Selamat datang Para Pecinta Rasulullah Saw

Cintailah ahlul baitku karena kecintaan kalian padaku...semoga kita semua dikumpulkan bersama Rasulullah SAW dan ahlul baitnya kelak di surga Allah SWT, amin

Kamis, 28 Agustus 2008

Riwayat Hiudp Imam Musa Al-Kadzim a.s

Untuk yang kesekian kalinya keluarga Rasulullah dibahagiakan atas kelahiran seorang manusia suci, pilihan Allah demi

kelestarian hujjahnya yaitu Musa bin Ja'far. Beliau dilahirkan pada hari Ahad 7 Shafar 128 H di kota Abwa' antara

Makkah dan Madinah.

Ayahnya begitu gembira dengan kelahiran putranya ini hingga beliau berucap: "Aku berharap tidak memperoleh putra

lain selain dia sehingga tidak ada yang membagi cintaku padanya". Ayahnya, Imam Ja'far As-Shadiq, telah mengetahui

bahwa bayi tersebut akan menjadi orang besar dan mempunyai kedudukan yang mulia yaitu sebagai calon Imam,

pemimpin spiritual yang akan menjadi penerus Ahlul Bait dalam berhidmat untuk risalah Allah SWT yang dipercayakan

kepada kakeknya Muhammad saww. Beliau dilahirkan dari seorang ibu yang bernama Hamidah, seorang wanita

berkebangsaan Andalusia (Spanyol). Sejak masa kecilnya beliau telah menunjukkan sifat kepandaiannya. Pada suatu

saat Abu Hanifah datang ke kediaman Imam Ja'far As-Shadiq untuk menanyakan suatu masalah. Pada waktu itu Imam

Ja'far As-Shadiq a.s. sedang istirahat lalu Abu Hanifah bertanya kepada anaknya, Musa Al-Kadzim yang pada waktu itu

berumur 5 tahun. Setelah mengucapkan salam beliau bertanya: Bagaimana pendapat Anda tentang perbuatanperbuatan

seorang manusia? Apakah dia melakukan sendiri atau Allah yang mejadikan dia berbuat seperti itu? "Wahai

Abu Hanifah! Imam berusia 5 tahun tersebut menjawab dengan gaya seperti para leluhurnya,: "perbuatan-perbuata n

seorang manusia dilahirkan atas tiga kemungkinan.

Pertama, Allah sendiri yang melakukan sementara manusia benar-benar takberdaya. Kedua, Allah dan manusia samasama

berperan atas perbuatan-perbuatan tersebut. Ketiga, manusia sendiri yang melakukannya. Maka, jika asumsi

pertama yang benar dengan jelas membuktikan ketidakadilan Allah yang menghukum makhIuk-Nya atas dosa-dosa

yang mereka tidak lakukan. Dan jika kondisi yang kedua diterima, maka Allahpun tidak adil kalau Dia menghukum

manusia atas kesalahan-kesalahan yang di dalamnya Allah sendiri bertindak sebagai sekutu. Tinggal alternatif yang

ketiga, yakni bahwa manusia sepenuhnya bertanggung jawab atas perbuatan-perbuatan mereka sendiri". Mengenai

situasi politik di zaman beliau hampir sama dengan zaman sebelumnya. Beliau hidup dalam zaman yang paling kritis di

bawah raja-raja zalim dari Bani Abbas. Beliau hidup di zaman Al-Manshur, Al-Mahdi, Al-Hadi dan Harun Ar-Rasyid. Di

masa Imam Musa masih berusia 5 tahun. Telah terjadi sebuah peristiwa besar yaitu runtuhnya Dinasti Umayyah dan

bangkitnya Dinasti Abbasyiah. Bani Abbasiyah juga tidak kalah dalam perbuatan jahatnya. Kedudukan jadi rebutan di

saat itu, sementara istana dipenuhi dengan gundik-gundik dan harta. Tari-tarian serta lagu dan syair menjadi hiasan

istana Bani Abbasyiah, kejahatan mereka merajalela dan dekadensi moral hampir merata dimana-mana. Nasib keluarga

Imam Musa a.s. (Al-Alawiyin) teraniaya di zaman ini.

Di zaman Al-Manshur mereka dipenjarakan tanpa diberi makan, sebagian lagi diusir dari rumah-rumahnya dan yang lain

dibunuh. Penguburan hidup-hidup bukan merupakan pemandangan yang baru lagi di zaman ini. Kebiadaban Al-Manshur

tidak berlangsung lama pada tanggal 3 Dzulhijjah158 H, dia mati lalu digantikan oleh anaknya Al-Mahdi. Al-Mahdi

memerintah sejak 3 Dzulhijjah 158-22 Muharam 169. Di masa pemerintahannya, Imam Musa pernah dipenjarakan di

Baghdad yang kemudian dibebaskan lagi. Walau penekanan dan kejahatan tidak dapat dielakkan lagi, namun

penderilaan Ahlul Bait tidaklah separah di zaman Al-Manshur. Setelah beberapa tahun, Al-Mahdi juga meninggal dunia

dan sejak 22 Muharram 169 H, anaknya, Al-Hadi, menggantikan posisi ayahnya sebagai raja Bani Abbas. Dia terkenal

Tidak ada komentar: