mengikut tertib dan susunan wali. Sekiranya para ibu bapa dan penjaga tidak mengetahui tentang wali maka hendaklah merujuk kepada mana-mana Pejabat Kadhi, Imam atau orang alim untuk mendapat penjelasan.
Perihal Meminang
Perihal Meminang
Berkaitan dengan masalah kafa'ah yang telah kita bahas sebelumnya, ada baiknya kita sisipkan di sini tentang khitbah atau meminang.
Meminang wanita (khathabal mar'atu) untuk dinikahi dengan mengenal secara dekat (dapat melalui orang lain) agar lebih memahami bentuk, perilaku, peribadi dan bahkan kebiasaannya, tidak bererti identik dengan pacaran. Pacaran dapat dikatakan lebih menjurus kepada kemaksiatan secara mutlak, sedangkan khitbah tidak dilarang selama tidak melampaui garis batas tujuannya, iaitu benar-benar untuk dinikahi bukan sekadar untuk mencari kesenangan hati.
Ada ketentuan syar'i yang membatasi seorang lelaki untuk meminang wanita iaitu:
1. status wanita pinangan harus bebas dari halangan syara' sehingga (ia) tidak ada halangan untuk dinikahi.
2. tidak ada orang lain yang lebih dahulu meminangnya dengan pinangan yang diakui syari'ah, oleh karena itu hal ini perlu dipertanyakan dulu kepada walinya.
Melamar sampai terjadinya pertunangan merupakan proses perjanjian pra-nikah, jadi bukan merupakan suatu ikatan yang tidak dapat dilepaskan lagi, secara syari'ah memang pertunangan belum terhitung dalam pernikahan, karena sewaktu-waktu mereka boleh membatalkannya. Dengan pembatalan itu tidaklah diberikan sanksi syari'ah bagi yang membatalkannya, tetapi menurut etika, tindakan itu tidak pantas dilakukan oleh seorang yang beriman kecuali dengan alasan yang mendukung dan bisa diterima.
Mengenai perangkat barang-barang yang dikaitkan dengan pertunangan, jika dimaksudkan sebagai hadiah, maka pihak yang membatalkan tidak diperbolehkan menarik kembali. Tetapi jika yang membatalkan dari pihak wanita maka barang-barang yang pernah diberikan harus diperhitungkan kembali dan selanjutnya dikembalikan lagi (bisa ditebus atas perjanjian). Adapun apabila barang-barang itu dianggap sebagai bagian dari mas-kawin maka pihak lelaki dapat menarik kembali.
Rasulullah SAW mengingatkan:
"Orang yang terlanjur memberikan suatu barang atau memberikan suatu hibah, tidak halal menariknya kembali, kecuali seorang ayah yang menarik kembali barang yang diberikan kepada anaknya". (H.R. Tirmidzi, Nasa'i dan Abu Dawud dari Ibnu Abbas r.a.)
Berkaitan dengan masalah kafa'ah yang telah kita bahas sebelumnya, ada baiknya kita sisipkan di sini tentang khitbah atau meminang.
Meminang wanita (khathabal mar'atu) untuk dinikahi dengan mengenal secara dekat (dapat melalui orang lain) agar lebih memahami bentuk, perilaku, peribadi dan bahkan kebiasaannya, tidak bererti identik dengan pacaran. Pacaran dapat dikatakan lebih menjurus kepada kemaksiatan secara mutlak, sedangkan khitbah tidak dilarang selama tidak melampaui garis batas tujuannya, iaitu benar-benar untuk dinikahi bukan sekadar untuk mencari kesenangan hati.
Ada ketentuan syar'i yang membatasi seorang lelaki untuk meminang wanita iaitu:
1. status wanita pinangan harus bebas dari halangan syara' sehingga (ia) tidak ada halangan untuk dinikahi.
2. tidak ada orang lain yang lebih dahulu meminangnya dengan pinangan yang diakui syari'ah, oleh karena itu hal ini perlu dipertanyakan dulu kepada walinya.
Melamar sampai terjadinya pertunangan merupakan proses perjanjian pra-nikah, jadi bukan merupakan suatu ikatan yang tidak dapat dilepaskan lagi, secara syari'ah memang pertunangan belum terhitung dalam pernikahan, karena sewaktu-waktu mereka boleh membatalkannya. Dengan pembatalan itu tidaklah diberikan sanksi syari'ah bagi yang membatalkannya, tetapi menurut etika, tindakan itu tidak pantas dilakukan oleh seorang yang beriman kecuali dengan alasan yang mendukung dan bisa diterima.
Mengenai perangkat barang-barang yang dikaitkan dengan pertunangan, jika dimaksudkan sebagai hadiah, maka pihak yang membatalkan tidak diperbolehkan menarik kembali. Tetapi jika yang membatalkan dari pihak wanita maka barang-barang yang pernah diberikan harus diperhitungkan kembali dan selanjutnya dikembalikan lagi (bisa ditebus atas perjanjian). Adapun apabila barang-barang itu dianggap sebagai bagian dari mas-kawin maka pihak lelaki dapat menarik kembali.
Rasulullah SAW mengingatkan:
"Orang yang terlanjur memberikan suatu barang atau memberikan suatu hibah, tidak halal menariknya kembali, kecuali seorang ayah yang menarik kembali barang yang diberikan kepada anaknya". (H.R. Tirmidzi, Nasa'i dan Abu Dawud dari Ibnu Abbas r.a.)
Hikmah Diam pada Saat yang Tepat
Hikmah Diam pada Saat yang Tepat
10/18/2002
Dikisahkan bahwa ada seorang lelaki miskin yang mencari nafkahnya hanya dengan mengumpulkan kayu bakar lalu menjualnya di pasar. Hasil yang ia dapatkan hanya cukup untuk makan. Bahkan, kadang-kadang tak mencukupi kebutuhannya. Tetapi, ia terkenal sebagai orang yang sabar.
Pada suatu hari, seperti biasanya dia pergi ke hutan untuk mengumpulkan kayu bakar. Setelah cukup lama dia berhasil mengumpulkan sepikul besar kayu bakar. Ia lalu memikulnya di pundaknya sambil berjalan menuju pasar. Setibanya di pasar ternyata orang-orang sangat ramai dan agak berdesakan. Karena khawatir orang-orang akan terkena ujung kayu yang agak runcing, ia lalu berteriak, "Minggir... minggir! kayu bakar mau lewat!."
Orang-orang pada minggir memberinya jalan dan agar mereka tidak terkena ujung kayu. Sementara, ia terus berteriak mengingatkan orang. Tiba-tiba lewat seorang bangsawan kaya raya di hadapannya tanpa mempedulikan peringatannya. Kontan saja ia kaget sehingga tak sempat menghindarinya. Akibatnya, ujung kayu bakarnya itu tersangkut di baju bangsawan itu dan merobeknya. Bangsawan itu langsung marah-marah kepadanya, dan tak menghiraukan keadaan si penjual kayu bakar itu. Tak puas dengan itu, ia kemudian menyeret lelaki itu ke hadapan hakim. Ia ingin menuntut ganti rugi atas kerusakan bajunya.
Sesampainya di hadapan hakim, orang kaya itu lalu menceritakan kejadiannya serta maksud kedatangannya menghadap dengan si lelaki itu. Hakim itu lalu berkata, "Mungkin ia tidak sengaja." Bangsawan itu membantah. Sementara si lelaki itu diam saja seribu bahasa. Setelah mengajukan beberapa kemungkinan yang selalu dibantah oleh bangsawan itu, akhirnya hakim mengajukan pertanyaan kepada lelaki tukang kayu bakar itu. Namun, setiap kali hakim itu bertanya, ia tak menjawab sama sekali, ia tetap diam. Setelah beberapa pertanyaan yang tak dijawab berlalu, sang hakim akhirnya berkata pada bangsawan itu, "Mungkin orang ini bisu, sehingga dia tidak bisa memperingatkanmu ketika di pasar tadi."
Bangsawan itu agak geram mendengar perkataan hakim itu. Ia lalu berkata, "Tidak mungkin! Ia tidak bisu wahai hakim. Aku mendengarnya berteriak di pasar tadi. Tidak mungkin sekarang ia bisu!" dengan nada sedikit emosi. "Pokoknya saya tetap minta ganti," lanjutnya.
Dengan tenang sambil tersenyum, sang hakim berkata, "Kalau engkau mendengar teriakannya, mengapa engkau tidak minggir?" Jika ia sudah memperingatkan, berarti ia tidak bersalah. Anda yang kurang memperdulikan peringatannya."
Mendengar keputusan hakim itu, bangsawan itu hanya bisa diam dan bingung. Ia baru menyadari ucapannya ternyata menjadi bumerang baginya. Akhirnya ia pun pergi. Dan, lelaki tukang kayu bakar itu pun pergi. Ia selamat dari tuduhan dan tuntutan bangsawan itu dengan hanya diam.
10/18/2002
Dikisahkan bahwa ada seorang lelaki miskin yang mencari nafkahnya hanya dengan mengumpulkan kayu bakar lalu menjualnya di pasar. Hasil yang ia dapatkan hanya cukup untuk makan. Bahkan, kadang-kadang tak mencukupi kebutuhannya. Tetapi, ia terkenal sebagai orang yang sabar.
Pada suatu hari, seperti biasanya dia pergi ke hutan untuk mengumpulkan kayu bakar. Setelah cukup lama dia berhasil mengumpulkan sepikul besar kayu bakar. Ia lalu memikulnya di pundaknya sambil berjalan menuju pasar. Setibanya di pasar ternyata orang-orang sangat ramai dan agak berdesakan. Karena khawatir orang-orang akan terkena ujung kayu yang agak runcing, ia lalu berteriak, "Minggir... minggir! kayu bakar mau lewat!."
Orang-orang pada minggir memberinya jalan dan agar mereka tidak terkena ujung kayu. Sementara, ia terus berteriak mengingatkan orang. Tiba-tiba lewat seorang bangsawan kaya raya di hadapannya tanpa mempedulikan peringatannya. Kontan saja ia kaget sehingga tak sempat menghindarinya. Akibatnya, ujung kayu bakarnya itu tersangkut di baju bangsawan itu dan merobeknya. Bangsawan itu langsung marah-marah kepadanya, dan tak menghiraukan keadaan si penjual kayu bakar itu. Tak puas dengan itu, ia kemudian menyeret lelaki itu ke hadapan hakim. Ia ingin menuntut ganti rugi atas kerusakan bajunya.
Sesampainya di hadapan hakim, orang kaya itu lalu menceritakan kejadiannya serta maksud kedatangannya menghadap dengan si lelaki itu. Hakim itu lalu berkata, "Mungkin ia tidak sengaja." Bangsawan itu membantah. Sementara si lelaki itu diam saja seribu bahasa. Setelah mengajukan beberapa kemungkinan yang selalu dibantah oleh bangsawan itu, akhirnya hakim mengajukan pertanyaan kepada lelaki tukang kayu bakar itu. Namun, setiap kali hakim itu bertanya, ia tak menjawab sama sekali, ia tetap diam. Setelah beberapa pertanyaan yang tak dijawab berlalu, sang hakim akhirnya berkata pada bangsawan itu, "Mungkin orang ini bisu, sehingga dia tidak bisa memperingatkanmu ketika di pasar tadi."
Bangsawan itu agak geram mendengar perkataan hakim itu. Ia lalu berkata, "Tidak mungkin! Ia tidak bisu wahai hakim. Aku mendengarnya berteriak di pasar tadi. Tidak mungkin sekarang ia bisu!" dengan nada sedikit emosi. "Pokoknya saya tetap minta ganti," lanjutnya.
Dengan tenang sambil tersenyum, sang hakim berkata, "Kalau engkau mendengar teriakannya, mengapa engkau tidak minggir?" Jika ia sudah memperingatkan, berarti ia tidak bersalah. Anda yang kurang memperdulikan peringatannya."
Mendengar keputusan hakim itu, bangsawan itu hanya bisa diam dan bingung. Ia baru menyadari ucapannya ternyata menjadi bumerang baginya. Akhirnya ia pun pergi. Dan, lelaki tukang kayu bakar itu pun pergi. Ia selamat dari tuduhan dan tuntutan bangsawan itu dengan hanya diam.
Kalam Asy-Syaikh Al-Arif Billah Umar bin Hamid Al-Yamani
Kalam Asy-Syaikh Al-Arif Billah Umar bin Hamid Al-Yamani
Ketahuilah bahwa sesungguhnya pada zaman ini telah bercampaur-baur
antara kesehatan dan penyakit, kebenaran dan kebohongan. Semua orang
melakukan suatu pekerjaan berdasarkan pendapatnya sendiri dan meninggalkan
perintah Tuhannya. Dia menampakkan amalnya di hadapan manusia, sedangkan
manusia menyangka bahwa batin orang itu bersama Tuhannya. Rasa takut
kalau dirinya jatuh di hadapan manusia lebih besar daripada di hadapan
Allah Azza wa Jalla.
Maka terimalah orang semacam ini, tetapi janganlah engkau memberikan
komentar apapun tentang masalah agama. Jika mereka menanyakan padamu
sesuatu, maka jawablah dengan haq (benar). Jika mereka tidak menanyakan
apa-apa padamu, anggaplah engkau mendapat keselamatan.
Hati-hatilah terhadap mereka. Janganlah engkau mendengarkan
perkataannya, karena mereka termasuk golongan ghurur, bahkan tersihir dan tamak
dalam mengumpulkan harta dunia, bukannya orang yang mencari keutamaan
akhirat. Mereka merasa sedih apabila kehilangan dunianya, tetapi tidak
perduli kalau yang hilang adalah akhiratnya. Hati mereka telah tersihir
oleh cinta dunia dan telah dipenuhi oleh perasaan gundah dan tidak ada
tempat di hati mereka untuk bisa dimasuki ilmu agama. Mereka menganggap
bodoh orang-orang yang menginfaqkan hartanya dan tidak mau tahu terhadap
orang yang zuhud terhadap dunia. Kalau mereka melihat kebenaran
seterang matahari, mereka tetap tidak akan terima. Jika engkau sampaikan pada
mereka tentang ilmu para salaf dan kholaf, mereka akan cepat-cepat
menyingkir darimu dan tidak akan masuk sama sekali ilmu tersebut.
Sungguh banyak pada zaman ini tipuan dan dosa-dosa, dan Allah
satu-satunya tempat memohon pertolongan. Khususnya bagi yang bernasab pada
sholihin telah condong pada pengaruh dunia, seolah-olah para ulama pada
zaman ini tertidur, orang-orang yang tertipu dalam keadaan tenggelam dan
orang awam sudah pada mati.
[Kitab Tafrih Al-Quluub wa Tafriij Al-Kuruub, Al-Habib Al-Qutb Umar bin
Saqqaf Assaqqaf]
Source : Ustadz Jindan
Ketahuilah bahwa sesungguhnya pada zaman ini telah bercampaur-baur
antara kesehatan dan penyakit, kebenaran dan kebohongan. Semua orang
melakukan suatu pekerjaan berdasarkan pendapatnya sendiri dan meninggalkan
perintah Tuhannya. Dia menampakkan amalnya di hadapan manusia, sedangkan
manusia menyangka bahwa batin orang itu bersama Tuhannya. Rasa takut
kalau dirinya jatuh di hadapan manusia lebih besar daripada di hadapan
Allah Azza wa Jalla.
Maka terimalah orang semacam ini, tetapi janganlah engkau memberikan
komentar apapun tentang masalah agama. Jika mereka menanyakan padamu
sesuatu, maka jawablah dengan haq (benar). Jika mereka tidak menanyakan
apa-apa padamu, anggaplah engkau mendapat keselamatan.
Hati-hatilah terhadap mereka. Janganlah engkau mendengarkan
perkataannya, karena mereka termasuk golongan ghurur, bahkan tersihir dan tamak
dalam mengumpulkan harta dunia, bukannya orang yang mencari keutamaan
akhirat. Mereka merasa sedih apabila kehilangan dunianya, tetapi tidak
perduli kalau yang hilang adalah akhiratnya. Hati mereka telah tersihir
oleh cinta dunia dan telah dipenuhi oleh perasaan gundah dan tidak ada
tempat di hati mereka untuk bisa dimasuki ilmu agama. Mereka menganggap
bodoh orang-orang yang menginfaqkan hartanya dan tidak mau tahu terhadap
orang yang zuhud terhadap dunia. Kalau mereka melihat kebenaran
seterang matahari, mereka tetap tidak akan terima. Jika engkau sampaikan pada
mereka tentang ilmu para salaf dan kholaf, mereka akan cepat-cepat
menyingkir darimu dan tidak akan masuk sama sekali ilmu tersebut.
Sungguh banyak pada zaman ini tipuan dan dosa-dosa, dan Allah
satu-satunya tempat memohon pertolongan. Khususnya bagi yang bernasab pada
sholihin telah condong pada pengaruh dunia, seolah-olah para ulama pada
zaman ini tertidur, orang-orang yang tertipu dalam keadaan tenggelam dan
orang awam sudah pada mati.
[Kitab Tafrih Al-Quluub wa Tafriij Al-Kuruub, Al-Habib Al-Qutb Umar bin
Saqqaf Assaqqaf]
Source : Ustadz Jindan
Pengemis Yahudi dan Rasulullah s.a.w.
Pengemis Yahudi dan Rasulullah s.a.w.
Ada sebuah contoh yang patut diteladani dari sikap RasuluLlah SAW. Firman Allah:laqad ka-na lakum fi- rasu-liLla-hi uswatun hasanatu limang ka-na yarjuLla-ha wal yawmal a-khira dzakaraLla-ha katsiyran (s. al ahza-b),
artinya: Sesungguhnya telah ada dalam (diri) Rasulullah itu teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan menyebut Allah banyak-banyak (33:21).
Di sudut pasar Madinah seorang pengemis Yahudi buta hari demi hari apabila ada orang yang mendekatinya ia selalu berkata "Wahai saudaraku jangan dekati Muhammad, dia itu orang gila, dia itu pembohong, dia itu tukang sihir, apabila kalian mendekatinya kalian akandipengaruhinya".
Namun setiap pagi Rasulullah SAW mendatanginya dengan membawa makanan, dan tanpa berkata sepatah kata pun Rasulullah SAW menyuapi makanan yang dibawanya kepada pengemis itu walaupun pengemis itu selalu berpesan agar tidak mendekati orang yang bernama Muhammad. Rasulullah SAW melakukannya hingga menjelang Rasulullah SAW wafat.
Setelah kewafatan Rasulullah tidak ada lagi orang yang membawakan makanan setiap pagi kepada pengemis Yahudi buta itu.Suatu hari Abu Bakar R.A. berkunjung ke rumah anaknya St 'Aisyah R.ha.Beliau bertanya kepada anaknya, "Anakku adakah sunnah kekasihku (Muhammad) yang belum aku kerjakan?". St 'Aisyah R.ha menjawab pertanyaan ayahnya, "Wahai Ayah, engkau adalah seorang ahli sunnah hampir tidak ada satu sunnah pun yang belum ayah lakukan kecuali satu sunnah saja". "Apakah Itu?", tanya Abu Bakar R.A. "Setiap pagi Rasulullah SAW selalu pergi ke ujung pasar dengan membawakan makanan untuk seorang pengemis Yahudi buta yang berada di sana", kata St 'Aisyah R.H.
