Selamat datang Para Pecinta Rasulullah Saw

Cintailah ahlul baitku karena kecintaan kalian padaku...semoga kita semua dikumpulkan bersama Rasulullah SAW dan ahlul baitnya kelak di surga Allah SWT, amin

Kamis, 28 Agustus 2008

Ali ar ridha

Nama : Ali
Gelar : Ar-Ridha
Julukan : Abu al-Hasan
Ayah : Musa al-Kadzim
Ibu : Taktam yang dijuluki Ummu al-Banin
Tempat/Tgl Lahir : Madinah, Kamis, 11 Dzulqo'dah 148 H
Hari/Tgl Wafat : Selasa, 17 Shafar 203 H.
Umur : 55 Tahun
Sebab Kematian : Diracun Makinun al-Abbasi
Makam : Masyhad, Iran
Jumlah Anak : 6 orang; 5 Laki-laki dan 1 Perempuan
Anak laki-laki : Muhmmad Al-Qani', Hasan, Ja'far, Ibrahim, Husein
Anak perempuan : Aisyah


Riwayat Hidup

"Imam adalah orang yang menghalalkan apa yang dihalalkan Allah dan mengharamkan apa yang diharamkan-Nya" .

"Imam adalah seorang yang berilmu bukan seorang yang bodoh, yang akan membimbing umat bukan membuat makar".

"Imam itu tinggi ilmunya, sempurna sifat lemah lembutnya, tegas dalam perintah, tahu tentang politik, punya hak untuk menjadi pemimpin".

"Sesungguhnya Imam itu kendali agama dan sistem bagi kaum muslimin serta pondasi Islam yang kokoh. Dengannya, salat, zakat, puasa dan haji serta jihad menjadi lengkap".

"Imam bertanggung jawab memelihara Islam, serta mempertahankan syariat, aqidah dari penyimpangan dan penyesalan".

"Imam bertanggungg jawab mendidik. umat, karenanya harus bersifat memiliki ilmu, tabu tentang situasi dan kondisi sosial, politik dan kepemimpinan" .

Tulisan di atas merupakan sedikit penjelasan tentang makna keimaman yang dikernukakan Ali bin Musa Ar-Ridha a.s.

Beliau adalah pewaris keimamahan setelah ayahnya, Musa al-Kazim a.s. yang wafat diracun oleh Harun Ar-Rasyid. lbunya, Taktam yang dijuluki Ummu al-Banin dia adalah seorang yang shalehah, ahli ibadah, utama dalam akal dan agamanya dan setelah melahirkan Ali ar-Ridha a.s, Imam Musa memberinya nama at-thahirah. Imam Ali ar-Ridha a.s hidup dalam bimbingan, pengajaran dan didikan ayahnya selama tiga puluh lima tahun. Sejarah menjadi saksi nyata bahwa para Imam Ahlul Bait ini sangat utama dalam kedudukannya yang sekaligus merupakan rujukan bagi kaum muslimin dalam setiap permasalahan. Begitu juga Imam Ali ar-Ridha yang tumbuh dalam didikan ayahnya pantas menjadi seorang Imam serta mursyid (guru penunjuk) yang akan memelihara madrasah Ahlu Bait Nabi dan menduduki posisi kepemimpinan di mata kaum muslimin.

Begitulah, setiap Imam akan dibimbing oleh Imam sebelumnya dan setiap Imam akan memperkenalkan dan menunjukkan identitas Imam yang akan menggantikannya, agar kaum muslimin tidak kebingungan tentang siapa penerus misinya guna merujuk kepadanya dalam mencari pengetahuan tentang syariat Islam, menimba ilmu dan ma'rifat serta mengikuti kepemimpinan dan pentunjuknya.

Di zaman Ali ar-Ridha a.s. bidang ilmu, kegiatan penelitian, penulisan buku dan pendukumentasian telah berkembang pesat. Di masa ini juga hidup As-Syafi'i, Malik bin Anas, As-Tsauri, As-Syaibani, Abdullah bin Mubarok dan berbagai tokoh-tokoh ilmu pengelahuan syariat dan logika serta kemasyarakatan. Mengenai situasi sosial saat itu, siapapun yang mengkaji akan mengetahui bahwa kehidupan islam yang dipimpin al Mahdi, al-Hadi, ar-Rasyid, al-Amin dan al-Makmun adalah kehidupan yang sarat dengan kefoya-foyaan, penuh dengan budak-budak perempuan, para penyanyi, penari dan gelas-gelas khomer. Ribuan juta dinar dan dirham dihambur-hamburkan sementara rakyat hidup dalam penekanan, pajak yang tinggi serta kelaparan dan berbagai teror yang ditujukan kepada mereka. Di saat seperti inilah Imam Ahlul Bait menunjukkan sikap ramahnya kepada kaum tertindas yang hidup dalam serba ketakutan serta menyerukan perbaikan dan perubahan yang sejalan dengan prinsip-prinsip Islam. Karenanya, mereka mengalami penyiksaan, pengejaran, pemenjaraan pembunuhan. Sedang situasi politik saat itu, setelah Harun Ar-Rasyid meracuni ayahnya dia masih hidup beberapa tahun bersama Iman Ali Ar-Ridha. Perlakuan Harun Ar-Rasyid kepada Imam Ali ar-Ridha tidak seperti perlakuan terhadap ayahnya.

Sebelum Harun ar-Rasyid meninggal, dia membagi negeri kekuasaannya di antara ketiga orang anaknya; al-Amin, al-Makmun, al-Qosim. Situasi politik dan perekonomian mengalami kemerosotan yang tajam. Sementara itu, Imam Ali Ridha mempunyai pengaruh yang besar terhadap para pengikutnya. Untuk mengantisipasi keadaan itu dan sekaligus memadamkan adanya beberapa pemberontakan dari kaum Alawiyin, al-Makmun kemudian mengumurnkan rencananya untuk mengangkat Imam Ali Ridha sebagai putra mahkota sepeninggalnya. Walaupun rencana itu mendapat tantangan yang keras dari pihak keluarganya, namun dia tetap bersikeras untuk mempertahankan rencananya. Kemudian dia mengirim utusan kepada Imam Ridha dan memintanya agar datang ke Khurasan untuk bermusyawarah berkenaan dengan pengangkatan beliau sebagai putra mahkota. Dengan terpaksa Imam Ali Ridha a.s. memenuhi panggilan itu. Setelah sampai di tempat al-Makrnun, rombongan kemudian ditempatkan di sebuah rumah, sedang Imam Ridha a.s., di tempatkannya di sebuah rumah tersendiri.

Akhirnya, al-Makmun menuliskan nash baiat untuk Imam Ridha a.s. dengan tangannya sendiri, dan Imam pun menanda tangani nash baiat, yang menyatakan bahwa beliau menerima pengangkatan dirinya sebagai putra mahkota.

Sejarah berbicara lain, al-Makmun bukan orang yang tidak suka kedudukan. Dia telah membunuh saudaranya al-Amin dan juga membunuh orang-orang yang telah mengabdi kepada saudaranya dan juga ayahnya, seperti Thahir bin Husain, al-Fadhl bin Sahl dan lain-lain yang telah berjasa dalam mengukuhkan pemerintahannya, maka bukan juga hal yang mustahil jika dia akhirnya menyusun siasat untuk membunuh Imam dengan cara meracuninya.

Imam Ridha a.s. syahid pada hari terakhir bulan Safar tahun 203 Hijriah di kota Thus (Masyhad) dan dimakamkan disana juga, di rumah Humaid bin Qahthabah di sisi kuburan Harun ar-Rasyid pada arah kiblat. Sekarang, makam beliau merupakan makam yang sangat menonjol, yang dikunjungi oleh jutaan peziarah yang berdesak-desakan di sekelilingnya. Kota di mana beliau di makamkan telah menjadi kota yang besar di Republik Islam Iran. Letaknya berbatasan dengan Rusia. Ia merupakan kota yang indah dan ramai. Di dalam nya terdapat perkumpulan- perkumpulan ilmiah dan sekotah agama.

Mengenang Kiai Hamid Pasuruan

Orang mengenal Kiai Hamid karena beliau dikenal sebagai seorang wali. Dan orang mengatakan wali – biasanya – hanya karena keanehan seseorang. Tidak banyak yang tahu tentang sejatinya beliau. Nah ! Dalam rangka memperingati haulnya pada bulan Mei ini kami turunkan sekelumit tentang beliau.
Seperti halnya orang mengenal Syekh Abdul Qodir Al-Jaelani sebagai sultanul auliya’, tidak banyak yang tahu bahwa sebetulnya Syekh Abdul Qodir adalah menguasai 12 disiplin ilmu. Beliau mengajar ilmu qiraah, tafsir, hadits, nahwu, sharaf, ushul fiqh, fiqh dll. Beliau sendiri berfatwa menurut madzhab Syafi’I dan Hanbali. Juga Sahabat Umar bin Khattab, orang hanya mengenal sebagai Khalifah kedua dan Panglima perang. Padahal beliau juga wali besar. Beliau pernah mengomando pasukan muslimin yang berada di luar negeri cukup dari mimbar Masjid di Madinah dan pernah menyurati dan mengancam sungai Nil di Mesir yang banyak tingkah minta tumbal manusia, hingga nurut sampai sekarang.
Kiai Abdul Hamid yang punya nama kecil Abdul Mu’thi lahir di Lasem Rambang Jawa Tengah tahun 1333 H bertepatan dengan tahun 1914 M. dari pasangan Kiai Abdullah bin Umar dengan Raihanah binti Kiai Shiddiq. Beliau yang biasa dipanggil Mbah Hamid ini adalah putra keempat dari 12 saudara.
Seperti umumnya anak cerdas, Hamid pada waktu kecil nakalnya luar biasa, sehingga dia yang waktu kecil dipanggil Dul ini panggilannya dipelesetkan menjadi Bedudul. Kenakalannya ini dibawa sampai menginjak usia remaja, dimana dia sering terlibat perkelahian dengan orang China yang pada waktu itu dipihak para penjajah. Pernah suatu saat dia ajengkel melihat lagak orang China yang sombong, kemudian orang China tersebut ditempeleng sampai klenger. Karena dia dicari-cari orang China kemudian oleh ayahnya dipondokkan ke Termas Pacitan. Sewaktu dia belajar di Termas sering bermain ke rumah kakeknya, Kiai Shiddiq di Jember dan kadang-kadang bertandang ke rumah pamannya Kiai Ahmad Qusyairi di Pasuruan. Sehingga, sebelum dia pindah ke Pasuruan, dia sudah tidak asing lagi bagi masyarakat disana.
Setelah di pesantren Termas dipercaya sebagai lurah, Kiai Hamid sudah mulai menampakkan perubahan sikapnya, amaliyahnya mulai instensif dan konon dia suka berkhalwat disebuah gunung dekat pesantren untuk membaca wirid. Semakin lama, dia semakin jarang keluar kamar. Sehari-hari di kamar saja, enath apa yang diamalkannya. Sampai kawan-kawannya menggoda . Pintu kamarnya dikunci dari luar. Tapi, anehnya dia bisa keluar masuk.
Tawadlu’ dan Dermawan.
Kiai Hamid yang kemudian diambil menantu Kiai Qusyairi adalah sosok yang halus pembawaannya. Meski sebagai orang alim dan menjadi menantu kiai, beliau tetap tawadlu’ (rendah hati). Suaranya pelan dan sangat pelan. Ketika apa saja apelan, entah mengajar, membaca kitab, berdzikir, shalat amaupun bercakap-cakap dengan tamu. Kelembutan suaranya sama persis dengan kelembutan hatinya. Beliau mudah sekali menangis. Apabila ada anaknya yang membandel dan akan memarahinya, beliau menangis dulu, akhirnya tidak jadi marah. “Angel dukane, gampang nyepurane”, kata Durrah, menantunya.
Kebersihan hatinya ditebar kepada siapa saja, semua orang merasa dicintai beliau. Bahkan kepada pencuri pun beliau memperlihatkan sayangnya. Beliau melarang santri memukuli pencuri yang tertangkap basah di rumahnya. Sebaliknya pencuri itu dibiarkan pulang dengan aman, bahkan beliau pesan kepada pencuri agar mampir lagi kalau ada waktu.
Sikap tawadlu’ sering beliau sampaikan dengan mengutip ajaran Imam Ibnu Atha’illah dalam kitab Al-Hikam; “Pendamlah wujudmu di dalam bumi khumul (ketidakterkenalan)” . Artinya janganlah menonjolakan diri. Dan ini selalu dibuktikan dalam kehidupannya sehari-hari. Bila ada undangan suatu acara, beliau memilih duduk bersama orang-orang biasa, di belakang. Kalau ke masjid, dimana ada tempat kosong disitu beliau duduk, tidak mau duduk di barisan depan karena tidak mau melangkahi tubuh orang.
Kiai Hamid yang wafat pada tahun 1982 juga dikenal sebagai orang yang dermawan. Biasanya, kebanyakan orang kalau memberi pengemis dengan uang recehan Rp. 100,-. Tidak demikian dengan Kiai Hamid, beliau kalau memberi tidak melihat berapa uang yang dipegangnya, langsung diserahkan. Kalau tangannya kebetulan memegang uang lima ribuan, ya uang itu yang diserahkan kepada pengemis. Tak hanya bentuk uang, tapi juga barang. Dua kali setahun beliau selalu membagi sarung kepada masing-masing anggota keluarga.
Orang Alim
Biasanya orang yang terkenal dengan kewaliannya hanya dipandang dari kenyentrikannya saja. Tapi tidak demikian dengan Kiai Hamid, beliau dipandang orang bukan hanya dari kenylenehannya, tapi dari segi keilmuannya, beliau juga sangat dikagumi banyak kiai. Karena, memang sejak dari pesantren beliau sudah terkenal menguasai berbagai disiplin ilmu, mulai dari ilmu kanoragan, ketabiban, fiqih, sampai ilmu Arudl beliau sangat menguasai. Terbukti beliau juga menyusun syi’iran.
Karena kedalaman ilmunya itu, masyarakat meminta beliau menyediakan waktu untuk mengaji. Akhirnya beliau menyediakan waktu Ahad pagi selepas subuh. Adapun kitab yang dibaca kitab-kitab tasawwuf, mulai dari yang kecil seperti kitab Bidayatul Hidayah, Salalimul Fudlala’ dan kemudian dilanjutkan kitab Ihya’.
Didalam mendidik atau mengajar, Kiai Hamid mempunyai falsafah yang beranjak dari keyakinan tentang sunnatullah, hukum alam. Ketika ada seorang guru mengadu bahwa banyak murid-muridnya yang nilainya merah. Beliau lalu memberi nasehat dengan falsafah pohon kelapa. “Bunga Kelapa (manggar) kalau jadi kelapa semua yang tak kuat pohonnya atau buahnya jadi kecil-kecil” katanya menasehati sang guru. “Sudah menjadi sunnatullah,” katanya, bahwa pohon kelapa berbunga (manggar), kena angin rontok, tetapi tetap ada yang berbuah jadi cengkir. Kemudian rontok lagi. Yang tidak rontok jadi degan. Kemudian jadi kelapa. Kadang-kadang sudah jadi kelapa masih dimakan tupai.
Ijazah-ijazah
Seperti kebanyakan para kiai, Kiai Hamid banyak memberi ijazah (wirid) kepada siapa saja. Biasanya ijazah diberikan secaara langsung tapi juga pernah memberi ijazah melalui orang lain. Diantara ijazah beliau adalah:

  1. Membaca Surat Al-Fatihah 100 kali tiap hari. Menurutnya, orang yang membaca ini bakal mendapatkan keajaiban-keajaiban yang terduga. Bacaan ini bisa dicicil setelah sholat Shubuh 30 kali, selepas shalat Dhuhur 25 kali, setelah Ashar 20 kali, setelah Maghrib 15 kali dan setelah Isya’ 10 kali.
  2. Membaca Hasbunallah wa ni’mal wakil sebanyak 450 kali sehari semalam.
  3. Membaca sholawat 1000 kali. Tetapi yang sering diamalkan Kiai Hamid adalah shalawat Nariyah dan Munjiyat.
  4. Membaca kitab Dala’ilul Khairat. Kitab ini berisi kumpulan shalawat.(m. muslih albaroni)

Riwayat Hiudp Imam Musa Al-Kadzim a.s

Untuk yang kesekian kalinya keluarga Rasulullah dibahagiakan atas kelahiran seorang manusia suci, pilihan Allah demi

kelestarian hujjahnya yaitu Musa bin Ja'far. Beliau dilahirkan pada hari Ahad 7 Shafar 128 H di kota Abwa' antara

Makkah dan Madinah.

Ayahnya begitu gembira dengan kelahiran putranya ini hingga beliau berucap: "Aku berharap tidak memperoleh putra

lain selain dia sehingga tidak ada yang membagi cintaku padanya". Ayahnya, Imam Ja'far As-Shadiq, telah mengetahui

bahwa bayi tersebut akan menjadi orang besar dan mempunyai kedudukan yang mulia yaitu sebagai calon Imam,

pemimpin spiritual yang akan menjadi penerus Ahlul Bait dalam berhidmat untuk risalah Allah SWT yang dipercayakan

kepada kakeknya Muhammad saww. Beliau dilahirkan dari seorang ibu yang bernama Hamidah, seorang wanita

berkebangsaan Andalusia (Spanyol). Sejak masa kecilnya beliau telah menunjukkan sifat kepandaiannya. Pada suatu

saat Abu Hanifah datang ke kediaman Imam Ja'far As-Shadiq untuk menanyakan suatu masalah. Pada waktu itu Imam