Keesokan harinya Abu Bakar R.A. pergi ke pasar dengan membawa makanan untuk diberikannya kepada pengemis itu. Abu Bakar R.A. mendatangi pengemis itu dan memberikan makanan itu kepadanya.Ketika Abu Bakar R.A. mulai menyuapinya, si pengemis marah sambil berteriak,"siapakah kamu?". Abu Bakar R.A menjawab, "Aku orang yang biasa". "Bukan!, engkau bukan orang yang biasa mendatangiku", jawab si pengemis buta itu, "Apabila ia datang kepadaku tidak susah tangan ini memegang dan tidak susah mulut ini mengunyah. Orang yang biasa mendatangiku itu selalu menyuapiku dengan lembut", pengemis itu melanjutkan perkataannya. Abu
Bakar R.A. tidak dapat menahan air matanya, ia menangis sambil berkata kepada pengemis itu, "Aku memang bukan orang yang biasa datang padamu, aku adalah salah seorang dari sahabatnya, orang yang mulia itu telah tiada. Ia adalah Muhammad Rasulullah SAW." Setelah pengemis itu mendengar cerita Abu Bakar R.A. ia pun ikut menangis, kemudian berkata, "Benarkah demikian?, selama ini aku selalu menghinanya, memfitnahnya, ia tidak pernah memarahiku sedikitpun, ia mendatangiku dengan membawa makanan setiap pagi, ia begitu mulia..." Pengemis Yahudi buta tersebut akhirnya bersyahadat dihadapan Abu Bakar R.A.
WaLlahu a'lamu bishshawab.
Ada sebuah contoh yang patut diteladani dari sikap RasuluLlah SAW. Firman Allah:laqad ka-na lakum fi- rasu-liLla-hi uswatun hasanatu limang ka-na yarjuLla-ha wal yawmal a-khira dzakaraLla-ha katsiyran (s. al ahza-b),
artinya: Sesungguhnya telah ada dalam (diri) Rasulullah itu teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan menyebut Allah banyak-banyak (33:21).
Di sudut pasar Madinah seorang pengemis Yahudi buta hari demi hari apabila ada orang yang mendekatinya ia selalu berkata "Wahai saudaraku jangan dekati Muhammad, dia itu orang gila, dia itu pembohong, dia itu tukang sihir, apabila kalian mendekatinya kalian akandipengaruhinya".
Namun setiap pagi Rasulullah SAW mendatanginya dengan membawa makanan, dan tanpa berkata sepatah kata pun Rasulullah SAW menyuapi makanan yang dibawanya kepada pengemis itu walaupun pengemis itu selalu berpesan agar tidak mendekati orang yang bernama Muhammad. Rasulullah SAW melakukannya hingga menjelang Rasulullah SAW wafat.
Setelah kewafatan Rasulullah tidak ada lagi orang yang membawakan makanan setiap pagi kepada pengemis Yahudi buta itu.Suatu hari Abu Bakar R.A. berkunjung ke rumah anaknya St 'Aisyah R.ha.Beliau bertanya kepada anaknya, "Anakku adakah sunnah kekasihku (Muhammad) yang belum aku kerjakan?". St 'Aisyah R.ha menjawab pertanyaan ayahnya, "Wahai Ayah, engkau adalah seorang ahli sunnah hampir tidak ada satu sunnah pun yang belum ayah lakukan kecuali satu sunnah saja". "Apakah Itu?", tanya Abu Bakar R.A. "Setiap pagi Rasulullah SAW selalu pergi ke ujung pasar dengan membawakan makanan untuk seorang pengemis Yahudi buta yang berada di sana", kata St 'Aisyah R.H.
Keesokan harinya Abu Bakar R.A. pergi ke pasar dengan membawa makanan untuk diberikannya kepada pengemis itu. Abu Bakar R.A. mendatangi pengemis itu dan memberikan makanan itu kepadanya.Ketika Abu Bakar R.A. mulai menyuapinya, si pengemis marah sambil berteriak,"siapakah kamu?". Abu Bakar R.A menjawab, "Aku orang yang biasa". "Bukan!, engkau bukan orang yang biasa mendatangiku", jawab si pengemis buta itu, "Apabila ia datang kepadaku tidak susah tangan ini memegang dan tidak susah mulut ini mengunyah. Orang yang biasa mendatangiku itu selalu menyuapiku dengan lembut", pengemis itu melanjutkan perkataannya. Abu
Bakar R.A. tidak dapat menahan air matanya, ia menangis sambil berkata kepada pengemis itu, "Aku memang bukan orang yang biasa datang padamu, aku adalah salah seorang dari sahabatnya, orang yang mulia itu telah tiada. Ia adalah Muhammad Rasulullah SAW." Setelah pengemis itu mendengar cerita Abu Bakar R.A. ia pun ikut menangis, kemudian berkata, "Benarkah demikian?, selama ini aku selalu menghinanya, memfitnahnya, ia tidak pernah memarahiku sedikitpun, ia mendatangiku dengan membawa makanan setiap pagi, ia begitu mulia..." Pengemis Yahudi buta tersebut akhirnya bersyahadat dihadapan Abu Bakar R.A.
WaLlahu a'lamu bishshawab.
Ayat Suci dalam Kromosom Manusia
Ayat Suci dalam Kromosom Manusia
dikutip dari milis ahad-net
Seorang ilmuwan yang penemuannya sehebat Gallileo, Newton dan
Einstein yang berhasil membuktikan tentang keterkaitan antara Alquran
dan rancang struktur tubuh manusia adalah Dr. Ahmad Khan. Dia adalah
lulusan Summa Cumlaude dari Duke University. Walaupun ia ilmuwan muda
yang tengah menanjak, terlihat cintanya hanya untuk Allah dan untuk
penelitian genetiknya. Ruang kerjanya yang dihiasi kaligrafi, kertas-
kertas penghargaan, tumpukan buku-buku kumal dan kitab suci yang
sering dibukanya, menunjukkan bahwa ia merupakan kombinasi dari
ilmuwan dan pecinta kitab suci.
Salah satu penemuannya yang menggemparkan dunia ilmu pengetahuan
adalah ditemukannya informasi lain selain konstruksi Polipeptida yang
dibangun dari kodon DNA. Ayat pertama yang mendorong penelitiannya
adalah Surat "Fussilat" ayat 53 yang juga dikuatkan dengan hasil-
hasil penemuan Profesor Keith Moore ahli embriologi dari Kanada.
Penemuannya tersebut diilhami ketika Khatib pada waktu salat Jumat
membacakan salah satu ayat yang ada kaitannya dengan ilmu biologi.
Bunyi ayat tersebut adalah sebagai berikut: "...Sanuriihim ayatinaa
filafaaqi wa fi anfusihim hatta yatabayyana lahum annahu ul-haqq..."
Yang artinya; Kemudian akan Kami tunjukkan tanda-tanda kekuasaan kami
pada alam dan dalam diri mereka, sampai jelas bagi mereka bahwa ini
adalah kebenaran".
Hipotesis awal yang diajukan Dr. Ahmad Khan adalah kata "ayatinaa"
yang memiliki makna "Ayat Allah", dijelaskan oleh Allah bahwa tanda-
tanda kekuasaanNya ada juga dalam diri manusia. Menurut Ahmad Khan
ayat-ayat Allah ada juga dalam DNA (Deoxy Nucleotida Acid) manusia.
Selanjutnya ia beranggapan bahwa ada kemungkinan ayat Alquran
merupakan bagian dari gen manusia. Dalam dunia biologi dan genetika
dikenal banyaknya DNA yang hadir tanpa memproduksi protein sama
sekali. Area tanpa produksi ini disebut Junk DNA atau DNA sampah.
Kenyataannya DNA tersebut menurut Ahmad Khan jauh sekali dari makna
sampah. Menurut hasil hasil risetnya, Junk DNA tersebut merupakan
untaian firman-firman Allah sebagai pencipta serta sebagai tanda
kebesaran Allah bagi kaum yang berpikir. Sebagaimana disindir oleh
Allah; Afala tafakaruun (apakah kalian tidak mau bertafakur atau
menggunakan akal pikiran?).
Setelah bekerjasama dengan adiknya yang bernama Imran, seorang yang
ahli dalam analisis sistem, laboratorium genetiknya mendapatkan
proyek dari pemerintah. Proyek tersebut awalnya ditujukan untuk
meneliti gen kecerdasan pada manusia. Dengan kerja kerasnya Ahmad
Khan berupaya untuk menemukan huruf Arab yang mungkin dibentuk dari
rantai Kodon pada cromosome manusia. Sampai kombinasi tersebut
menghasilkan ayat-ayat Alquran. Akhirnya pada tanggal 2 Januari tahun
1999 pukul 2 pagi, ia menemukan ayat yang pertama "Bismillah ir
Rahman ir Rahiim. Iqra bismirrabbika ladzi Khalq"; "bacalah dengan
nama Tuhanmu yang menciptakan". Ayat tersebut adalah awal dari surat
Al-A'laq yang merupakan surat pertama yang diturunkan Allah kepada
Nabi Muhammad di Gua Hira. Anehnya setelah penemuan ayat pertama
tersebut ayat lain muncul satu persatu secara cepat. Sampai sekarang
ia telah berhasil menemukan 1/10 ayat Alquran.
Dalam wawancara yang dikutip "Ummi" edisi 6/X/99, Ahmad Khan
menyatakan: "Saya yakin penemuan ini luar biasa, dan saya
mempertaruhkan karier saya untuk ini. Saya membicarakan penemuan saya
dengan dua rekan saya; Clive dan Martin seorang ahli genetika yang
selama ini sinis terhadap Islam. Saya menyurati dua ilmuwan lain yang
selama ini selalu alergi terhadap Islam yaitu Dan Larhammar dari
Uppsala University Swedia dan Aris Dreisman dari Universitas Berlin.
Ahmad Khan kemudian menghimpun penemuan-penemuannya dalam beberapa
lembar kertas yang banyak memuat kode-kode genetika rantai kodon pada
cromosome manusia yaitu; T, C, G, dan A masing-masing kode Nucleotida
akan menghasilkan huruf Arab yang apabila dirangkai akan menjadi
firman Allah yang sangat mengagumkan.
Di akhir wawancaranya Dr. Ahmad Khan berpesan "Semoga penerbitan buku
saya "Alquran dan Genetik", semakin menyadarkan umat Islam, bahwa
Islam adalah jalan hidup yang lengkap. Kita tidak bisa lagi
memisahkan agama dari ilmu politik, pendidikan atau seni. Semoga non
muslim menyadari bahwa tidak ada gunanya mempertentangkan ilmu
dengan agama. Demikian juga dengan ilmu-ilmu keperawatan. Penulis
berharap akan datang suatu generasi yang mendalami prinsip-prinsip
ilmu keperawatan yang digali dari agama Islam. Hal ini dapat dimulai
dari niat baik para pemegang kebijakan (decission maker) yang
beragama Islam baik di institusi pendidikan atau pada level
pemerintah. Memfasilitasi serta memberi dukungan secara moral dan
finansial.
====
Terbukanya tabir hati ahli Farmakologi Thailand
Profesor Tajaten Tahasen, Dekan Fakultas Farmasi Universitas Chiang
Mai Thailand, baru-baru ini menyatakan diri masuk Islam saat membaca
makalah Profesor Keith Moore dari Amerika. Keith Moore adalah ahli
Embriologi terkemuka dari Kanada yang mengutip surat An-Nisa ayat 56
yang menjelaskan bahwa luka bakar yang cukup dalam tidak menimbulkan
sakit karena ujung-ujung syaraf sensorik sudah hilang. Setelah pulang
ke Thailand Tajaten menjelaskan penemuannya kepada mahasiswanya,
akhirnya mahasiswanya sebanyak 5 orang menyatakan diri masuk Islam.
Bunyi dari surat An-Nisa tersebut antara lain sebagai berkut;
"Sesungguhnya orang-orang kafir terhadap ayat-ayat kami,
kelak akan kami masukkan mereka ke dalam neraka, setiap kali kulit
mereka terbakar hangus, kami ganti kulit mereka dengan kulit yang
lain agar mereka merasakan pedihnya azab. Sesungguhnya Allah Maha
Perkasa lagi Maha Bijaksana."
Ditinjau secara anatomi lapisan kulit kita terdiri atas 3 lapisan
global yaitu; Epidermis, Dermis, dan Sub Cutis. Pada lapisan Sub
Cutis banyak mengandung ujung-ujung pembuluh darah dan syaraf. Pada
saat terjadi Combustio grade III (luka bakar yang telah menembus sub
cutis) salah satu tandanya yaitu hilangnya rasa nyeri dari pasien.
Hal ini disebabkan karena sudah tidak berfungsinya ujung-ujung
serabut syaraf afferent dan efferent yang mengatur sensasi persefsi.
Itulah sebabnya Allah menumbuhkan kembali kulit yang rusak pada saat
ia menyiksa hambaNya yang kafir supaya hambaNya tersebut dapat
merasakan pedihnya azab Allah tersebut. Mahabesar Allah yang telah
menyisipkan firman-firmannya dan informasi sebagian kebesaranNya
lewat sel tubuh, kromosom, pembuluh darah, pembuluh syaraf dsb.
Rabbana makhalqta hada batila, Ya...Allah tidak ada sedikit pun yang
engkau ciptakan itu sia-sia.
===
Dari bahtera menuju Islam
Seorang pakar kelautan menyatakan betapa terpesonanya ia kepada
Alquran yang telah memberikan jawaban dari pencariannya selama ini.
Prof. Jackues Yves Costeau seorang oceanografer, yang sering muncul
di televisi pada acara Discovey, ketika sedang menyelam menemukan
beberapa mata air tawar di tengah kedalaman lautan. Mata air tersebut
berbeda kadar kimia, warna dan rasanya serta tidak bercampur dengan
air laut yang lainnya. Bertahun-tahun ia berusaha mengadakan
penelitian dan mencari jawaban misteri tersebut. Sampai suatu hari
bertemu dengan seorang profesor muslim, kemudian ia menjelaskan
tentang ayat Alquran Surat Ar-Rahman ayat 19-20 dan surat Al-Furqon
ayat 53. Awalnya ayat itu ditafsirkan muara sungai tetapi pada muara
sungai ternyata tidak ditemukan mutiara. Terpesonalah Mr. Costeau
sampai ia masuk Islam. Kutipan ayat tersebut antara lain sebagai
berikut:
Dan Dialah yang membiarkan dua laut mengalir (berdampingan, yang ini
tawar lagi segar dan yang lain asin lagi pahit; dan Dia jadikan antar-
keduanya dinding dan batas yang menghalang (QS Al-Furqon: 53).
Berdasarkan contoh kasus di atas, dapat memberikan gambaran pada kita
bahwa ayat suci Alquran mampu menjelaskan fenomena Cromosome,
Anatomi, Oceanografi, Keperawatan dan antariksa (baca "Jurnal
Keperawatan Unpad" edisi 4, hal 64-70). Sebenarnya masih banyak ayat-
ayat Alquran yang menerangkan fenomena evolution and genetic seperti
QS As-Sajdah 4, QS al-A'raf 53, QS Yusuf 3, QS Hud 7, tetapi karena
keterbatasan ruangan pada kolom ini, serta dengan segala keterbatasan
ilmu dan pengetahuan yang dimiliki penulis, maka kepada Allah jualah
hendaknya kita berharap dan hanya Allah-lah yang Mahaluas dan
Mahatinggi ilmunya. Wallahu a'lam.**
dikutip dari milis ahad-net
Seorang ilmuwan yang penemuannya sehebat Gallileo, Newton dan
Einstein yang berhasil membuktikan tentang keterkaitan antara Alquran
dan rancang struktur tubuh manusia adalah Dr. Ahmad Khan. Dia adalah
lulusan Summa Cumlaude dari Duke University. Walaupun ia ilmuwan muda
yang tengah menanjak, terlihat cintanya hanya untuk Allah dan untuk
penelitian genetiknya. Ruang kerjanya yang dihiasi kaligrafi, kertas-
kertas penghargaan, tumpukan buku-buku kumal dan kitab suci yang
sering dibukanya, menunjukkan bahwa ia merupakan kombinasi dari
ilmuwan dan pecinta kitab suci.
Salah satu penemuannya yang menggemparkan dunia ilmu pengetahuan
adalah ditemukannya informasi lain selain konstruksi Polipeptida yang
dibangun dari kodon DNA. Ayat pertama yang mendorong penelitiannya
adalah Surat "Fussilat" ayat 53 yang juga dikuatkan dengan hasil-
hasil penemuan Profesor Keith Moore ahli embriologi dari Kanada.
Penemuannya tersebut diilhami ketika Khatib pada waktu salat Jumat
membacakan salah satu ayat yang ada kaitannya dengan ilmu biologi.
Bunyi ayat tersebut adalah sebagai berikut: "...Sanuriihim ayatinaa
filafaaqi wa fi anfusihim hatta yatabayyana lahum annahu ul-haqq..."
Yang artinya; Kemudian akan Kami tunjukkan tanda-tanda kekuasaan kami
pada alam dan dalam diri mereka, sampai jelas bagi mereka bahwa ini
adalah kebenaran".
Hipotesis awal yang diajukan Dr. Ahmad Khan adalah kata "ayatinaa"
yang memiliki makna "Ayat Allah", dijelaskan oleh Allah bahwa tanda-
tanda kekuasaanNya ada juga dalam diri manusia. Menurut Ahmad Khan
ayat-ayat Allah ada juga dalam DNA (Deoxy Nucleotida Acid) manusia.
Selanjutnya ia beranggapan bahwa ada kemungkinan ayat Alquran
merupakan bagian dari gen manusia. Dalam dunia biologi dan genetika
dikenal banyaknya DNA yang hadir tanpa memproduksi protein sama
sekali. Area tanpa produksi ini disebut Junk DNA atau DNA sampah.
Kenyataannya DNA tersebut menurut Ahmad Khan jauh sekali dari makna
sampah. Menurut hasil hasil risetnya, Junk DNA tersebut merupakan
untaian firman-firman Allah sebagai pencipta serta sebagai tanda
kebesaran Allah bagi kaum yang berpikir. Sebagaimana disindir oleh
Allah; Afala tafakaruun (apakah kalian tidak mau bertafakur atau
menggunakan akal pikiran?).
Setelah bekerjasama dengan adiknya yang bernama Imran, seorang yang
ahli dalam analisis sistem, laboratorium genetiknya mendapatkan
proyek dari pemerintah. Proyek tersebut awalnya ditujukan untuk
meneliti gen kecerdasan pada manusia. Dengan kerja kerasnya Ahmad
Khan berupaya untuk menemukan huruf Arab yang mungkin dibentuk dari
rantai Kodon pada cromosome manusia. Sampai kombinasi tersebut
menghasilkan ayat-ayat Alquran. Akhirnya pada tanggal 2 Januari tahun
1999 pukul 2 pagi, ia menemukan ayat yang pertama "Bismillah ir
Rahman ir Rahiim. Iqra bismirrabbika ladzi Khalq"; "bacalah dengan
nama Tuhanmu yang menciptakan". Ayat tersebut adalah awal dari surat
Al-A'laq yang merupakan surat pertama yang diturunkan Allah kepada
Nabi Muhammad di Gua Hira. Anehnya setelah penemuan ayat pertama
tersebut ayat lain muncul satu persatu secara cepat. Sampai sekarang
ia telah berhasil menemukan 1/10 ayat Alquran.
Dalam wawancara yang dikutip "Ummi" edisi 6/X/99, Ahmad Khan
menyatakan: "Saya yakin penemuan ini luar biasa, dan saya
mempertaruhkan karier saya untuk ini. Saya membicarakan penemuan saya
dengan dua rekan saya; Clive dan Martin seorang ahli genetika yang
selama ini sinis terhadap Islam. Saya menyurati dua ilmuwan lain yang
selama ini selalu alergi terhadap Islam yaitu Dan Larhammar dari
Uppsala University Swedia dan Aris Dreisman dari Universitas Berlin.
Ahmad Khan kemudian menghimpun penemuan-penemuannya dalam beberapa
lembar kertas yang banyak memuat kode-kode genetika rantai kodon pada
cromosome manusia yaitu; T, C, G, dan A masing-masing kode Nucleotida
akan menghasilkan huruf Arab yang apabila dirangkai akan menjadi
firman Allah yang sangat mengagumkan.
Di akhir wawancaranya Dr. Ahmad Khan berpesan "Semoga penerbitan buku
saya "Alquran dan Genetik", semakin menyadarkan umat Islam, bahwa
Islam adalah jalan hidup yang lengkap. Kita tidak bisa lagi
memisahkan agama dari ilmu politik, pendidikan atau seni. Semoga non
muslim menyadari bahwa tidak ada gunanya mempertentangkan ilmu
dengan agama. Demikian juga dengan ilmu-ilmu keperawatan. Penulis
berharap akan datang suatu generasi yang mendalami prinsip-prinsip
ilmu keperawatan yang digali dari agama Islam. Hal ini dapat dimulai
dari niat baik para pemegang kebijakan (decission maker) yang
beragama Islam baik di institusi pendidikan atau pada level
pemerintah. Memfasilitasi serta memberi dukungan secara moral dan
finansial.
====
Terbukanya tabir hati ahli Farmakologi Thailand
Profesor Tajaten Tahasen, Dekan Fakultas Farmasi Universitas Chiang
Mai Thailand, baru-baru ini menyatakan diri masuk Islam saat membaca
makalah Profesor Keith Moore dari Amerika. Keith Moore adalah ahli
Embriologi terkemuka dari Kanada yang mengutip surat An-Nisa ayat 56
yang menjelaskan bahwa luka bakar yang cukup dalam tidak menimbulkan
sakit karena ujung-ujung syaraf sensorik sudah hilang. Setelah pulang
ke Thailand Tajaten menjelaskan penemuannya kepada mahasiswanya,
akhirnya mahasiswanya sebanyak 5 orang menyatakan diri masuk Islam.
Bunyi dari surat An-Nisa tersebut antara lain sebagai berkut;
"Sesungguhnya orang-orang kafir terhadap ayat-ayat kami,
kelak akan kami masukkan mereka ke dalam neraka, setiap kali kulit
mereka terbakar hangus, kami ganti kulit mereka dengan kulit yang
lain agar mereka merasakan pedihnya azab. Sesungguhnya Allah Maha
Perkasa lagi Maha Bijaksana."
Ditinjau secara anatomi lapisan kulit kita terdiri atas 3 lapisan
global yaitu; Epidermis, Dermis, dan Sub Cutis. Pada lapisan Sub
Cutis banyak mengandung ujung-ujung pembuluh darah dan syaraf. Pada
saat terjadi Combustio grade III (luka bakar yang telah menembus sub
cutis) salah satu tandanya yaitu hilangnya rasa nyeri dari pasien.
Hal ini disebabkan karena sudah tidak berfungsinya ujung-ujung
serabut syaraf afferent dan efferent yang mengatur sensasi persefsi.
Itulah sebabnya Allah menumbuhkan kembali kulit yang rusak pada saat
ia menyiksa hambaNya yang kafir supaya hambaNya tersebut dapat
merasakan pedihnya azab Allah tersebut. Mahabesar Allah yang telah
menyisipkan firman-firmannya dan informasi sebagian kebesaranNya
lewat sel tubuh, kromosom, pembuluh darah, pembuluh syaraf dsb.
Rabbana makhalqta hada batila, Ya...Allah tidak ada sedikit pun yang
engkau ciptakan itu sia-sia.
===
Dari bahtera menuju Islam
Seorang pakar kelautan menyatakan betapa terpesonanya ia kepada
Alquran yang telah memberikan jawaban dari pencariannya selama ini.
Prof. Jackues Yves Costeau seorang oceanografer, yang sering muncul
di televisi pada acara Discovey, ketika sedang menyelam menemukan
beberapa mata air tawar di tengah kedalaman lautan. Mata air tersebut
berbeda kadar kimia, warna dan rasanya serta tidak bercampur dengan
air laut yang lainnya. Bertahun-tahun ia berusaha mengadakan
penelitian dan mencari jawaban misteri tersebut. Sampai suatu hari
bertemu dengan seorang profesor muslim, kemudian ia menjelaskan
tentang ayat Alquran Surat Ar-Rahman ayat 19-20 dan surat Al-Furqon
ayat 53. Awalnya ayat itu ditafsirkan muara sungai tetapi pada muara
sungai ternyata tidak ditemukan mutiara. Terpesonalah Mr. Costeau
sampai ia masuk Islam. Kutipan ayat tersebut antara lain sebagai
berikut:
Dan Dialah yang membiarkan dua laut mengalir (berdampingan, yang ini
tawar lagi segar dan yang lain asin lagi pahit; dan Dia jadikan antar-
keduanya dinding dan batas yang menghalang (QS Al-Furqon: 53).
Berdasarkan contoh kasus di atas, dapat memberikan gambaran pada kita
bahwa ayat suci Alquran mampu menjelaskan fenomena Cromosome,
Anatomi, Oceanografi, Keperawatan dan antariksa (baca "Jurnal
Keperawatan Unpad" edisi 4, hal 64-70). Sebenarnya masih banyak ayat-
ayat Alquran yang menerangkan fenomena evolution and genetic seperti
QS As-Sajdah 4, QS al-A'raf 53, QS Yusuf 3, QS Hud 7, tetapi karena
keterbatasan ruangan pada kolom ini, serta dengan segala keterbatasan
ilmu dan pengetahuan yang dimiliki penulis, maka kepada Allah jualah
hendaknya kita berharap dan hanya Allah-lah yang Mahaluas dan
Mahatinggi ilmunya. Wallahu a'lam.**
MENYINGKAP HIKMAH DIBALIK TIRAI KELAHIRAN BAYI
MENYINGKAP HIKMAH DIBALIK TIRAI KELAHIRAN BAYI
Segala peristiwa selalu mengandung hikmah. Mengapa ? Karena Alloh Yang Maha Menggenggam setiap kejadian, tidak akan pernah sekalipun menakdirkan setiap kejadian yang terjadi sia-sia, kecuali untuk dijadikan pelajaran.
Dalam hal ini Alloh SWT berfirman,
"Alloh memberikan hikmah kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya. Dan barang siapa yang diberi hikmah, sungguh telah diberi kebajikan yang banyak. Dan tak ada yang dapat mengambil pelajaran kecuali orang-orang yang berakal" (Q.S. 2 : 269).
Keyakinan yang kuat akan hal tersebut insya Alloh mampu meningkatkan tekad kita untuk belajar dari siapapun, kapanpun dan dimanapun. Termasuk peristiwa kelahiran seorang jabang bayi ke alam dunia dari rahim seorang ibu.
Lahirnya seorang bayi ke dunia, dapat diibaratkan hikmah di dalam kamar yang tertutup tirai. Pengen tau apa saja hikmah dibalik 'kamar' tersebut ? Marilah kita bersama-sama membuka tirai tersebut !
Persaingan
" Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur yang Kami hendak mengujinya (dengan perintah dan larangan), karena itu Kami jadikan dia mendengar dan melihat" (Q.S. 76:2)
Awal proses kejadian seorang manusia terjadi di dalam rahim sang ibu.Yakni ketika satu sel spermatozoa berhasil membuahi sel telur. Menurut ilmu biologi, sel spermatozoa yang menyerbu sel telur itu berjumlah jutaan, namun yang membuahinya hanya satu, tidak kurang tidak lebih. Itulah kita ! Kita tercipta berasal dari 'bibit' (sel) yang paling unggul. Padahal tentu saja Alloh tidak bermaksud sia-sia menciptakan berjuta-juta sel spermatozoa kalau hanya untuk tidak memberikan manfaat.
Hikmahnya adalah permulaan kehidupan kita di dunia diawali oleh persaingan. Artinya bekal pertama kita adalah potensi bersaing. Potensi inilah yang akan digunakan untuk mengarungi kehidupan ini. Begitulah, dalam kehidupan ini persaingan memang harus terjadi dan hanya yang paling unggullah yang akan keluar jadi pemenang. Jadi tidak pada tempatnya jikalau ada manusia yang takut persaingan sehingga putus asa dan tidak optimis dalam menerjang badai kehidupan. Karena pada hakekatnya persaingan dan menjadi yang terbaik adalah fitrah manusia. Kesimpulannya hidup di dunia dapat dibaratkan sebuah perlombaan yang penuh persaingan. Bersaing dalam hal apa ? Ingatlah akan firman Alloh Azza wa'Zalla dalam surat Al baqarah ayat 148, " .. maka berlomba-lombalah kamu dalam berbuat kebaikan".
Jaminan Rejeki
Setelah sel telur dibuahi, maka mulai tumbuhlah organ tubuh manusia. Dan pada usia janin tiga bulan, Alloh meniupkan roh. Organ tubuh yang mulai terbentuk belum dapat digunakan untuk mencari rejeki. Meski demikian bayi dapat bertahan hidup (bernafas dan makan) dikarenakan adanya tali ari.
Ini adalah sebuah pelajaran, bahwa sejak awal rejeki kita telah disiapkan Alloh. Jadi kita tak perlu risau dengan rejeki. Demi Alloh, telah dijamin. Masalahnya sekarang adalah sudahkah kita berusaha menjemput rejeki kita dengan cara dan jalan yang mulia. Rejeki yang halal datang dari Alloh, rejeki dengan cara licik pun berasal dari Alloh. Kalau halal dan licik sama-sama dari Alloh mengapa harus dengan cara yang licik ?
Sesungguhnya Alloh Dialah Maha Pemberi Rejeki yang mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh. (51:58)
Dunia adalah sebuah ketidakabadian
Bila seorang ibu mengandung dua janin kembar. Pada saat sebelum dilahirkan, janin tersebut telah memiliki potensi berupa peralatan bernafas dan makan, namun potensi tersebut belum berfungsi. Potensi yang dimiliki baru akan berfungsi saat memasuki alam dunia.
Saat salah seorang bayi terlahir lebih dulu di dunia ini, janin yang tinggal di rahim akan mengganggap saudaranya telah wafat. Setelah itu dia akan menyusul saudara kembarnya ke alam dunia. Setiap bayi yang lahir kedunia akan tumbuh dan berkembang jika peralatan bernafas dan makannya tidak mengalami kerusakan. Sedangkan bayi yang lahir prematur (peralatannya ada yang rusak) akan mengalami kesulitan.
Ini adalah sebuah renungan untuk persiapan menuju akherat kelak. Di dunia ini kita diberikan potensi untuk bekal akherat nanti. Bedanya jika di alam rahim potensi itu tumbuh tanpa usaha kita, maka di dunia ini ditumbuhkan melalui usaha kita. Potensi itu adalah jiwa kita.
Pada saat maut menjemput, saudara kita yang ditinggalkan akan berkata bahwa kita meninggal dunia. Mereka yang terlahir diakherat dalam keadaan prematur, akan mengalami kesulitan. Tapi bagi yang berhasil menumbuhkan jiwanya, akan menemukan kemudahan dan kebahagiaan yang abadi. Dan bila akan dibandingkan keluasan alam rahim (perut ibu) dengan alam dunia ini luasnya tidak terkirakan. Alam akherat pun lebih luas dari alam dunia.
Ayat ttg akherat dan dunia (perumpamaan)
Kasih Sayang
Telah banyak kisah yang menceritakan pengorbanan seorang ibu tatkala melahirkan buah hatinya. Bayangkan..! Selama kurang lebih 7-9 bulan, kemana-mana membawa kita dalam perutnya. Tak jarang, perut ibu kita ditendang-tendang oleh janin. Namun pernahkah kita mendengar seorang ibu hamil mengeluh ? Semua bisa terjadi karena adanya kasih sayang. Kasih sayang ibu jugalah, saat melahirkan rela mengorbankan nyawanya, demi sang anak. Padahal belum tentu setelah besar nanti anak tersebut akan berbakti pada ibunya.
Ini dapat menjadi vitamin hati sekaligus pelajaran. Vitamin untuk mengingatkan dan memperbaiki akhlak kita kepada ibu. Apapun, bagaimanapun kondisi ibu kita, dia tetap ibu kita, tak layak bagi seorang muslim durhaka kepada ibunya. Adapun pelajaran lainnya adalah Alloh mengajarkan kasih sayang kepada kita dalam menghadapi hidup ini melalui ibu kita.
Ayat ttg kasih sayang…
Renungan
Seorang ahli hikmah, menulis dalam kata-kata hikmahnya :
"Kedatangan kita di dunia, begitu keluar dari rahim ibunda, disambut senyum riang, bahkan gelak tawa. Semua orang, terutama sanak saudara, bergembira ria; sedangkan kita menangis menjerit-jerit.
Apakah kelak, ketika kita meninggalkan dunia, keadaan akan tetap sama. Orang lain terbahak-bahak mengiringi kepergiaan kita. Mereka senang karena ketiadaan kita. Mereka bebas dari kekejian dan kezaliman yang kita kerjakan selama hidup; sedangkan kita sendiri menangis, pedih pilu karena tak punya amal kebaikan untuk bekal di akherat dan takut menghadapi azab Alloh.
Alangkah baiknya apabila keadaan terbalik seratus delapan puluh derajat: ketika mati, senyum tersungging di bibir kita, karena optimis dengan amal kebajikan yang kita kerjakan tatkala hidup akan menjadi modal menempuh alam kekal yang penuh rahmat dan ampunan Alloh; sedangkan orang lain meratapi kepergian kita dan kebaikan kita."
Wallahu'alam
Segala peristiwa selalu mengandung hikmah. Mengapa ? Karena Alloh Yang Maha Menggenggam setiap kejadian, tidak akan pernah sekalipun menakdirkan setiap kejadian yang terjadi sia-sia, kecuali untuk dijadikan pelajaran.
Dalam hal ini Alloh SWT berfirman,
"Alloh memberikan hikmah kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya. Dan barang siapa yang diberi hikmah, sungguh telah diberi kebajikan yang banyak. Dan tak ada yang dapat mengambil pelajaran kecuali orang-orang yang berakal" (Q.S. 2 : 269).
Keyakinan yang kuat akan hal tersebut insya Alloh mampu meningkatkan tekad kita untuk belajar dari siapapun, kapanpun dan dimanapun. Termasuk peristiwa kelahiran seorang jabang bayi ke alam dunia dari rahim seorang ibu.
Lahirnya seorang bayi ke dunia, dapat diibaratkan hikmah di dalam kamar yang tertutup tirai. Pengen tau apa saja hikmah dibalik 'kamar' tersebut ? Marilah kita bersama-sama membuka tirai tersebut !
Persaingan
" Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur yang Kami hendak mengujinya (dengan perintah dan larangan), karena itu Kami jadikan dia mendengar dan melihat" (Q.S. 76:2)
Awal proses kejadian seorang manusia terjadi di dalam rahim sang ibu.Yakni ketika satu sel spermatozoa berhasil membuahi sel telur. Menurut ilmu biologi, sel spermatozoa yang menyerbu sel telur itu berjumlah jutaan, namun yang membuahinya hanya satu, tidak kurang tidak lebih. Itulah kita ! Kita tercipta berasal dari 'bibit' (sel) yang paling unggul. Padahal tentu saja Alloh tidak bermaksud sia-sia menciptakan berjuta-juta sel spermatozoa kalau hanya untuk tidak memberikan manfaat.
Hikmahnya adalah permulaan kehidupan kita di dunia diawali oleh persaingan. Artinya bekal pertama kita adalah potensi bersaing. Potensi inilah yang akan digunakan untuk mengarungi kehidupan ini. Begitulah, dalam kehidupan ini persaingan memang harus terjadi dan hanya yang paling unggullah yang akan keluar jadi pemenang. Jadi tidak pada tempatnya jikalau ada manusia yang takut persaingan sehingga putus asa dan tidak optimis dalam menerjang badai kehidupan. Karena pada hakekatnya persaingan dan menjadi yang terbaik adalah fitrah manusia. Kesimpulannya hidup di dunia dapat dibaratkan sebuah perlombaan yang penuh persaingan. Bersaing dalam hal apa ? Ingatlah akan firman Alloh Azza wa'Zalla dalam surat Al baqarah ayat 148, " .. maka berlomba-lombalah kamu dalam berbuat kebaikan".
Jaminan Rejeki
Setelah sel telur dibuahi, maka mulai tumbuhlah organ tubuh manusia. Dan pada usia janin tiga bulan, Alloh meniupkan roh. Organ tubuh yang mulai terbentuk belum dapat digunakan untuk mencari rejeki. Meski demikian bayi dapat bertahan hidup (bernafas dan makan) dikarenakan adanya tali ari.
Ini adalah sebuah pelajaran, bahwa sejak awal rejeki kita telah disiapkan Alloh. Jadi kita tak perlu risau dengan rejeki. Demi Alloh, telah dijamin. Masalahnya sekarang adalah sudahkah kita berusaha menjemput rejeki kita dengan cara dan jalan yang mulia. Rejeki yang halal datang dari Alloh, rejeki dengan cara licik pun berasal dari Alloh. Kalau halal dan licik sama-sama dari Alloh mengapa harus dengan cara yang licik ?
Sesungguhnya Alloh Dialah Maha Pemberi Rejeki yang mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh. (51:58)
Dunia adalah sebuah ketidakabadian
Bila seorang ibu mengandung dua janin kembar. Pada saat sebelum dilahirkan, janin tersebut telah memiliki potensi berupa peralatan bernafas dan makan, namun potensi tersebut belum berfungsi. Potensi yang dimiliki baru akan berfungsi saat memasuki alam dunia.
Saat salah seorang bayi terlahir lebih dulu di dunia ini, janin yang tinggal di rahim akan mengganggap saudaranya telah wafat. Setelah itu dia akan menyusul saudara kembarnya ke alam dunia. Setiap bayi yang lahir kedunia akan tumbuh dan berkembang jika peralatan bernafas dan makannya tidak mengalami kerusakan. Sedangkan bayi yang lahir prematur (peralatannya ada yang rusak) akan mengalami kesulitan.
Ini adalah sebuah renungan untuk persiapan menuju akherat kelak. Di dunia ini kita diberikan potensi untuk bekal akherat nanti. Bedanya jika di alam rahim potensi itu tumbuh tanpa usaha kita, maka di dunia ini ditumbuhkan melalui usaha kita. Potensi itu adalah jiwa kita.
Pada saat maut menjemput, saudara kita yang ditinggalkan akan berkata bahwa kita meninggal dunia. Mereka yang terlahir diakherat dalam keadaan prematur, akan mengalami kesulitan. Tapi bagi yang berhasil menumbuhkan jiwanya, akan menemukan kemudahan dan kebahagiaan yang abadi. Dan bila akan dibandingkan keluasan alam rahim (perut ibu) dengan alam dunia ini luasnya tidak terkirakan. Alam akherat pun lebih luas dari alam dunia.
Ayat ttg akherat dan dunia (perumpamaan)
Kasih Sayang
Telah banyak kisah yang menceritakan pengorbanan seorang ibu tatkala melahirkan buah hatinya. Bayangkan..! Selama kurang lebih 7-9 bulan, kemana-mana membawa kita dalam perutnya. Tak jarang, perut ibu kita ditendang-tendang oleh janin. Namun pernahkah kita mendengar seorang ibu hamil mengeluh ? Semua bisa terjadi karena adanya kasih sayang. Kasih sayang ibu jugalah, saat melahirkan rela mengorbankan nyawanya, demi sang anak. Padahal belum tentu setelah besar nanti anak tersebut akan berbakti pada ibunya.
Ini dapat menjadi vitamin hati sekaligus pelajaran. Vitamin untuk mengingatkan dan memperbaiki akhlak kita kepada ibu. Apapun, bagaimanapun kondisi ibu kita, dia tetap ibu kita, tak layak bagi seorang muslim durhaka kepada ibunya. Adapun pelajaran lainnya adalah Alloh mengajarkan kasih sayang kepada kita dalam menghadapi hidup ini melalui ibu kita.
Ayat ttg kasih sayang…
Renungan
Seorang ahli hikmah, menulis dalam kata-kata hikmahnya :
"Kedatangan kita di dunia, begitu keluar dari rahim ibunda, disambut senyum riang, bahkan gelak tawa. Semua orang, terutama sanak saudara, bergembira ria; sedangkan kita menangis menjerit-jerit.
Apakah kelak, ketika kita meninggalkan dunia, keadaan akan tetap sama. Orang lain terbahak-bahak mengiringi kepergiaan kita. Mereka senang karena ketiadaan kita. Mereka bebas dari kekejian dan kezaliman yang kita kerjakan selama hidup; sedangkan kita sendiri menangis, pedih pilu karena tak punya amal kebaikan untuk bekal di akherat dan takut menghadapi azab Alloh.
Alangkah baiknya apabila keadaan terbalik seratus delapan puluh derajat: ketika mati, senyum tersungging di bibir kita, karena optimis dengan amal kebajikan yang kita kerjakan tatkala hidup akan menjadi modal menempuh alam kekal yang penuh rahmat dan ampunan Alloh; sedangkan orang lain meratapi kepergian kita dan kebaikan kita."
Wallahu'alam
Amalan Hati
Amalan Hati
09/06/2002
Maasyiral Muslimin Rahimakumullahu!
Dalam kesempatan ini kita akan mencoba membahas tentang "Amalan Hati", tentunya sudah banyak pembahasan-pembahasan yang berkisar tentang hati dan pembahasan dalam berbagai jenis hati. Kalau kita bicara masalah amalan hati, kita akan mengetahui bahwa amalan pada diri manusia ada dua unsur: amalan dhahir (raga) dan amalan bathin (hati).
Kita sering membahas amalan dhahir dalam segala seginya, misalnya gerakan dan bacaan salat, haji, puasa dll. Dalam kesempatan yang baik ini kita akan mencoba mengarungi dan menjajaki sejauh mana amalan hati dan juga sejauh mana hati kita dalam aktifitasnya. Kita sering menyatakan kata sibuk. Jika seorang bertanya pada kita apakah pada jam sekian atau hari sekian kamu ada waktu, maka kita sering mengaatakan kalau kita sedang ada kegiatan atau acara: hal itu kita katakan sibuk. Sibuk dalam kegiatan di sini yang sering kita gambarkan adalah aktifitas raga kita, padahal kalau kita amati dan resapi serta renungkan hati kita lebih sibuk dari apa yang ada pada raga kita.
Maasyiral Muslimin Rahimakumullahu!
Bagi kita yang ingin memperdalam tentang masalah ini ada baiknya membaca kitab Ighatsatullahfan Ibnu Qoyyim atau ringkasanya Mawaridulamaan al-Muntaqo min Ighatsatulahfaan oleh Ali bin Hasan bin Ali bin Abdul Hamid al-Halliby. Dalam kitab ringkasannya kita akan mendapatkan apa yang dibahasa oleh Ibnu Qoyyim dengan lebih sederhana dan mengena untuk mereka yang ingin mengenal hatinya, dengan harapan Allah menghidupkan hati kita, karena hati yang hidup adalah kekayaan yang sangat berharga, dan sebaliknya hati yang mati adalah kerugian yang tiada taranya dan akan menyusahkan si empunya hati di dunia dan di akhirat.
Seorang syaikh menyatakan dalam suatu ceramahnya, "Sesungguhnya Allah menurunkan wahyu kepada Muhammad saw untuk menghidupkan hati manusia, sebagaimana menurunkan hujan untuk menghidupkan dan menyirami bumi. Allah menurunkan hujan atau gerimis atau hujan lebat dan lain-lain agar bumi ini tidak kering, tetapi hidup dan subur serta bermanfaat. Demikian juga Allah menurunkan Alquran di dalamnya ada ayat-ayat muhkamat, ayat-ayat mutasyabihat, kisah tauladan, pengajaran, dan lain-lain untuk menyuburkan hati manusia di muka bumi ini. Alquran sebagai petunjuk jalan hidup, sebagai obat, sebagai rahmat, sebagai penyembuh, sebagai pengingat, sebagai senjata, untuk manusia ini.
Alquran untuk menghidupkan hati manusia dan juga sebagai petunjuk untuk mereka yang mau bertaqwa kepada Allah, "Kitab (Alquran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa." (2: 2). Alquran sebagai pengobat hati manusia (10: 57). "Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman." Alquran sebagai obat dan rahmat bagi manusia yang mau beriman dan mengamalkannya (17: 82): artinya, "Dan Kami turunkan dari Alquran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Alquran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang lalim selain kerugian. "Bagaimana kita menempatkan hati kita dalam segala kondisi dan keadaan dan selalu dalam bimbingan quran, baik dalam kedaan senang dan bahagia, susah dan sengsara, bahaya, atau dalam keadaan apa saja yang mungkin ada pada kita.
Maasyiral Muslimin Rahimakumullahu!
Dalam berbagai kitab yang ada, kita akan menjumpai tulisan-tulisan para ulama yang begitu dalam membahas tentang hati, kitab yang telah disebutkan di atas, juga kitab Minhajul Qoasidiin Ibnu Qudamah, mengungkapkan bahwa hati ibarat benteng kekuatan suatu pasukan yang sedang bertempur. Dalam benteng tersimpan kekuatan persenjataan dan ada pintu-pintunya. Panca indra adalah pintu yang selalu menjadi sasaran musuh, dan zikrullah merupakan tentara yang akan menjaga dan melawan itu semua.
Maasyiral Muslimin Rahimakumullahu!
Sesungguhnya kesibukan hati tidak kalah sibuknya dengan raga kita. Setiap amal yang kita lakukan pasti telah didahului oleh suatu niat-nitat: apakah niatnya itu baik atau tidak baik, ikhlas atau tidak ikhlas dan seterusnya.
Rasulullah saw telah bersabda yang artinya, "Ingatlah, sesungguhnya di dalam tubuh manusia itu ada segumpal daging, apabila ia baik maka baiklah seluruh tubuhnya dan jika ia rusak, maka rusaklah seluruh tubuhnya, tidak lain dan tidak bukan itulah yang dikatakan hati.." (HR Bukhari Muslim).
Dalam Riyadush-Shalihin,kalau kita perhatiakan, pada bab-bab awal terdapat kajian keutamaan-keutamaan amalan-amalan manusia: bab Ikhlash, Taubat, Shabr, ash-Shidqu, al-Muraqabah, at-Taqwa, al-Yaqin wa Tawakkal, al-Istiqomah, dll, itu semua tidak lepas dari amalan hati. Seperti ikhlash dalam arti luas.
"Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan salat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus." (Al-Bayyinah: 5).
Maasyiral Muslimin Rahimakumullahu!
Dari sini kita mendapat gambaran bahwasanya hati kita lebih sibuk daripada raga kita. Meskipun seseorang sedang diam, namun hatinya dapat berbuat apa saja yang dikehendakinya; jasadnya mungkin sedang duduk termenung, namun hatinya bisa jadi sedang dendam membara, atau hasad dengan seseorang atau bergelora dengan cinta atau apa saja. Maka, seandainya amalan hati yang berkaitan dengan raga ini Allah nilai sebagai amalan, maka hampir tidak ada manusia yang selamat. Kekawatiran ini sebagai mana digambarkan dalam tafsir ibnu katsir dalam turunya ayat:
"Kepunyaan Allahlah segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Dan jika kamu melahirkan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu menyembunyikannya, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu. Maka Allah mengampuni siapa yang dikehendaki-Nya dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya; dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu." (Al-Baqarah: 284).
Akan tetapi, Allah Maha Bijaksana, niat jahat jika tak dikerjakan maka hal itu tidak dianggap kejahatan.
Rasulullah saw bersabda, "Sesungguhnya Allah memberi keampunan dan tidak menghitung segala pembicaraan hati umatku selagi mereka tidak memperkatakannya atau melakukannya."
Dari sini jelas bahwa apa yang disibukkan hati kadang tidak dinilai atau tidak dihitung apabila hal itu suatu kejahatan yang tidak dilaksanakan. Allah Maha Agung, Maha Adil, dan Maha Bijaksana terhadap hamba-Nya. Dan sebaliknya, apa yang diniatkan hati suatu kebaikan akan dinilai Allah.
Betapa indah dan agungnya ajaran Islam, kalau kita mau perhatikan dan mau mendalaminya serta merenungkannnya, sebagaimana gambaran dalam suatu hadis Nabi saw diiriwayatkan dari Abu Hurairah ra katanya: Rasulullah saw bersabda, "Allah SWT berfirman kepada Malaikat pencatat amalan: Apabila hamba-Ku berniat ingin melakukan kejahatan, maka jangan lagi kamu menulisnya sebagai amalan kejahatan. Apabila dia melakukannya barulah kamu menulisnya sebagai satu amalan kejahatan. Jika hamba-Ku berniat ingin melakukan kebaikan, tetapi dia tidak lagi melakukannya, maka catatkanlah sebagai satu amalan kebaikan. Jika dia melakukannya maka catatkanlah kebaikan itu sepuluh kali lipat."
Demikianlah dakwah Jumat yang singkat ini, semoga bermanfaat untuk kita semua, amiin.
Al-Islam - Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia
09/06/2002
Maasyiral Muslimin Rahimakumullahu!
Dalam kesempatan ini kita akan mencoba membahas tentang "Amalan Hati", tentunya sudah banyak pembahasan-pembahasan yang berkisar tentang hati dan pembahasan dalam berbagai jenis hati. Kalau kita bicara masalah amalan hati, kita akan mengetahui bahwa amalan pada diri manusia ada dua unsur: amalan dhahir (raga) dan amalan bathin (hati).
Kita sering membahas amalan dhahir dalam segala seginya, misalnya gerakan dan bacaan salat, haji, puasa dll. Dalam kesempatan yang baik ini kita akan mencoba mengarungi dan menjajaki sejauh mana amalan hati dan juga sejauh mana hati kita dalam aktifitasnya. Kita sering menyatakan kata sibuk. Jika seorang bertanya pada kita apakah pada jam sekian atau hari sekian kamu ada waktu, maka kita sering mengaatakan kalau kita sedang ada kegiatan atau acara: hal itu kita katakan sibuk. Sibuk dalam kegiatan di sini yang sering kita gambarkan adalah aktifitas raga kita, padahal kalau kita amati dan resapi serta renungkan hati kita lebih sibuk dari apa yang ada pada raga kita.
Maasyiral Muslimin Rahimakumullahu!
Bagi kita yang ingin memperdalam tentang masalah ini ada baiknya membaca kitab Ighatsatullahfan Ibnu Qoyyim atau ringkasanya Mawaridulamaan al-Muntaqo min Ighatsatulahfaan oleh Ali bin Hasan bin Ali bin Abdul Hamid al-Halliby. Dalam kitab ringkasannya kita akan mendapatkan apa yang dibahasa oleh Ibnu Qoyyim dengan lebih sederhana dan mengena untuk mereka yang ingin mengenal hatinya, dengan harapan Allah menghidupkan hati kita, karena hati yang hidup adalah kekayaan yang sangat berharga, dan sebaliknya hati yang mati adalah kerugian yang tiada taranya dan akan menyusahkan si empunya hati di dunia dan di akhirat.
Seorang syaikh menyatakan dalam suatu ceramahnya, "Sesungguhnya Allah menurunkan wahyu kepada Muhammad saw untuk menghidupkan hati manusia, sebagaimana menurunkan hujan untuk menghidupkan dan menyirami bumi. Allah menurunkan hujan atau gerimis atau hujan lebat dan lain-lain agar bumi ini tidak kering, tetapi hidup dan subur serta bermanfaat. Demikian juga Allah menurunkan Alquran di dalamnya ada ayat-ayat muhkamat, ayat-ayat mutasyabihat, kisah tauladan, pengajaran, dan lain-lain untuk menyuburkan hati manusia di muka bumi ini. Alquran sebagai petunjuk jalan hidup, sebagai obat, sebagai rahmat, sebagai penyembuh, sebagai pengingat, sebagai senjata, untuk manusia ini.
Alquran untuk menghidupkan hati manusia dan juga sebagai petunjuk untuk mereka yang mau bertaqwa kepada Allah, "Kitab (Alquran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa." (2: 2). Alquran sebagai pengobat hati manusia (10: 57). "Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman." Alquran sebagai obat dan rahmat bagi manusia yang mau beriman dan mengamalkannya (17: 82): artinya, "Dan Kami turunkan dari Alquran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Alquran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang lalim selain kerugian. "Bagaimana kita menempatkan hati kita dalam segala kondisi dan keadaan dan selalu dalam bimbingan quran, baik dalam kedaan senang dan bahagia, susah dan sengsara, bahaya, atau dalam keadaan apa saja yang mungkin ada pada kita.
Maasyiral Muslimin Rahimakumullahu!
Dalam berbagai kitab yang ada, kita akan menjumpai tulisan-tulisan para ulama yang begitu dalam membahas tentang hati, kitab yang telah disebutkan di atas, juga kitab Minhajul Qoasidiin Ibnu Qudamah, mengungkapkan bahwa hati ibarat benteng kekuatan suatu pasukan yang sedang bertempur. Dalam benteng tersimpan kekuatan persenjataan dan ada pintu-pintunya. Panca indra adalah pintu yang selalu menjadi sasaran musuh, dan zikrullah merupakan tentara yang akan menjaga dan melawan itu semua.
Maasyiral Muslimin Rahimakumullahu!
Sesungguhnya kesibukan hati tidak kalah sibuknya dengan raga kita. Setiap amal yang kita lakukan pasti telah didahului oleh suatu niat-nitat: apakah niatnya itu baik atau tidak baik, ikhlas atau tidak ikhlas dan seterusnya.
Rasulullah saw telah bersabda yang artinya, "Ingatlah, sesungguhnya di dalam tubuh manusia itu ada segumpal daging, apabila ia baik maka baiklah seluruh tubuhnya dan jika ia rusak, maka rusaklah seluruh tubuhnya, tidak lain dan tidak bukan itulah yang dikatakan hati.." (HR Bukhari Muslim).
Dalam Riyadush-Shalihin,kalau kita perhatiakan, pada bab-bab awal terdapat kajian keutamaan-keutamaan amalan-amalan manusia: bab Ikhlash, Taubat, Shabr, ash-Shidqu, al-Muraqabah, at-Taqwa, al-Yaqin wa Tawakkal, al-Istiqomah, dll, itu semua tidak lepas dari amalan hati. Seperti ikhlash dalam arti luas.
"Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan salat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus." (Al-Bayyinah: 5).
Maasyiral Muslimin Rahimakumullahu!
Dari sini kita mendapat gambaran bahwasanya hati kita lebih sibuk daripada raga kita. Meskipun seseorang sedang diam, namun hatinya dapat berbuat apa saja yang dikehendakinya; jasadnya mungkin sedang duduk termenung, namun hatinya bisa jadi sedang dendam membara, atau hasad dengan seseorang atau bergelora dengan cinta atau apa saja. Maka, seandainya amalan hati yang berkaitan dengan raga ini Allah nilai sebagai amalan, maka hampir tidak ada manusia yang selamat. Kekawatiran ini sebagai mana digambarkan dalam tafsir ibnu katsir dalam turunya ayat:
"Kepunyaan Allahlah segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Dan jika kamu melahirkan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu menyembunyikannya, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu. Maka Allah mengampuni siapa yang dikehendaki-Nya dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya; dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu." (Al-Baqarah: 284).
Akan tetapi, Allah Maha Bijaksana, niat jahat jika tak dikerjakan maka hal itu tidak dianggap kejahatan.
Rasulullah saw bersabda, "Sesungguhnya Allah memberi keampunan dan tidak menghitung segala pembicaraan hati umatku selagi mereka tidak memperkatakannya atau melakukannya."
Dari sini jelas bahwa apa yang disibukkan hati kadang tidak dinilai atau tidak dihitung apabila hal itu suatu kejahatan yang tidak dilaksanakan. Allah Maha Agung, Maha Adil, dan Maha Bijaksana terhadap hamba-Nya. Dan sebaliknya, apa yang diniatkan hati suatu kebaikan akan dinilai Allah.
Betapa indah dan agungnya ajaran Islam, kalau kita mau perhatikan dan mau mendalaminya serta merenungkannnya, sebagaimana gambaran dalam suatu hadis Nabi saw diiriwayatkan dari Abu Hurairah ra katanya: Rasulullah saw bersabda, "Allah SWT berfirman kepada Malaikat pencatat amalan: Apabila hamba-Ku berniat ingin melakukan kejahatan, maka jangan lagi kamu menulisnya sebagai amalan kejahatan. Apabila dia melakukannya barulah kamu menulisnya sebagai satu amalan kejahatan. Jika hamba-Ku berniat ingin melakukan kebaikan, tetapi dia tidak lagi melakukannya, maka catatkanlah sebagai satu amalan kebaikan. Jika dia melakukannya maka catatkanlah kebaikan itu sepuluh kali lipat."
Demikianlah dakwah Jumat yang singkat ini, semoga bermanfaat untuk kita semua, amiin.
Al-Islam - Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia
Saya lebih baik dari dia
Saya lebih baik dari dia
Ana Khairun Minhu
01/24/2003
Sombong, barangkali sama tuanya dengan peradaban manusia. Iblis dikutuk dan dikeluarkan dari surga juga lantaran sombong. Ia menolak bersujud kepada Adam as, manusia pertama, karena merasa dirinya lebih baik.
"Allah berfirman: 'Hai iblis, apakah yang menghalangi kamu sujud kepada yang telah Ku-ciptakan dengan kedua tangan-Ku. Apakah kamu menyombongkan diri ataukah kamu (merasa) termasuk orang-orang (yang) lebih tinggi?' Iblis berkata: 'Aku lebih baik daripadanya, karena engkau ciptakan aku dari api, sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah'." (Shaad: 75 -- 76).
"Ana khoirun minhu (Saya lebih baik dari dia)," kata Iblis. Merasa diri lebih baik dari pada yang lain itulah sombong. Dan akibat sombong, iblis dikutuk.
"Allah berfirman: 'Maka keluarlah kamu dari surga, sesungguhnya kamu adalah orang-orang yang terkutuk, sesungguhnya kutukan-Ku tetap atasmu sampai hari pembalasan." (Shaad: 77 -- 78).
Kita berlindung kapada Allah dari perbuatan sombong, baik dalam bentuk sifat, sikap maupun perilaku, karena ia dapat menjadi penghalang masuk jannah. Rasulullah saw bersabda, "Tidak akan masuk jannah seseorang yang terdapat dalam hatinya sifat sombong (kibr) meskipun hanya sebesar biji sawi." (HR Muslim).
Berhati-hatilah kita, karena sifat, sikap, dan perilaku merasa lebih baik, lebih mulia bisa menimpa siapa saja. Seorang tokoh yang memiliki pengikut banyak, reputasi yang luas juga berpotensi untuk menyombongkan diri lantaran ketokohannya dan pengikutnya yang banyak. Seorang yang memiliki tubuh kuat, atletis, jawara, kadang tergoda memamerkan bentuk tubuhya, disamping tidak jarang gampang terpancing perkelahian, dalam urusan kecil sekalipun, hanya lantaran merasa dirinya pendekar. Seorang rupawan juga kadang tergoda untuk membanggakan kecantikannya dan meremehkan yang tidak seganteng dan secantik dirinya, bahkan sampai mencacat bentuk fisik orang lain. Seorang hartawan sering tergoda membanggakan pakainnya yang bagus, kendaraannya yang mewah, rumahnya yang mentereng dengan melihat sebelah mata pada kaum alit yang kumal, kotor, kolot dan pinggiran. Seorang pejabat yang kebetulan pangkatnya lebih tinggi kadang merasa lebih baik dari bawahannya. Presiden merasa lebih baik dari menteri, jenderal merasa lebih baik dari kopral, direktur merasa lebih baik dari karyawan dan seterusnya.
Sifat sombong juga dapat menimpa ahli ibadah. Sosok yang secara dhahir wara', zuhud, bertahajud setiap hari, berpuasa senin-kamis, rawatibnya tidak pernah tertinggal. Karena salatnya rajin sekali hingga jidatnya hitam. Namun, ternyata ia tergoda untuk menganggap dirinya orang yang paling suci, paling baik, paling takwa. Orang lain dianggap tidak ada apa-apanya dibanding dia.
Rasa sombong juga dapat menghinggapi ilmuwan. Ilmunya setinggi langit, titelnya profesor doktor, hafal Alquran, dapat berbicara dalam banyak bahasa. Tetapi, ia tidak sabar untuk menahan dirinya merasa lebih baik dari masyarakatnya. Seorang bangsawan, karena merasa berasal dari keturunan yang mulia, aristokrat, darah biru, kadang merasa tidak sepadan jika harus bersanding, bergaul dengan yang bukan bangsawan. Dapat menurunkan derajat, katanya. Tak peduli, yang dinggap sebagai tidak selevel itu sosok berilmu sekalipun. Tak jarang, dalam pergaulan sering juga muncul kalimat yang konotasinya merendahkan, seperti "Hai Irian! Hai Dayak! Hai anak si Anu…!"
Berhati-hatilah....
Kisah Abu Dzar patut kiranya menjadi pelajaran. Suatu ketika beliau sedang marah kepada seorang laki-laki sampai terucap, "Hai anak wanita hitam." Rasulullah mendengar hal itu, kemudian bersabda, "Wahai Abu Dzar, tidak ada keutamaan bagi kulit putih atas kulit hitam," (dalam riwayat lain ditambahkan, "melainkan karena takwa"). Mendengar hal itu Abu Dzar sangat menyesal hingga meminta orang tadi untuk menginjak pipinya. (HR Imam Ahmad).
"Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong), dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri." (Luqman: 18).
Perihal sombong, Rasulullah mendefinisikan dalam sebuah riwayat, "Kibr (sombong) adalah menolak kebenaran dan meremehkan manusia." (HR Muslim). Dua kata kuci: menolak kebenaran dan meremehkan manusia, itulah sombong. Ketika ada rasa ingin menonjolkan dan membanggakan diri, ketika hati kita keras menerima nasihat terlebih dari yang lebih yunior, ketika pendapat kita enggan untuk dibantah bahkan tidak jarang dipertahankan dengan dalil yang dipaksakan, ketika kita tersinggung tidak diberi ucapan salam terlebih dahulu, ketika kita berharap tempat khusus dalam sebuah majlis, ketika kita tersinggung titel dan jabatan yang dimiliki tidak disebut, maka jangan-jangan virus takabbur telah meracuni diri kita.
Imam Ghozali mengajari cara mawas diri agar tidak terjebak dalam sikap merasa lebih baik. Ketika kita melihat seseorang yang belum dewasa, kita bisa berkata dalam hati: "Anak ini belum pernah berbuat maksiat, sedangkan aku tak terbilang dosa yang telah kulakukan, maka jelas anak ini lebih baik dariku." Ketika kita melihat orang tua, "Orang ini telah beramal banyak sebelum aku berbuat apa-apa, maka sudah semestinya ia lebih baik dariku."
Ketika kita melihat seorang 'alim, "Orang ini telah dianugerahi ilmu yang tiada kumiliki, ia juga berjasa telah mengajarkan ilmunya. Mengapa aku masih juga memandang ia bodoh, bukankah seharusnya aku bertanya atas yang perlu kuketahui?" Ketika kita melihat orang bodoh, "Orang ini berbuat dosa karena kebodohannya, sedangkan aku? aku melakukannya dengan kesadaran bahwa hal itu maksiat. Betapa besar tanggung jawabku kelak. (Diadaptasi dari Ihya', bab takabbur).
Lantas, atas dasar apa kita membanggakan diri ? Bukankah dunia ini bersifat fana? Bukankah kekayaan, pangkat, kecantikan, keturunan, pengikut, dan ilmu merupakan anugerah Allah yang bersifat sementara? tidak permanen? dan dapat dicabut sewaktu-waktu jika Allah mengendaki? Lagi pula, bukankah yang dilihat oleh Allah adalah ketakwaan seorang hamba? dan bukan kekayaan, pangkat, fisik, keturunan? Maka adalah aneh sikap anak manusia yang merasa ana khairun minhu.
Al-Islam - Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia
Ana Khairun Minhu
01/24/2003
Sombong, barangkali sama tuanya dengan peradaban manusia. Iblis dikutuk dan dikeluarkan dari surga juga lantaran sombong. Ia menolak bersujud kepada Adam as, manusia pertama, karena merasa dirinya lebih baik.
"Allah berfirman: 'Hai iblis, apakah yang menghalangi kamu sujud kepada yang telah Ku-ciptakan dengan kedua tangan-Ku. Apakah kamu menyombongkan diri ataukah kamu (merasa) termasuk orang-orang (yang) lebih tinggi?' Iblis berkata: 'Aku lebih baik daripadanya, karena engkau ciptakan aku dari api, sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah'." (Shaad: 75 -- 76).
"Ana khoirun minhu (Saya lebih baik dari dia)," kata Iblis. Merasa diri lebih baik dari pada yang lain itulah sombong. Dan akibat sombong, iblis dikutuk.
"Allah berfirman: 'Maka keluarlah kamu dari surga, sesungguhnya kamu adalah orang-orang yang terkutuk, sesungguhnya kutukan-Ku tetap atasmu sampai hari pembalasan." (Shaad: 77 -- 78).
Kita berlindung kapada Allah dari perbuatan sombong, baik dalam bentuk sifat, sikap maupun perilaku, karena ia dapat menjadi penghalang masuk jannah. Rasulullah saw bersabda, "Tidak akan masuk jannah seseorang yang terdapat dalam hatinya sifat sombong (kibr) meskipun hanya sebesar biji sawi." (HR Muslim).
Berhati-hatilah kita, karena sifat, sikap, dan perilaku merasa lebih baik, lebih mulia bisa menimpa siapa saja. Seorang tokoh yang memiliki pengikut banyak, reputasi yang luas juga berpotensi untuk menyombongkan diri lantaran ketokohannya dan pengikutnya yang banyak. Seorang yang memiliki tubuh kuat, atletis, jawara, kadang tergoda memamerkan bentuk tubuhya, disamping tidak jarang gampang terpancing perkelahian, dalam urusan kecil sekalipun, hanya lantaran merasa dirinya pendekar. Seorang rupawan juga kadang tergoda untuk membanggakan kecantikannya dan meremehkan yang tidak seganteng dan secantik dirinya, bahkan sampai mencacat bentuk fisik orang lain. Seorang hartawan sering tergoda membanggakan pakainnya yang bagus, kendaraannya yang mewah, rumahnya yang mentereng dengan melihat sebelah mata pada kaum alit yang kumal, kotor, kolot dan pinggiran. Seorang pejabat yang kebetulan pangkatnya lebih tinggi kadang merasa lebih baik dari bawahannya. Presiden merasa lebih baik dari menteri, jenderal merasa lebih baik dari kopral, direktur merasa lebih baik dari karyawan dan seterusnya.
Sifat sombong juga dapat menimpa ahli ibadah. Sosok yang secara dhahir wara', zuhud, bertahajud setiap hari, berpuasa senin-kamis, rawatibnya tidak pernah tertinggal. Karena salatnya rajin sekali hingga jidatnya hitam. Namun, ternyata ia tergoda untuk menganggap dirinya orang yang paling suci, paling baik, paling takwa. Orang lain dianggap tidak ada apa-apanya dibanding dia.
Rasa sombong juga dapat menghinggapi ilmuwan. Ilmunya setinggi langit, titelnya profesor doktor, hafal Alquran, dapat berbicara dalam banyak bahasa. Tetapi, ia tidak sabar untuk menahan dirinya merasa lebih baik dari masyarakatnya. Seorang bangsawan, karena merasa berasal dari keturunan yang mulia, aristokrat, darah biru, kadang merasa tidak sepadan jika harus bersanding, bergaul dengan yang bukan bangsawan. Dapat menurunkan derajat, katanya. Tak peduli, yang dinggap sebagai tidak selevel itu sosok berilmu sekalipun. Tak jarang, dalam pergaulan sering juga muncul kalimat yang konotasinya merendahkan, seperti "Hai Irian! Hai Dayak! Hai anak si Anu…!"
Berhati-hatilah....
Kisah Abu Dzar patut kiranya menjadi pelajaran. Suatu ketika beliau sedang marah kepada seorang laki-laki sampai terucap, "Hai anak wanita hitam." Rasulullah mendengar hal itu, kemudian bersabda, "Wahai Abu Dzar, tidak ada keutamaan bagi kulit putih atas kulit hitam," (dalam riwayat lain ditambahkan, "melainkan karena takwa"). Mendengar hal itu Abu Dzar sangat menyesal hingga meminta orang tadi untuk menginjak pipinya. (HR Imam Ahmad).
"Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong), dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri." (Luqman: 18).
Perihal sombong, Rasulullah mendefinisikan dalam sebuah riwayat, "Kibr (sombong) adalah menolak kebenaran dan meremehkan manusia." (HR Muslim). Dua kata kuci: menolak kebenaran dan meremehkan manusia, itulah sombong. Ketika ada rasa ingin menonjolkan dan membanggakan diri, ketika hati kita keras menerima nasihat terlebih dari yang lebih yunior, ketika pendapat kita enggan untuk dibantah bahkan tidak jarang dipertahankan dengan dalil yang dipaksakan, ketika kita tersinggung tidak diberi ucapan salam terlebih dahulu, ketika kita berharap tempat khusus dalam sebuah majlis, ketika kita tersinggung titel dan jabatan yang dimiliki tidak disebut, maka jangan-jangan virus takabbur telah meracuni diri kita.
Imam Ghozali mengajari cara mawas diri agar tidak terjebak dalam sikap merasa lebih baik. Ketika kita melihat seseorang yang belum dewasa, kita bisa berkata dalam hati: "Anak ini belum pernah berbuat maksiat, sedangkan aku tak terbilang dosa yang telah kulakukan, maka jelas anak ini lebih baik dariku." Ketika kita melihat orang tua, "Orang ini telah beramal banyak sebelum aku berbuat apa-apa, maka sudah semestinya ia lebih baik dariku."
Ketika kita melihat seorang 'alim, "Orang ini telah dianugerahi ilmu yang tiada kumiliki, ia juga berjasa telah mengajarkan ilmunya. Mengapa aku masih juga memandang ia bodoh, bukankah seharusnya aku bertanya atas yang perlu kuketahui?" Ketika kita melihat orang bodoh, "Orang ini berbuat dosa karena kebodohannya, sedangkan aku? aku melakukannya dengan kesadaran bahwa hal itu maksiat. Betapa besar tanggung jawabku kelak. (Diadaptasi dari Ihya', bab takabbur).
Lantas, atas dasar apa kita membanggakan diri ? Bukankah dunia ini bersifat fana? Bukankah kekayaan, pangkat, kecantikan, keturunan, pengikut, dan ilmu merupakan anugerah Allah yang bersifat sementara? tidak permanen? dan dapat dicabut sewaktu-waktu jika Allah mengendaki? Lagi pula, bukankah yang dilihat oleh Allah adalah ketakwaan seorang hamba? dan bukan kekayaan, pangkat, fisik, keturunan? Maka adalah aneh sikap anak manusia yang merasa ana khairun minhu.
Al-Islam - Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia
Mencapai Hati yang Istiqamah
Mencapai Hati yang Istiqamah
12/20/2002
Ma'asyiral muslimin rakhimahullah!
Hati adalah sumber kebaikan dan keburukan seseorang. Bila hati penuh dengan ketaatan kepada Allah, maka perilaku seseorang akan penuh dengan kebaikan. Sebaliknya, bila hati penuh dengan syahwat dan hawa nafsu, maka yang akan muncul dalam perilaku adalah keburukan dan kemaksiatan.
Keburukan dan kemaksiatan ini bisa datang karena hati seseorang dalam keadaan lengah dari dzikir kepada Allah. Ibnul Qoyyim al-Jauziyah berkata, "Apabila hati seseorang itu lengah dari dzikir kepada Allah, maka setan dengan serta merta akan masuk ke dalam hati seseorang dan mempengaruhinya untuk berbuat keburukan. Masuknya setan ke dalam hati yang lengah ini, bahkan lebih cepat daripada masuknya angin ke dalam sebuah ruangan."
Oleh karena itu, hati seorang mukmin harus senantiasa dijaga dari pengaruh setan ini. Yaitu, dengan senantiasa berada dalam sikap taat kepada Allah SWT. Upaya inilah yang disebut dengan Istiqamah.
Imam al-Qurtubi berkata, "Hati yang istiqamah adalah hati yang senantiasa lurus dalam ketaatan kepada Allah, baik berupa keyakinan, perkataan, maupun perbuatan." Lebih lanjut beliau mengatakan, "Hati yang istiqamah adalah jalan menuju keberhasilan di dunia dan keselamatan dari azab akhirat. Hati yang istiqamah akan membuat seseorang dekat dengan kebaikan, rezekinya akan dilapangkan dan akan jauh dari hawa nafsu dan syahwat. Dengan hati yang istiqamah, maka malaikat akan turun untuk memberikan keteguhan dan keamanan serta ketenangan dari ketakutan terhadap adzab kubur. Hati yang istiqamah akan membuat amal diterima dan menghapus dosa."
Ma'asyiral muslimin rakhimahullah!
Ada banyak cara untuk menggapai hati yang istiqamah ini. Di antaranya: pertama, meletakkan cinta kepada Allah SWT di atas segala-galanya. Ini adalah persoalan yang tidak mudah dan butuh perjuangan keras. Karena, dalam kehidupan sehari-hari kita sering mengalami benturan antara kepentingan Allah dan kepentingan makhluk, entah itu kepentingan orang tua, guru, teman, saudara, atau yang lainnya. Apabila dalam kenyataanya kita lebih mendahulukan kepentingan makhluk, maka itu pertanda bahwa kita belum meletakkan cinta Allah di atas segala-galanya.
Padahal, Allah SWT telah menegaskan bahwa siapa yang lebih mencintai sesuatu selain Allah, maka ia justru akan tersiksa dengan rasa cintanya itu. Siapa yang takut karena selain Allah, maka ia justru akan dikuasai oleh rasa takutnya itu. Siapa yang sibuk dengan selain Allah, maka ia akan mengalami kebosonan dan siapa yang mendahulukan yang lain daripada Allah, maka ia tidak akan mendapatkan keberkahan dari-Nya.
Kedua, membesarkan perintah dan larangan Allah. Membesarkan perintah dan larangan Allah harus dimulai dari membesarkan dan mengagungkan pemilik perintah dan larangan tersebut, yaitu Allah SWT. Allah SWT berfirman yang artinya, "Mengapa kamu tidak percaya akan kebesaran Allah." Ulama dalam menafsirkan ayat ini mengatakan, "Mengapa kalian tidak takut akan kebesaran Allah."
Membesarkan perintah Allah di antaranya adalah dengan menjaga waktu salat, melakukannya dengan khusyu, memeriksa rukun dan kesempurnaannya serta melakukannya secara berjamaah.
Ketiga, senantiasa berzikir kepada Allah. Zikir adalah wasiat Allah kepada hamba-hamba-Nya dan wasiat Rasulullah kepada ummatnya. Dalam sebuah hadis qudsi Allah SWT berfirman, "Barangsiapa yang mengingat-Ku di dalam dirinya, maka Aku akan mengingat-Nya dalam diri-Ku. Dan barang siapa yang mengingat-Ku dalam kesibukan, maka Aku akan mengingat-Nya dalam kesibukan yang lebih baik darinya." (HR Bukhari).
Keempat, Mempelajari kisah orang-orang saleh terdahulu. Hal ini diharapkan agar kita bisa mengambil pelajaran dari mereka. Bagaimana kesabaran mereka ketika menghadapi ujian yang berat, kejujuran mereka dalam bersikap, dan keteguhan mereka dalam mempertahankan keimanan.
Allah SWT berfirman, "Sungguh dalam kisah-kisah mereka terdapat ibrah (pelajaran) bagi orang yang memiliki akal, ...."
Kelima, senantiasa berpikir tentang kebesaran ciptaan Allah. Allah SWT memiliki ciptaan yang indah dan besar. Dengan memikirkan ciptaannya diharapkan bisa menyadari betapa besar kekuasaan Allah terhadap ciptaan-Nya itu. Allah SWT berfirman, "Wahai manusia, telah diberikan kepada kalian beberapa permisalan, maka dengarkanlah (perhatikanlah) permisalan itu. Sesungguhnya orang-orang yang engkau seru selain Allah, mereka tidak akan mampu untuk menciptakan lalat, meskipun untuk melakukannya itu mereka berkumpul bersama…."
Demikianlah beberapa hal yang akan mengantarkan kita kepada hati yang istiqamah. Dan mudah-mudahan saja kita bisa mendapatkannya.
Al-Islam - Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia
12/20/2002
Ma'asyiral muslimin rakhimahullah!
Hati adalah sumber kebaikan dan keburukan seseorang. Bila hati penuh dengan ketaatan kepada Allah, maka perilaku seseorang akan penuh dengan kebaikan. Sebaliknya, bila hati penuh dengan syahwat dan hawa nafsu, maka yang akan muncul dalam perilaku adalah keburukan dan kemaksiatan.
Keburukan dan kemaksiatan ini bisa datang karena hati seseorang dalam keadaan lengah dari dzikir kepada Allah. Ibnul Qoyyim al-Jauziyah berkata, "Apabila hati seseorang itu lengah dari dzikir kepada Allah, maka setan dengan serta merta akan masuk ke dalam hati seseorang dan mempengaruhinya untuk berbuat keburukan. Masuknya setan ke dalam hati yang lengah ini, bahkan lebih cepat daripada masuknya angin ke dalam sebuah ruangan."
Oleh karena itu, hati seorang mukmin harus senantiasa dijaga dari pengaruh setan ini. Yaitu, dengan senantiasa berada dalam sikap taat kepada Allah SWT. Upaya inilah yang disebut dengan Istiqamah.
Imam al-Qurtubi berkata, "Hati yang istiqamah adalah hati yang senantiasa lurus dalam ketaatan kepada Allah, baik berupa keyakinan, perkataan, maupun perbuatan." Lebih lanjut beliau mengatakan, "Hati yang istiqamah adalah jalan menuju keberhasilan di dunia dan keselamatan dari azab akhirat. Hati yang istiqamah akan membuat seseorang dekat dengan kebaikan, rezekinya akan dilapangkan dan akan jauh dari hawa nafsu dan syahwat. Dengan hati yang istiqamah, maka malaikat akan turun untuk memberikan keteguhan dan keamanan serta ketenangan dari ketakutan terhadap adzab kubur. Hati yang istiqamah akan membuat amal diterima dan menghapus dosa."
Ma'asyiral muslimin rakhimahullah!
Ada banyak cara untuk menggapai hati yang istiqamah ini. Di antaranya: pertama, meletakkan cinta kepada Allah SWT di atas segala-galanya. Ini adalah persoalan yang tidak mudah dan butuh perjuangan keras. Karena, dalam kehidupan sehari-hari kita sering mengalami benturan antara kepentingan Allah dan kepentingan makhluk, entah itu kepentingan orang tua, guru, teman, saudara, atau yang lainnya. Apabila dalam kenyataanya kita lebih mendahulukan kepentingan makhluk, maka itu pertanda bahwa kita belum meletakkan cinta Allah di atas segala-galanya.
Padahal, Allah SWT telah menegaskan bahwa siapa yang lebih mencintai sesuatu selain Allah, maka ia justru akan tersiksa dengan rasa cintanya itu. Siapa yang takut karena selain Allah, maka ia justru akan dikuasai oleh rasa takutnya itu. Siapa yang sibuk dengan selain Allah, maka ia akan mengalami kebosonan dan siapa yang mendahulukan yang lain daripada Allah, maka ia tidak akan mendapatkan keberkahan dari-Nya.
Kedua, membesarkan perintah dan larangan Allah. Membesarkan perintah dan larangan Allah harus dimulai dari membesarkan dan mengagungkan pemilik perintah dan larangan tersebut, yaitu Allah SWT. Allah SWT berfirman yang artinya, "Mengapa kamu tidak percaya akan kebesaran Allah." Ulama dalam menafsirkan ayat ini mengatakan, "Mengapa kalian tidak takut akan kebesaran Allah."
Membesarkan perintah Allah di antaranya adalah dengan menjaga waktu salat, melakukannya dengan khusyu, memeriksa rukun dan kesempurnaannya serta melakukannya secara berjamaah.
Ketiga, senantiasa berzikir kepada Allah. Zikir adalah wasiat Allah kepada hamba-hamba-Nya dan wasiat Rasulullah kepada ummatnya. Dalam sebuah hadis qudsi Allah SWT berfirman, "Barangsiapa yang mengingat-Ku di dalam dirinya, maka Aku akan mengingat-Nya dalam diri-Ku. Dan barang siapa yang mengingat-Ku dalam kesibukan, maka Aku akan mengingat-Nya dalam kesibukan yang lebih baik darinya." (HR Bukhari).
Keempat, Mempelajari kisah orang-orang saleh terdahulu. Hal ini diharapkan agar kita bisa mengambil pelajaran dari mereka. Bagaimana kesabaran mereka ketika menghadapi ujian yang berat, kejujuran mereka dalam bersikap, dan keteguhan mereka dalam mempertahankan keimanan.
Allah SWT berfirman, "Sungguh dalam kisah-kisah mereka terdapat ibrah (pelajaran) bagi orang yang memiliki akal, ...."
Kelima, senantiasa berpikir tentang kebesaran ciptaan Allah. Allah SWT memiliki ciptaan yang indah dan besar. Dengan memikirkan ciptaannya diharapkan bisa menyadari betapa besar kekuasaan Allah terhadap ciptaan-Nya itu. Allah SWT berfirman, "Wahai manusia, telah diberikan kepada kalian beberapa permisalan, maka dengarkanlah (perhatikanlah) permisalan itu. Sesungguhnya orang-orang yang engkau seru selain Allah, mereka tidak akan mampu untuk menciptakan lalat, meskipun untuk melakukannya itu mereka berkumpul bersama…."
Demikianlah beberapa hal yang akan mengantarkan kita kepada hati yang istiqamah. Dan mudah-mudahan saja kita bisa mendapatkannya.
Al-Islam - Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia
batasan sholat jamak , karena hujan?
batasan sholat jamak , karena hujan?
--------------------------------------------------------------------------------
Pertanyaan :
bagaimana batasan seorang imam menjamak sholat ketika turun hujan, apakah setiap ada air yang turun dari langit maka boleh menjamaknya? , ataukah air itu harus membasahi pakaian?
pati
Jawaban :
Batas sholat jama'
Alhamdulillah, wasshalaatu wassalaamu 'alaa rasulillah wa ba'du :
Ulama berselisih pendapat dalam menentukan hujan yang dibolehkan menjama' shalat kepada dua pendapat :
Pertama mereka pengakatan ketentuannya adalah semata-mata turun hujan, maksud hujan adalah setiap air yang turun dilangit yang sebut hujan.
Kedua, hujan yang bisa menyulitkan orang yang akan melakukan shalat. Ukuran menyulitkan itu kembali kepada ufr (kebiasaaan) masyarakat.
Kemudian ulama juga berbeda pendapat tentang apakah menjamak shalat itu hanya pada malam hari yakni shalat maghrib dan isya atau berlaku pada siang hari??
Yang jelas dari dua pendapat di atas adalah pendapat kedua, yaitu yang mengatakan ukuran hujan itu apabila menyulitkan orang yang akan melakukan shalat. Syeikh Ibu Utsaimin berkata di kitabnya Al Syarh Al Mumti' jilid 4 hal : 555 : "Apabila terdapat hujan yang membasahi pakaian disebabkan turunnya sangat deras sekali, maka boleh menjama' sholat maghrib dan isya, tapi apaabila hujannya sedikit tidak membasahi pakaian, maka tidak boleh menjama', karena hujan semacam ini tidak mendatangkan kesulitan kepada orang melakukan shalat berjamaah, lain halnya dengan hujan yang membasahi pakaian, apa lagi pada musim dingin, maka terdapat kesulitan dari segi basahnya pakaian dan dari segi suhu dingin apalagi kalau seandainya terdapat angin, maka bertambahlah kesulitannya."
Dan yang diketahui dari perbuatan raasulullah dan para sahabatnya bahwasanya kadang-kadang mereka menjamak shalat saat turun hujan, dan bukan tidak pernah menjamak setiap turun hujan, bahkan tidak pernah dinukil darinya. Wallahu 'alam.
--------------------------------------------------------------------------------
--------------------------------------------------------------------------------
Pertanyaan :
bagaimana batasan seorang imam menjamak sholat ketika turun hujan, apakah setiap ada air yang turun dari langit maka boleh menjamaknya? , ataukah air itu harus membasahi pakaian?
pati
Jawaban :
Batas sholat jama'
Alhamdulillah, wasshalaatu wassalaamu 'alaa rasulillah wa ba'du :
Ulama berselisih pendapat dalam menentukan hujan yang dibolehkan menjama' shalat kepada dua pendapat :
Pertama mereka pengakatan ketentuannya adalah semata-mata turun hujan, maksud hujan adalah setiap air yang turun dilangit yang sebut hujan.
Kedua, hujan yang bisa menyulitkan orang yang akan melakukan shalat. Ukuran menyulitkan itu kembali kepada ufr (kebiasaaan) masyarakat.
Kemudian ulama juga berbeda pendapat tentang apakah menjamak shalat itu hanya pada malam hari yakni shalat maghrib dan isya atau berlaku pada siang hari??
Yang jelas dari dua pendapat di atas adalah pendapat kedua, yaitu yang mengatakan ukuran hujan itu apabila menyulitkan orang yang akan melakukan shalat. Syeikh Ibu Utsaimin berkata di kitabnya Al Syarh Al Mumti' jilid 4 hal : 555 : "Apabila terdapat hujan yang membasahi pakaian disebabkan turunnya sangat deras sekali, maka boleh menjama' sholat maghrib dan isya, tapi apaabila hujannya sedikit tidak membasahi pakaian, maka tidak boleh menjama', karena hujan semacam ini tidak mendatangkan kesulitan kepada orang melakukan shalat berjamaah, lain halnya dengan hujan yang membasahi pakaian, apa lagi pada musim dingin, maka terdapat kesulitan dari segi basahnya pakaian dan dari segi suhu dingin apalagi kalau seandainya terdapat angin, maka bertambahlah kesulitannya."
Dan yang diketahui dari perbuatan raasulullah dan para sahabatnya bahwasanya kadang-kadang mereka menjamak shalat saat turun hujan, dan bukan tidak pernah menjamak setiap turun hujan, bahkan tidak pernah dinukil darinya. Wallahu 'alam.
--------------------------------------------------------------------------------
Riwayat hidupAl Habib Usman bin Abdullah Bin Yahya
Riwayat hidupAl Habib Usman bin Abdullah Bin Yahya
Al-Habib Usman bin Abdullah Bin Yahya lahir di Pekojan, Jakarta, pada tanggal 17 Rabiul Awal 1238 H (1822 M). Ayah beliau adalah Al-Habib Abdullah bin Agil bin Umar Bin Yahya. Sedangkan ibunya adalah Asy-Syaikhah Aminah binti Abdurrahman Al-Mishri.
Pada saat beliau selesai menunaikan ibadah haji, beliau berkeinginan untuk menetap di Makkah. Disana akhirnya beliau bermukim selama 7 tahun untuk memperdalam ilmu. Di Makkah ini beliau berguru kepada ayah beliau sendiri dan kepada As-Sayyid Ahmad bin Zaini Dahlan, seorang mufti Makkah.
Pada tahun 1848 M beliau kemudian meneruskan perjalanan beliau untuk menuntut ilmu. Berangkatlah beliau ke Hadramaut. Disana beliau menuntut ilmu kepada :
Al-Habib Abdullah bin Husin Bin Thahir
Al-Habib Abdullah bin Umar Bin Yahya
Al-Habib Alwi bin Saggaf Aljufri
Al-Habib Hasan bin Sholeh Al-Bahar
Selepas dari menuntut ilmu di Hadramaut, keinginan beliau untuk selalu menuntut ilmu seakan tak pernah pupus dan luntur. Beliau kemudian meneruskan perjalanannya ke Mesir dan belajar di Kairo selama 8 bulan. Dari Kairo beliau meneruskan perjalanan ke Tunisia (berguru kepada Asy-Syaikh Abdullah Basya), Aljazair (berguru kepada Asy-Syaikh Abdurrahman Al-Maghrabi), Istambul, Persia, dan Syria. Setelah itu kemudian kembali ke Hadramaut. Dalam perjalanannya ke beberapa negara tersebut, beliau banyak mendapatkan berbagai macam ilmu, seperti Figih, Tasawuf, Tarikh, ilmu Falak, dan lain-lain.
Pada tahun 1862 H (1279 M) beliau kembali ke Batavia (Jakarta) dan menetap disana. Disana beliau diangkat menjadi mufti menggantikan Syeikh Abdul Ghani, mufti sebelumnya yang telah lanjut usia. Pada tahun 1899-1914, beliau diangkat sebagai Adviseur Honorer untuk urusan Arab di kantor Voor Inlandsche Zaken.
Sebagai seorang ulama yang mumpuni, beliau sangat produktif mengarang banyak buku. Buku-buku yang beliau karang sebagian besar tidaklah tebal, akan tetapi banyak menjawab pertanyaan-pertanyaan yang timbul dalam masyarakat muslim tentang syariat Islam.
Dalam bukunya Risalah Dua Ilmu, beliau membagi ulama menjadi 2 macam, yaitu ulama dunia dan ulama akhirat. Ulama dunia tidak ikhlas, materialistis, berambisi dengan kedudukan, sombong dan angkuh. Sedangkan ulama akhirat adalah orang ikhlas, tawadhu, berjuang mengamalkan ilmunya tanpa pretensi apa-apa, hanya lillahi ta'ala dan ridha Allah semata-mata.
Beliau telah berhasil mendidik murid-murid beliau. Tak sedikit diantara mereka di kemudian hari menjadi ulama besar, seperti Al-Habib Ali bin Abdurrahman Al-Habsyi, Kwitang, Jakarta. Sampai pada saatnya beliau wafat pada tahun 1331 H (1913 M).
[Disarikan dari Ulama Pembawa Islam di Indonesia dan Sekitarnya, Muhammad Syamsu Assegaf]
Al-Habib Usman bin Abdullah Bin Yahya lahir di Pekojan, Jakarta, pada tanggal 17 Rabiul Awal 1238 H (1822 M). Ayah beliau adalah Al-Habib Abdullah bin Agil bin Umar Bin Yahya. Sedangkan ibunya adalah Asy-Syaikhah Aminah binti Abdurrahman Al-Mishri.
Pada saat beliau selesai menunaikan ibadah haji, beliau berkeinginan untuk menetap di Makkah. Disana akhirnya beliau bermukim selama 7 tahun untuk memperdalam ilmu. Di Makkah ini beliau berguru kepada ayah beliau sendiri dan kepada As-Sayyid Ahmad bin Zaini Dahlan, seorang mufti Makkah.
Pada tahun 1848 M beliau kemudian meneruskan perjalanan beliau untuk menuntut ilmu. Berangkatlah beliau ke Hadramaut. Disana beliau menuntut ilmu kepada :
Al-Habib Abdullah bin Husin Bin Thahir
Al-Habib Abdullah bin Umar Bin Yahya
Al-Habib Alwi bin Saggaf Aljufri
Al-Habib Hasan bin Sholeh Al-Bahar
Selepas dari menuntut ilmu di Hadramaut, keinginan beliau untuk selalu menuntut ilmu seakan tak pernah pupus dan luntur. Beliau kemudian meneruskan perjalanannya ke Mesir dan belajar di Kairo selama 8 bulan. Dari Kairo beliau meneruskan perjalanan ke Tunisia (berguru kepada Asy-Syaikh Abdullah Basya), Aljazair (berguru kepada Asy-Syaikh Abdurrahman Al-Maghrabi), Istambul, Persia, dan Syria. Setelah itu kemudian kembali ke Hadramaut. Dalam perjalanannya ke beberapa negara tersebut, beliau banyak mendapatkan berbagai macam ilmu, seperti Figih, Tasawuf, Tarikh, ilmu Falak, dan lain-lain.
Pada tahun 1862 H (1279 M) beliau kembali ke Batavia (Jakarta) dan menetap disana. Disana beliau diangkat menjadi mufti menggantikan Syeikh Abdul Ghani, mufti sebelumnya yang telah lanjut usia. Pada tahun 1899-1914, beliau diangkat sebagai Adviseur Honorer untuk urusan Arab di kantor Voor Inlandsche Zaken.
Sebagai seorang ulama yang mumpuni, beliau sangat produktif mengarang banyak buku. Buku-buku yang beliau karang sebagian besar tidaklah tebal, akan tetapi banyak menjawab pertanyaan-pertanyaan yang timbul dalam masyarakat muslim tentang syariat Islam.
Dalam bukunya Risalah Dua Ilmu, beliau membagi ulama menjadi 2 macam, yaitu ulama dunia dan ulama akhirat. Ulama dunia tidak ikhlas, materialistis, berambisi dengan kedudukan, sombong dan angkuh. Sedangkan ulama akhirat adalah orang ikhlas, tawadhu, berjuang mengamalkan ilmunya tanpa pretensi apa-apa, hanya lillahi ta'ala dan ridha Allah semata-mata.
Beliau telah berhasil mendidik murid-murid beliau. Tak sedikit diantara mereka di kemudian hari menjadi ulama besar, seperti Al-Habib Ali bin Abdurrahman Al-Habsyi, Kwitang, Jakarta. Sampai pada saatnya beliau wafat pada tahun 1331 H (1913 M).
[Disarikan dari Ulama Pembawa Islam di Indonesia dan Sekitarnya, Muhammad Syamsu Assegaf]
MANAGIB AL-HABIB SYEIKH ABUBAKAR BIN SALIM
MANAGIB AL-HABIB SYEIKH ABUBAKAR BIN SALIM
Syeikh Abu Bakar bin Salim adalah syeikh Islam dan teladan manusia. Pemimpin alim ulama. Hiasan para wali. Seorang yang amat jarang ditemukan di zamannya. Da'i yang menunjukkan jalan Illahi dengan wataknya.
Pembimbing kepada kebenaran dengan perkataannya. Para ulama di zamannya mengakui keunggulannya. Dia telah menyegarkan berbagai warisan pendahulu-pendahulunya yang saleh. Titisan dari Hadrat Nabawi. Cabang dari pohon besar Alawi. Alim Rabbani. Imam kebanggaan Agama, Abu Bakar bin Salim Al-'Alawi, semoga Allah meredhainya.
Beliau lahir di Kota Tarim yang makmur, salah satu kota di Hadramaut, pada tanggal 13 Jumadi Ats-Tsani, tahun 919 H. Dia kota itu, dia tumbuh dengan pertumbuhan yang saleh, di bawah tradisi nenek moyangnya yang suci dalam menghafal Al-Quran.
Orang-orang terpercaya telah mengisahkan; manakala beliau mendapat kesulitan menghafal Al-Quran pada awalnya. Ayahnya mengadukan halnya kepada Syeikh Al-Imam Syihabuddin bin Abdurrahman bin Syeikh Ali. Maka Syeikh itu bertutur: "Biarkanlah dia! Dia akan mampu menghafal dengan sendirinya dan kelak dia akan menjadi orang besar. Maka menjadilah dia seperti yang telah diucapkan Syeikh itu. Serta-merta, dalam waktu singkat, dia telah mengkhatamkan Al-Quran.
Kemudian dia disibukkan dengan menuntut ilmu-ilmu bahasa Arab dan agama dari para pembesar ulama dengan semangat yang kuat, kejernihan batin dan ketulusan niat. Bersamaan dengan itu, dia memiliki semangat yang menyala dan ruh yang bergelora. Maka tampaklah tanda-tanda keluhurannya, bukti-bukti kecerdasannya dan ciri-ciri kepimpinannya. Sejak itu, sebagaimana diberitakan Asy-Syilly dalam kitab Al-Masyra' Ar-Rawy, dia membolak-balik kitab-kitab tentang bahasa Arab dan agama dan bersungguh-sungguh dalam mengkajinya serta menghafal pokok-pokok dan cabang-cabang kedua disiplin tersebut. Sampai akhirnya, dia mendapat langkah yang luas dalam segala ilmu pengetahuan.
Dia telah menggabungkan pemahaman, peneguhan, penghafalan dan pendalaman. Dialah alim handal dalam ilmu-ilmu Syariat, mahir dalam sastra Arab dan pandai serta kokoh dalam segenap bidang pengetahuan.
Dalam semua bidang tersebut, beliau telah menampakkan kecerdasannya yang nyata. Maka, menonjollah karya-karyanya dalam mengajak dan membimbing hamba-hamba Allah menuju jalan-Nya yang lurus.
Guru-guru beliau
Para guru beliau antara lain; Umar Basyeban Ba'alawi, ahli fiqih yang saleh, Abdullah bin Muhammad Basahal Bagusyair dan Faqih Umar bin Abdullah Bamakhramah. Pada merekalah dia mengkaji kitab Ar-Risalah Al-Qusyairiyyah. Syeikh Ma'ruf bin Abdullah Bajamal Asy-Syibamy dan Ad-Dau'any juga termasuk guru-guru beliau.
Hijrahnya dari Tarim
Dia beranjak dari Kota Tarim ke kota lain bertujuan untuk menghidupkan pengajian. memperbarui corak dan menggalakkan dakwah Islamiyah di jantung kota tersebut. Maka berangkatlah beliau ke kota 'Inat, salah satu negeri Hadramaut. Dia menjadikan kota itu sebagai kota hijrahnya. Kota itu dia hidupkan dengan ilmu dan dipilihnya sebagai tempat pendidikan, pengajaran dan pembimbingan. Tinggallah di sana hingga kini, masjid yang beliau dirikan dan pemakaman beliau yang luas. Syahdan, berbondong-bondonglah manusia berdatangan dari berbagai pelosok negeri untuk menimba ilmunya. Murid-murid beliau mengunjunginya dari beragam tempat: Hadramaut, Yaman, Syam, India, Indus, Mesir, Afrika, Aden, Syihr dan Misyqash.
Para murid selalu mendekati beliau untuk mengambil kesempatan merasakan gambaran kemuliaan dan menyerap limpahan ilmunya. Dengan merekalah pula, kota 'Inat yang kuno menjadi berkembang ramai. Kota itu pun berbangga dengan Syeikh Imam Abu Bakar bin Salim Al-'Alawi. Karena berkat kehadiran beliaulah kota tersebut terkenal dan tersohor, padahal sebelumnya adalah kota yang terlupakan.
Tentang hal itu, Muhammad bin Ali bin Ja'far Al-Katsiry bersyair:
Ketika kau datangi 'Inat, tanahnya pun bedendang
Dari permukaannya yang indah terpancarlah makrifat
Dahimu kau letakkan ke tanah menghadap kiblat
Puji syukur bagi yang membuatmu mencium tanah liatnya
Kota yang di dalamnya diletakkan kesempurnaan
Kota yang mendapat karunia besar dari warganya
Dengan khidmat, masuklah sang Syeikh merendahkan diri
Duhai, kota itu telah terpenuhi harapannya.
Akhlak dan kemuliaannya
Dia adalah seorang dermawan dan murah hati, menginfakkan hrtanya tanpa takut menjadi fakir. Dia memotong satu dua ekor unta untuk para peziarahnya, jika jumlah mereka banyak. Dan betapa banyak tamu yang mengunjungi ke pemukimannya yang luas.
Dia amat mempedulikan para tamu dan memperhatikan keadaan mereka.Tidak kurang dari 1000 kerat roti tiap malam dan siangnya beliau sedekahkan untuk fuqara'. Kendati dia orang yang paling ringan tangannya dan paling banyak infaknya, dia tetap orang yang paling luhur budi pekertinya, paling lapang dadanya, paling sosial jiwanya dan paling rendah hatinya. Sampai-sampai orang banyak tidak pernah menyaksikannya beristirahat.
Syeikh ahli fiqih, Abdurrahman bin Ahmad Bawazir pernah berkata: "Syeikh Abu Bakar selama 15 tahun dari akhir umurnya tidak pernah terlihat duduk-duduk bersama orang-orang dekatnya dan orang-orang awam lainnya kecuali ntuk menanti didirikannya sholat lima waktu".
Syeikh sangat mengasihani orang-orang lemah dan berkhidmat kepada orang-orang yang menderita kesusahan. Dia memperlihatkan dan menyenangkan perasaan mereka dan memenuhi hak-hak mereka dengan baik.
Di antara sekian banyak akhlaknya yang mulia itu adalah kuatnya kecintaan, rasa penghormatan dan kemasyhuran nama baiknya di kalangan rakyat. Selain murid-murid dan siswa-siswanya, banyak sekali orang berkunjung untuk menemuinya dari berbagai tempat; baik dari Barat ataupun Timur, dari Syam maupu Yaman, dari orang Arab maupun non-Arab. Mereka semua menghormati dan membanggakan beliau.
Ibadah dan pendidikannya
Seringkali dia melakukan ibadah dan riyadhah. Sehingga suatu ketika dia tidak henti-hentinya berpuasa selama beberapa waktu dan hanya berbuka dengan kurma muda berwarna hijau dari Jahmiyyah di kota Lisk yang diwariskan oleh ayahnya. "Di Abnar, dia berpuasa selama 90 hari dan selalu sholat Subuh dengan air wudhu Isya' di Masjid Ba'isa di Kota Lask. Dalam pada itu, setiap malamnya dia berangkat berziarah ke makam di Tarim dan sholat di masjid-masjid kota itu. Di masjid Ba'isa tersebut, dia selalu sholat berjamaah. Menjelang wafat, beliau tidak pernah meningalkan sholat Dhuha dan witr.
Beliau selalu membaca wirid-wirid tareqat. Dia pribadi mempunyai beberapa doa dan salawat. Ada sebuah amalan wirid besar miliknya yang disebut "Hizb al-Hamd wa Al-Majd" yang dia diktekan kepada muridnya sebelum fajar tiba di sebuah masjid. Itu adalah karya terakhir yang disampaikan ke muridnya, Allamah Faqih Syeikh Muhammad bin Abdurrahman Bawazir pada tanggal 8 bulan Muharram tahun 992 H.
Ziarah ke makam Nabi Allah Hud a.s adalah kelazimannya yang lain. Sehingga Al-Faqih Muhammad bin Sirajuddin mengabarkan bahawa ziarah beliau mencapai 40 kali.
Setiap malam sepanjang 40 tahun, dia beranjak dari Lask ke Tarim untuk sholat di masjid-masjid kedua kota tersebut sambil membawa beberapa tempat minum untuk wudhu, minum orang dan hayawan yang berada di sekitar situ.
Ada banyak pengajaran dan kegiatan ilmiah yang beliau lakukan. Konon, dia membaca kitab Al-Ihya' karya Al-Ghazzali sebanyak 40 kali. Beliau juga membaca kitab Al-Minhaj-nya Imam Nawawi dalam fiqih Syafi'i sebanyak tiga kali secara kritis. Kitab Al-Minhaj adalah satu-satunya buku pegangannya dalam fiqih. Kemudian dia juga membaca Ar-Risalah Al-Qusyairiyyah di depan gurunya, Syaikh Umar bin Abdullah Bamakhramah.
Karya-karyanya
Antara lain:
Miftah As-sara'ir wa kanz Adz-Dzakha'ir. Kitab ini beliau karang sebelum usianya melampaui 17 tahun.
Mi'raj Al-Arwah membahas ilmu hakikat. Beliau memulai menulis buku ini pada tahun 987 H dan menyelesaikannya pada tahun 989 H.
Fath Bab Al-Mawahib yang juga mendiskusikan masalah-masalah ilmu hakikat. Dia memulainya di bulan Syawwal tahun 991 H dan dirampungkan dalam tahun yang sama tangal 9 bulan Dzul-Hijjah.
Ma'arij At-Tawhid
Dan sebuah diwan yang berisi pengalaman pada awal mula perjalanan spiritualnya.
Kata Mutiara dan Untaian Hikmah
Beliau memiliki banyak kata mutiara dan untaian hikmah yang terkenal, antara lain:
Pertama:
Paling bernilainya saat-saat dalam hidup adalah ketika kamu tidak lagi menemukan dirimu. Sebaliknya adalah ketika kamu masih menemukan dirimu. Ketahuilah wahai hamba Allah, bahwa engkau takkan mencapai Allah sampai kau fanakan dirimu dan kau hapuskan inderamu. Barang siapa yang mengenal dirinya (dalam keadaan tak memiliki apa pun juga), tidak akan melihat kecuali Allah; dan barang siapa tidak mengenal dirinya (sebagai tidak memiliki suatu apapun) maka tidak akan melihat Allah. Karena segala tempat hanya untuk mengalirkan apa yang di dalamnya.
Kedua:
Ungkapan beliau untuk menyuruh orang bergiat dan tidak menyia-nyiakan waktu: "Siapa yang tidak gigih di awal (bidayat) tidak akan sampai garis akhir (nihayat). Dan orang yang tidak bersungguh-sungguh (mujahadat), takkan mencapai kebenaran (musyahadat). Allah SWT berfirman: "Barangsiapa yang berjuang di jalan Kami, maka akan Kami tunjukkan kepadanya jalan-jalan Kami". Siapa pun yang tidak menghemat dan menjaga awqat (waktu-waktu) tidak akan selamat dari berbagia afat (malapetaka). Orang-orang yang telah melakukan kesalahan, maka layak mendapat siksaan.
Ketiga:
Tentang persahabatan: "Siapa yang bergaul bersama orang baik-baik, dia layak mendapatkan makrifat dan rahasia (sirr). Dan mereka yang bergaul dengan para pendosa dan orang bejat, akan berhak mendapat hina dan api neraka".
Keempat:
Penafsirannya atas sabda Rasul s.a.w: "Aku tidaklah seperti kalian. Aku selalu dalam naungan Tuhanku yang memberiku makan dan minum". Makanan dan minuman itu, menurutnya, bersifat spiritual yang datang datang dari haribaan Yang Maha Suci".
Kelima:
Engkau tidak akan mendapatkan berbagai hakikat, jika kamu belum meninggalkan benda-benda yang kau cintai ('Ala'iq). Orang yang rela dengan pemberian Allah (qana'ah), akan mendapt ketenteraman dan keselamatan. Sebaliknya, orang yang tamak, akan menjadi hina dan menyesal. Orang arif adalah orang yang memandang aib-aib dirinya. Sedangkan orang lalai adalah orang yang menyoroti aib-aib orang lain. Banyaklah diam maka kamu akan selamat. Orang yang banyak bicara akan banyak menyesal.
Keenam:
Benamkanlah wujudmu dalam Wujud-Nya. Hapuskanlah penglihatanmu, (dan gunakanlah) Penglihatan-Nya. Setelah semua itu, bersiaplah mendapat janji-Nya. Ambillah dari ilmu apa yang berguna, manakala engkau mendengarkanku. Resapilah, maka kamu akan meliht ucapan-ucapanku dlam keadaan terang-benderang. Insya-Allah....! Mengertilah bahawa Tuhan itu tertampakkan dalam kalbu para wali-Nya yang arif. Itu karena mereka lenyap dari selain-Nya, raib dari pandangan alam-raya melaluiKebenderangan-Nya. Di pagi dan sore hari, mereka menjadi orang-orang yang taat dalam suluk, takut dan berharap, ruku' dan sujud, riang dan digembirakan (dengan berita gembira), dan rela akan qadha' dan qadar-Nya. Mereka tidak berikhtiar untuk mendapat sesuatu kecuali apa-apa yang telah ditetapkan Tuhan untuk mereka".
Ketujuh:
Orang yang bahagia adalah orang yang dibahagiakan Allah tanpa sebab (sebab efesien yang terdekat, melainkan murni anugerah fadhl dari Allah). Ini dalam bahasa Hakikat. Adapun dalam bahasa Syari'at, orang bahagia adalah orang yang Allah bahagiakan mereka dengan amal-amal saleh. Sedang orang yang celaka, adalah orang yang Allah celakakan mereka dengan meninggalkan amal-amal saleh serta merusak Syariat - kami berharap ampunan dan pengampunan dari Allah.
Kelapan:
Orang celaka adalah yang mengikuti diri dan hawa nafsunya. Dan orang yang bahagia adalah orang yang menentang diri dan hawa nafsunya, minggat dri bumi menuju Tuhannya, dan selalu menjalankan sunnah-sunnah Nabi s.a.w.
Kesembilan:
Rendah-hatilah dan jangan bersikap congkak dan angkuh.
Kesepuluh:
Kemenanganmu teletak pada pengekangan diri dan sebaliknya kehancuranmu teletak pada pengumbaran diri. Kekanglah dia dan jangan kau umbar, maka engkau pasti akn menang (dalam melawan diri) dan selamat, Insya-Allah. Orang bijak adalah orang yang mengenal dirinya sedangkan orang jahil adalah orang yang tidak mengenal dirinya. Betapa mudah bagi para 'arif billah untuk membimbing orang jahil. Karena, kebahagiaan abadi dapt diperoleh dengan selayang pandang. Demikian pula tirai-tirai hakikat menyelubungi hati dengan hanya sekali memandang selain-Nya. Padahal Hakikat itu juga jelas tidak erhalang sehelai hijab pun. Relakan dirimu dengan apa yang telah Allah tetapkan padamu. Sebagian orang berkata: "40 tahun lamanya Allah menetapkan sesuatu pada diriku yang kemudian aku membencinya".
Kesebelas:
Semoga Allah memberimu taufik atas apa yang Dia ingini dan redhai. Tetapkanlah berserah diri kepada Allah. Teguhlah dalam menjalankan tatacara mengikut apa yang dilarang dan diperintahkan Rasul s.a.w. Berbaik prasangkalah kepada hamba-hamba Allah. Karena prasangka buruk itu bererti tiada taufik. Teruslah rela dengan qadha' walaupun musibah besar menimpamu. Tanamkanlah kesabaran yang indah (Ash-Shabr Al-Jamil) dalam dirimu. Allah berfirman: "Sesungguhnya Allah mengganjar orang-orang yang sabar itu tanpa perhitungan. Tinggalkanlah apa yang tidak menyangkut dirimu dan perketatlah penjagaan terhadap dirimu".
Keduabelas:
Dunia ini putra akhirat. Oleh karena itu, siapa yang telah menikahi (dunia), haramlah atasnya si ibu (akhirat).
Masih banyak lagi ucapan beliau r.a. yang lain yang sangat bernilai.
Manaqib (biografi) beliau
Banyak sekali buku-buku yang ditulis mengenai biorafi beliau yang ditulis para alim besar. Antara lain:
Bulugh Azh-Zhafr wa Al-Maghanim fi Manaqib Asy-Syaikh Abi Bakr bin Salim karya Allamah Syeikh Muhammad bin Sirajuddin.
Az-Zuhr Al-Basim fi Raba Al-Jannat; fi Manaqib Abi Bakr bin Salim Shahib 'Inat oleh Allamah Syeikh Abdullah bin Abi Bakr bin Ahmad Basya'eib.
Sayyid al-Musnad pemuka agama yang masyhur, Salim bin Ahmad bin Jindan Al-'Alawy mengemukakan bahawa dia memiliki beberapa manuskrip (naskah yang masih berbentuk tulisan tangan) tentang Syeikh Abu Bakar bin Salim. Di antaranya; Bughyatu Ahl Al-Inshaf bin Manaqib Asy-Syeikh Abi Bakr bin Salim bin Abdullah As-Saqqaf karya Allamah Muhammad bin Umar bin Shalih bin Abdurraman Baraja' Al-Khatib.
Dipetik dari:
Aurad al-Awliya' sempena menyambut rangka khaul Al-'Allamah Al-Habib Syeikh Abu Bakar bin Salim
Kata Mutiara dan Nasihatnya
1. Barangsiapa mengenal dirinya, ia tidak akan melihat selain Allah. Barang siapa tidak mengenal dirinya17, ia tidak akan melihat Allah Ta’ala.
2. Setiap wadah itu memercikkan apa yang ditampungnya.
3. Barang siapa yang pada masa bidayah-nya tidak bermujahadah, ia tidak akan mencapai puncak. Dan barang siapa tidak ber-mujahadah, ia tidak akan ber-musyahadah, Allah SWT berfirman:
“Dan orang-orang yang bersungguh-sungguh (bermujahadah) di jalan kami, maka akan kami tunjukkan jalan-jalan kami.”
(QS Al-Ankabut, 29:69)
4. Barang siapa tidak memelihara waktunya, ia tidak akan selamat dari bencana.
5. Barang siapa bergaul dengan orang-orang yang baik (akhyar) ia akan memperoleh berbagai pengetahuan dan asrar, dan barangsiapa bergaul dengan orang-orang yang jahat, ia akan memperoleh aib dan siksa neraka.
6. Berbagai hakekat tidak akan diperoleh kecuali dengan meninggalkan berbagai penghalang (‘alaiq).
7. Dalam qana’ah terdapat ketentraman dan keselamatan, dalam tamak terdapat kehinaan dan penyesalan.
8. Orang yang arif melihat aib-aib dirinya, sedang orang yang lalai melihat aib-aib manusia lain.
9. Barang siapa diam ia akan selamat dan barang siapa berbicara ia akan menyesal.
10. Orang yang bahagia (sa‘id) adalah orang yang disenangkan oleh Allah tanpa alasan tertentu dan orang yang sengsara (syaqi) adalah orang yang disengsarakan Allah tanpa sebab tertentu. Demikianlah menurut ilmu hakekat. Sedangkan menurut ilmu syariat, orang yang bahagia adalah orang yang oleh Allah diberi kesenangan dengan melakukan berbagai amal saleh, dan orang yang sengsara adalah orang yang disengsarakan oleh Allah dengan meninggalkan amal-amal saleh dan melanggar syariat agama.
11. Orang yang sengsara adalah orang yang mengikuti hawa nafsunya. Dan orang yang bahagia adalah orang yang melawan hawa nafsunya, berpaling dari alam untuk menoleh kepada Penciptanya, dan melewatkan waktu pagi dan sore dengan meneladani sunah nabinya.
12. Hendaklah kamu bertawadhu’ dan tidak menonjolkan diri. Jauhilah sikap takabbur dan cinta kedudukan.
13. Kesuksesanmu adalah saat kamu membenci nafsumu dan kehancuranmu adalah saat kamu meridhoinya. Karena itu, bencilah nafsumu dan jangan meridhoinya, niscaya kamu akan berhasil meraih segala cita-citamu, Insyaa Allah.
14. Orang yang arif adalah yang mengenal dirinya, sedangkan orang jahil adalah yang tidak mengenal dirinya.
15. Alangkah mudah bagi seorang arif billah untuk membimbing orang jahil, kadang kala kebahagiaan abadi dapat diraih hanya lewat sekilas pandangnya.
16. Ridholah atas maqam apapun yang Allah berikan kepadamu. Seorang sufi berkata, “Selama lebih dari 40 tahun aku tidak pernah merasa benci pada maqam yang Allah berikan kepadaku.”
17. Berprasangka baiklah kepada sesama hamba Allah, sebab buruk sangka timbul karena tiadanya taufik. Ridholah selalu pada qadha`. Bersikap sabarlah, walaupun musibah yang kamu alami teramat besar.
18. Allah Ta’ala berfirman:
"Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang akan dibalas dengan pahala tanpa batas."
(QS Az-Zumar, 39:10)
19. Dan tinggalkanlah hal-hal yang tidak ada manfaatnya bagimu, benahilah dirimu sendiri dahulu.
20. Dunia adalah anak perempuan akhirat, barang siapa menikahi seorang perempuan, haram mengawini ibunya.
21. Berbagai hakekat terhijab dari hati karena perhatian kepada selain Allah.
22. Waktumu yang paling bermanfaat adalah di saat kamu fana’ dan waktumu yang paling sia-sia adalah di saat kamu menyadari dirimu.
Diringkas dari
Biografi Syeikh Abu Bakar bin Salim
yang ditulis oleh Habib Abdullah bin Ahmad Al-Haddar
Syeikh Abu Bakar bin Salim adalah syeikh Islam dan teladan manusia. Pemimpin alim ulama. Hiasan para wali. Seorang yang amat jarang ditemukan di zamannya. Da'i yang menunjukkan jalan Illahi dengan wataknya.
Pembimbing kepada kebenaran dengan perkataannya. Para ulama di zamannya mengakui keunggulannya. Dia telah menyegarkan berbagai warisan pendahulu-pendahulunya yang saleh. Titisan dari Hadrat Nabawi. Cabang dari pohon besar Alawi. Alim Rabbani. Imam kebanggaan Agama, Abu Bakar bin Salim Al-'Alawi, semoga Allah meredhainya.
Beliau lahir di Kota Tarim yang makmur, salah satu kota di Hadramaut, pada tanggal 13 Jumadi Ats-Tsani, tahun 919 H. Dia kota itu, dia tumbuh dengan pertumbuhan yang saleh, di bawah tradisi nenek moyangnya yang suci dalam menghafal Al-Quran.
Orang-orang terpercaya telah mengisahkan; manakala beliau mendapat kesulitan menghafal Al-Quran pada awalnya. Ayahnya mengadukan halnya kepada Syeikh Al-Imam Syihabuddin bin Abdurrahman bin Syeikh Ali. Maka Syeikh itu bertutur: "Biarkanlah dia! Dia akan mampu menghafal dengan sendirinya dan kelak dia akan menjadi orang besar. Maka menjadilah dia seperti yang telah diucapkan Syeikh itu. Serta-merta, dalam waktu singkat, dia telah mengkhatamkan Al-Quran.
Kemudian dia disibukkan dengan menuntut ilmu-ilmu bahasa Arab dan agama dari para pembesar ulama dengan semangat yang kuat, kejernihan batin dan ketulusan niat. Bersamaan dengan itu, dia memiliki semangat yang menyala dan ruh yang bergelora. Maka tampaklah tanda-tanda keluhurannya, bukti-bukti kecerdasannya dan ciri-ciri kepimpinannya. Sejak itu, sebagaimana diberitakan Asy-Syilly dalam kitab Al-Masyra' Ar-Rawy, dia membolak-balik kitab-kitab tentang bahasa Arab dan agama dan bersungguh-sungguh dalam mengkajinya serta menghafal pokok-pokok dan cabang-cabang kedua disiplin tersebut. Sampai akhirnya, dia mendapat langkah yang luas dalam segala ilmu pengetahuan.
Dia telah menggabungkan pemahaman, peneguhan, penghafalan dan pendalaman. Dialah alim handal dalam ilmu-ilmu Syariat, mahir dalam sastra Arab dan pandai serta kokoh dalam segenap bidang pengetahuan.
Dalam semua bidang tersebut, beliau telah menampakkan kecerdasannya yang nyata. Maka, menonjollah karya-karyanya dalam mengajak dan membimbing hamba-hamba Allah menuju jalan-Nya yang lurus.
Guru-guru beliau
Para guru beliau antara lain; Umar Basyeban Ba'alawi, ahli fiqih yang saleh, Abdullah bin Muhammad Basahal Bagusyair dan Faqih Umar bin Abdullah Bamakhramah. Pada merekalah dia mengkaji kitab Ar-Risalah Al-Qusyairiyyah. Syeikh Ma'ruf bin Abdullah Bajamal Asy-Syibamy dan Ad-Dau'any juga termasuk guru-guru beliau.
Hijrahnya dari Tarim
Dia beranjak dari Kota Tarim ke kota lain bertujuan untuk menghidupkan pengajian. memperbarui corak dan menggalakkan dakwah Islamiyah di jantung kota tersebut. Maka berangkatlah beliau ke kota 'Inat, salah satu negeri Hadramaut. Dia menjadikan kota itu sebagai kota hijrahnya. Kota itu dia hidupkan dengan ilmu dan dipilihnya sebagai tempat pendidikan, pengajaran dan pembimbingan. Tinggallah di sana hingga kini, masjid yang beliau dirikan dan pemakaman beliau yang luas. Syahdan, berbondong-bondonglah manusia berdatangan dari berbagai pelosok negeri untuk menimba ilmunya. Murid-murid beliau mengunjunginya dari beragam tempat: Hadramaut, Yaman, Syam, India, Indus, Mesir, Afrika, Aden, Syihr dan Misyqash.
Para murid selalu mendekati beliau untuk mengambil kesempatan merasakan gambaran kemuliaan dan menyerap limpahan ilmunya. Dengan merekalah pula, kota 'Inat yang kuno menjadi berkembang ramai. Kota itu pun berbangga dengan Syeikh Imam Abu Bakar bin Salim Al-'Alawi. Karena berkat kehadiran beliaulah kota tersebut terkenal dan tersohor, padahal sebelumnya adalah kota yang terlupakan.
Tentang hal itu, Muhammad bin Ali bin Ja'far Al-Katsiry bersyair:
Ketika kau datangi 'Inat, tanahnya pun bedendang
Dari permukaannya yang indah terpancarlah makrifat
Dahimu kau letakkan ke tanah menghadap kiblat
Puji syukur bagi yang membuatmu mencium tanah liatnya
Kota yang di dalamnya diletakkan kesempurnaan
Kota yang mendapat karunia besar dari warganya
Dengan khidmat, masuklah sang Syeikh merendahkan diri
Duhai, kota itu telah terpenuhi harapannya.
Akhlak dan kemuliaannya
Dia adalah seorang dermawan dan murah hati, menginfakkan hrtanya tanpa takut menjadi fakir. Dia memotong satu dua ekor unta untuk para peziarahnya, jika jumlah mereka banyak. Dan betapa banyak tamu yang mengunjungi ke pemukimannya yang luas.
Dia amat mempedulikan para tamu dan memperhatikan keadaan mereka.Tidak kurang dari 1000 kerat roti tiap malam dan siangnya beliau sedekahkan untuk fuqara'. Kendati dia orang yang paling ringan tangannya dan paling banyak infaknya, dia tetap orang yang paling luhur budi pekertinya, paling lapang dadanya, paling sosial jiwanya dan paling rendah hatinya. Sampai-sampai orang banyak tidak pernah menyaksikannya beristirahat.
Syeikh ahli fiqih, Abdurrahman bin Ahmad Bawazir pernah berkata: "Syeikh Abu Bakar selama 15 tahun dari akhir umurnya tidak pernah terlihat duduk-duduk bersama orang-orang dekatnya dan orang-orang awam lainnya kecuali ntuk menanti didirikannya sholat lima waktu".
Syeikh sangat mengasihani orang-orang lemah dan berkhidmat kepada orang-orang yang menderita kesusahan. Dia memperlihatkan dan menyenangkan perasaan mereka dan memenuhi hak-hak mereka dengan baik.
Di antara sekian banyak akhlaknya yang mulia itu adalah kuatnya kecintaan, rasa penghormatan dan kemasyhuran nama baiknya di kalangan rakyat. Selain murid-murid dan siswa-siswanya, banyak sekali orang berkunjung untuk menemuinya dari berbagai tempat; baik dari Barat ataupun Timur, dari Syam maupu Yaman, dari orang Arab maupun non-Arab. Mereka semua menghormati dan membanggakan beliau.
Ibadah dan pendidikannya
Seringkali dia melakukan ibadah dan riyadhah. Sehingga suatu ketika dia tidak henti-hentinya berpuasa selama beberapa waktu dan hanya berbuka dengan kurma muda berwarna hijau dari Jahmiyyah di kota Lisk yang diwariskan oleh ayahnya. "Di Abnar, dia berpuasa selama 90 hari dan selalu sholat Subuh dengan air wudhu Isya' di Masjid Ba'isa di Kota Lask. Dalam pada itu, setiap malamnya dia berangkat berziarah ke makam di Tarim dan sholat di masjid-masjid kota itu. Di masjid Ba'isa tersebut, dia selalu sholat berjamaah. Menjelang wafat, beliau tidak pernah meningalkan sholat Dhuha dan witr.
Beliau selalu membaca wirid-wirid tareqat. Dia pribadi mempunyai beberapa doa dan salawat. Ada sebuah amalan wirid besar miliknya yang disebut "Hizb al-Hamd wa Al-Majd" yang dia diktekan kepada muridnya sebelum fajar tiba di sebuah masjid. Itu adalah karya terakhir yang disampaikan ke muridnya, Allamah Faqih Syeikh Muhammad bin Abdurrahman Bawazir pada tanggal 8 bulan Muharram tahun 992 H.
Ziarah ke makam Nabi Allah Hud a.s adalah kelazimannya yang lain. Sehingga Al-Faqih Muhammad bin Sirajuddin mengabarkan bahawa ziarah beliau mencapai 40 kali.
Setiap malam sepanjang 40 tahun, dia beranjak dari Lask ke Tarim untuk sholat di masjid-masjid kedua kota tersebut sambil membawa beberapa tempat minum untuk wudhu, minum orang dan hayawan yang berada di sekitar situ.
Ada banyak pengajaran dan kegiatan ilmiah yang beliau lakukan. Konon, dia membaca kitab Al-Ihya' karya Al-Ghazzali sebanyak 40 kali. Beliau juga membaca kitab Al-Minhaj-nya Imam Nawawi dalam fiqih Syafi'i sebanyak tiga kali secara kritis. Kitab Al-Minhaj adalah satu-satunya buku pegangannya dalam fiqih. Kemudian dia juga membaca Ar-Risalah Al-Qusyairiyyah di depan gurunya, Syaikh Umar bin Abdullah Bamakhramah.
Karya-karyanya
Antara lain:
Miftah As-sara'ir wa kanz Adz-Dzakha'ir. Kitab ini beliau karang sebelum usianya melampaui 17 tahun.
Mi'raj Al-Arwah membahas ilmu hakikat. Beliau memulai menulis buku ini pada tahun 987 H dan menyelesaikannya pada tahun 989 H.
Fath Bab Al-Mawahib yang juga mendiskusikan masalah-masalah ilmu hakikat. Dia memulainya di bulan Syawwal tahun 991 H dan dirampungkan dalam tahun yang sama tangal 9 bulan Dzul-Hijjah.
Ma'arij At-Tawhid
Dan sebuah diwan yang berisi pengalaman pada awal mula perjalanan spiritualnya.
Kata Mutiara dan Untaian Hikmah
Beliau memiliki banyak kata mutiara dan untaian hikmah yang terkenal, antara lain:
Pertama:
Paling bernilainya saat-saat dalam hidup adalah ketika kamu tidak lagi menemukan dirimu. Sebaliknya adalah ketika kamu masih menemukan dirimu. Ketahuilah wahai hamba Allah, bahwa engkau takkan mencapai Allah sampai kau fanakan dirimu dan kau hapuskan inderamu. Barang siapa yang mengenal dirinya (dalam keadaan tak memiliki apa pun juga), tidak akan melihat kecuali Allah; dan barang siapa tidak mengenal dirinya (sebagai tidak memiliki suatu apapun) maka tidak akan melihat Allah. Karena segala tempat hanya untuk mengalirkan apa yang di dalamnya.
Kedua:
Ungkapan beliau untuk menyuruh orang bergiat dan tidak menyia-nyiakan waktu: "Siapa yang tidak gigih di awal (bidayat) tidak akan sampai garis akhir (nihayat). Dan orang yang tidak bersungguh-sungguh (mujahadat), takkan mencapai kebenaran (musyahadat). Allah SWT berfirman: "Barangsiapa yang berjuang di jalan Kami, maka akan Kami tunjukkan kepadanya jalan-jalan Kami". Siapa pun yang tidak menghemat dan menjaga awqat (waktu-waktu) tidak akan selamat dari berbagia afat (malapetaka). Orang-orang yang telah melakukan kesalahan, maka layak mendapat siksaan.
Ketiga:
Tentang persahabatan: "Siapa yang bergaul bersama orang baik-baik, dia layak mendapatkan makrifat dan rahasia (sirr). Dan mereka yang bergaul dengan para pendosa dan orang bejat, akan berhak mendapat hina dan api neraka".
Keempat:
Penafsirannya atas sabda Rasul s.a.w: "Aku tidaklah seperti kalian. Aku selalu dalam naungan Tuhanku yang memberiku makan dan minum". Makanan dan minuman itu, menurutnya, bersifat spiritual yang datang datang dari haribaan Yang Maha Suci".
Kelima:
Engkau tidak akan mendapatkan berbagai hakikat, jika kamu belum meninggalkan benda-benda yang kau cintai ('Ala'iq). Orang yang rela dengan pemberian Allah (qana'ah), akan mendapt ketenteraman dan keselamatan. Sebaliknya, orang yang tamak, akan menjadi hina dan menyesal. Orang arif adalah orang yang memandang aib-aib dirinya. Sedangkan orang lalai adalah orang yang menyoroti aib-aib orang lain. Banyaklah diam maka kamu akan selamat. Orang yang banyak bicara akan banyak menyesal.
Keenam:
Benamkanlah wujudmu dalam Wujud-Nya. Hapuskanlah penglihatanmu, (dan gunakanlah) Penglihatan-Nya. Setelah semua itu, bersiaplah mendapat janji-Nya. Ambillah dari ilmu apa yang berguna, manakala engkau mendengarkanku. Resapilah, maka kamu akan meliht ucapan-ucapanku dlam keadaan terang-benderang. Insya-Allah....! Mengertilah bahawa Tuhan itu tertampakkan dalam kalbu para wali-Nya yang arif. Itu karena mereka lenyap dari selain-Nya, raib dari pandangan alam-raya melaluiKebenderangan-Nya. Di pagi dan sore hari, mereka menjadi orang-orang yang taat dalam suluk, takut dan berharap, ruku' dan sujud, riang dan digembirakan (dengan berita gembira), dan rela akan qadha' dan qadar-Nya. Mereka tidak berikhtiar untuk mendapat sesuatu kecuali apa-apa yang telah ditetapkan Tuhan untuk mereka".
Ketujuh:
Orang yang bahagia adalah orang yang dibahagiakan Allah tanpa sebab (sebab efesien yang terdekat, melainkan murni anugerah fadhl dari Allah). Ini dalam bahasa Hakikat. Adapun dalam bahasa Syari'at, orang bahagia adalah orang yang Allah bahagiakan mereka dengan amal-amal saleh. Sedang orang yang celaka, adalah orang yang Allah celakakan mereka dengan meninggalkan amal-amal saleh serta merusak Syariat - kami berharap ampunan dan pengampunan dari Allah.
Kelapan:
Orang celaka adalah yang mengikuti diri dan hawa nafsunya. Dan orang yang bahagia adalah orang yang menentang diri dan hawa nafsunya, minggat dri bumi menuju Tuhannya, dan selalu menjalankan sunnah-sunnah Nabi s.a.w.
Kesembilan:
Rendah-hatilah dan jangan bersikap congkak dan angkuh.
Kesepuluh:
Kemenanganmu teletak pada pengekangan diri dan sebaliknya kehancuranmu teletak pada pengumbaran diri. Kekanglah dia dan jangan kau umbar, maka engkau pasti akn menang (dalam melawan diri) dan selamat, Insya-Allah. Orang bijak adalah orang yang mengenal dirinya sedangkan orang jahil adalah orang yang tidak mengenal dirinya. Betapa mudah bagi para 'arif billah untuk membimbing orang jahil. Karena, kebahagiaan abadi dapt diperoleh dengan selayang pandang. Demikian pula tirai-tirai hakikat menyelubungi hati dengan hanya sekali memandang selain-Nya. Padahal Hakikat itu juga jelas tidak erhalang sehelai hijab pun. Relakan dirimu dengan apa yang telah Allah tetapkan padamu. Sebagian orang berkata: "40 tahun lamanya Allah menetapkan sesuatu pada diriku yang kemudian aku membencinya".
Kesebelas:
Semoga Allah memberimu taufik atas apa yang Dia ingini dan redhai. Tetapkanlah berserah diri kepada Allah. Teguhlah dalam menjalankan tatacara mengikut apa yang dilarang dan diperintahkan Rasul s.a.w. Berbaik prasangkalah kepada hamba-hamba Allah. Karena prasangka buruk itu bererti tiada taufik. Teruslah rela dengan qadha' walaupun musibah besar menimpamu. Tanamkanlah kesabaran yang indah (Ash-Shabr Al-Jamil) dalam dirimu. Allah berfirman: "Sesungguhnya Allah mengganjar orang-orang yang sabar itu tanpa perhitungan. Tinggalkanlah apa yang tidak menyangkut dirimu dan perketatlah penjagaan terhadap dirimu".
Keduabelas:
Dunia ini putra akhirat. Oleh karena itu, siapa yang telah menikahi (dunia), haramlah atasnya si ibu (akhirat).
Masih banyak lagi ucapan beliau r.a. yang lain yang sangat bernilai.
Manaqib (biografi) beliau
Banyak sekali buku-buku yang ditulis mengenai biorafi beliau yang ditulis para alim besar. Antara lain:
Bulugh Azh-Zhafr wa Al-Maghanim fi Manaqib Asy-Syaikh Abi Bakr bin Salim karya Allamah Syeikh Muhammad bin Sirajuddin.
Az-Zuhr Al-Basim fi Raba Al-Jannat; fi Manaqib Abi Bakr bin Salim Shahib 'Inat oleh Allamah Syeikh Abdullah bin Abi Bakr bin Ahmad Basya'eib.
Sayyid al-Musnad pemuka agama yang masyhur, Salim bin Ahmad bin Jindan Al-'Alawy mengemukakan bahawa dia memiliki beberapa manuskrip (naskah yang masih berbentuk tulisan tangan) tentang Syeikh Abu Bakar bin Salim. Di antaranya; Bughyatu Ahl Al-Inshaf bin Manaqib Asy-Syeikh Abi Bakr bin Salim bin Abdullah As-Saqqaf karya Allamah Muhammad bin Umar bin Shalih bin Abdurraman Baraja' Al-Khatib.
Dipetik dari:
Aurad al-Awliya' sempena menyambut rangka khaul Al-'Allamah Al-Habib Syeikh Abu Bakar bin Salim
Kata Mutiara dan Nasihatnya
1. Barangsiapa mengenal dirinya, ia tidak akan melihat selain Allah. Barang siapa tidak mengenal dirinya17, ia tidak akan melihat Allah Ta’ala.
2. Setiap wadah itu memercikkan apa yang ditampungnya.
3. Barang siapa yang pada masa bidayah-nya tidak bermujahadah, ia tidak akan mencapai puncak. Dan barang siapa tidak ber-mujahadah, ia tidak akan ber-musyahadah, Allah SWT berfirman:
“Dan orang-orang yang bersungguh-sungguh (bermujahadah) di jalan kami, maka akan kami tunjukkan jalan-jalan kami.”
(QS Al-Ankabut, 29:69)
4. Barang siapa tidak memelihara waktunya, ia tidak akan selamat dari bencana.
5. Barang siapa bergaul dengan orang-orang yang baik (akhyar) ia akan memperoleh berbagai pengetahuan dan asrar, dan barangsiapa bergaul dengan orang-orang yang jahat, ia akan memperoleh aib dan siksa neraka.
6. Berbagai hakekat tidak akan diperoleh kecuali dengan meninggalkan berbagai penghalang (‘alaiq).
7. Dalam qana’ah terdapat ketentraman dan keselamatan, dalam tamak terdapat kehinaan dan penyesalan.
8. Orang yang arif melihat aib-aib dirinya, sedang orang yang lalai melihat aib-aib manusia lain.
9. Barang siapa diam ia akan selamat dan barang siapa berbicara ia akan menyesal.
10. Orang yang bahagia (sa‘id) adalah orang yang disenangkan oleh Allah tanpa alasan tertentu dan orang yang sengsara (syaqi) adalah orang yang disengsarakan Allah tanpa sebab tertentu. Demikianlah menurut ilmu hakekat. Sedangkan menurut ilmu syariat, orang yang bahagia adalah orang yang oleh Allah diberi kesenangan dengan melakukan berbagai amal saleh, dan orang yang sengsara adalah orang yang disengsarakan oleh Allah dengan meninggalkan amal-amal saleh dan melanggar syariat agama.
11. Orang yang sengsara adalah orang yang mengikuti hawa nafsunya. Dan orang yang bahagia adalah orang yang melawan hawa nafsunya, berpaling dari alam untuk menoleh kepada Penciptanya, dan melewatkan waktu pagi dan sore dengan meneladani sunah nabinya.
12. Hendaklah kamu bertawadhu’ dan tidak menonjolkan diri. Jauhilah sikap takabbur dan cinta kedudukan.
13. Kesuksesanmu adalah saat kamu membenci nafsumu dan kehancuranmu adalah saat kamu meridhoinya. Karena itu, bencilah nafsumu dan jangan meridhoinya, niscaya kamu akan berhasil meraih segala cita-citamu, Insyaa Allah.
14. Orang yang arif adalah yang mengenal dirinya, sedangkan orang jahil adalah yang tidak mengenal dirinya.
15. Alangkah mudah bagi seorang arif billah untuk membimbing orang jahil, kadang kala kebahagiaan abadi dapat diraih hanya lewat sekilas pandangnya.
16. Ridholah atas maqam apapun yang Allah berikan kepadamu. Seorang sufi berkata, “Selama lebih dari 40 tahun aku tidak pernah merasa benci pada maqam yang Allah berikan kepadaku.”
17. Berprasangka baiklah kepada sesama hamba Allah, sebab buruk sangka timbul karena tiadanya taufik. Ridholah selalu pada qadha`. Bersikap sabarlah, walaupun musibah yang kamu alami teramat besar.
18. Allah Ta’ala berfirman:
"Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang akan dibalas dengan pahala tanpa batas."
(QS Az-Zumar, 39:10)
19. Dan tinggalkanlah hal-hal yang tidak ada manfaatnya bagimu, benahilah dirimu sendiri dahulu.
20. Dunia adalah anak perempuan akhirat, barang siapa menikahi seorang perempuan, haram mengawini ibunya.
21. Berbagai hakekat terhijab dari hati karena perhatian kepada selain Allah.
22. Waktumu yang paling bermanfaat adalah di saat kamu fana’ dan waktumu yang paling sia-sia adalah di saat kamu menyadari dirimu.
Diringkas dari
Biografi Syeikh Abu Bakar bin Salim
yang ditulis oleh Habib Abdullah bin Ahmad Al-Haddar
Langganan:
Postingan (Atom)