Ja'far As-Shadiq a.s. sedang istirahat lalu Abu Hanifah bertanya kepada anaknya, Musa Al-Kadzim yang pada waktu itu

berumur 5 tahun. Setelah mengucapkan salam beliau bertanya: Bagaimana pendapat Anda tentang perbuatanperbuatan

seorang manusia? Apakah dia melakukan sendiri atau Allah yang mejadikan dia berbuat seperti itu? "Wahai

Abu Hanifah! Imam berusia 5 tahun tersebut menjawab dengan gaya seperti para leluhurnya,: "perbuatan-perbuata n

seorang manusia dilahirkan atas tiga kemungkinan.

Pertama, Allah sendiri yang melakukan sementara manusia benar-benar takberdaya. Kedua, Allah dan manusia samasama

berperan atas perbuatan-perbuatan tersebut. Ketiga, manusia sendiri yang melakukannya. Maka, jika asumsi

pertama yang benar dengan jelas membuktikan ketidakadilan Allah yang menghukum makhIuk-Nya atas dosa-dosa

yang mereka tidak lakukan. Dan jika kondisi yang kedua diterima, maka Allahpun tidak adil kalau Dia menghukum

manusia atas kesalahan-kesalahan yang di dalamnya Allah sendiri bertindak sebagai sekutu. Tinggal alternatif yang

ketiga, yakni bahwa manusia sepenuhnya bertanggung jawab atas perbuatan-perbuatan mereka sendiri". Mengenai

situasi politik di zaman beliau hampir sama dengan zaman sebelumnya. Beliau hidup dalam zaman yang paling kritis di

bawah raja-raja zalim dari Bani Abbas. Beliau hidup di zaman Al-Manshur, Al-Mahdi, Al-Hadi dan Harun Ar-Rasyid. Di

masa Imam Musa masih berusia 5 tahun. Telah terjadi sebuah peristiwa besar yaitu runtuhnya Dinasti Umayyah dan

bangkitnya Dinasti Abbasyiah. Bani Abbasiyah juga tidak kalah dalam perbuatan jahatnya. Kedudukan jadi rebutan di

saat itu, sementara istana dipenuhi dengan gundik-gundik dan harta. Tari-tarian serta lagu dan syair menjadi hiasan

istana Bani Abbasyiah, kejahatan mereka merajalela dan dekadensi moral hampir merata dimana-mana. Nasib keluarga

Imam Musa a.s. (Al-Alawiyin) teraniaya di zaman ini.

Di zaman Al-Manshur mereka dipenjarakan tanpa diberi makan, sebagian lagi diusir dari rumah-rumahnya dan yang lain

dibunuh. Penguburan hidup-hidup bukan merupakan pemandangan yang baru lagi di zaman ini. Kebiadaban Al-Manshur

tidak berlangsung lama pada tanggal 3 Dzulhijjah158 H, dia mati lalu digantikan oleh anaknya Al-Mahdi. Al-Mahdi

memerintah sejak 3 Dzulhijjah 158-22 Muharam 169. Di masa pemerintahannya, Imam Musa pernah dipenjarakan di

Baghdad yang kemudian dibebaskan lagi. Walau penekanan dan kejahatan tidak dapat dielakkan lagi, namun

penderilaan Ahlul Bait tidaklah separah di zaman Al-Manshur. Setelah beberapa tahun, Al-Mahdi juga meninggal dunia

dan sejak 22 Muharram 169 H, anaknya, Al-Hadi, menggantikan posisi ayahnya sebagai raja Bani Abbas. Dia terkenal

Siapa Penerus Rasulullah Saw???

Allah SWT Berfirman : “Aku akan meninggikan orang-orang yang beriman dan orang-orang yang berilmu”. Nabi SAW bersabda : “Ulama adalah pewaris-pewaris Rasulullah SAW”

Siapa ulama penerus Nabi Muhammad SAW?

Di dalam Al-Qur`an dan Hadits di atas banyak pendapat bahwa Ulama adalah penerus Nabi Muhammad SAW yang diteruskan oleh sahabat-sahabatnya, diantaranya :

1. Sayyidina Abubakar Assiddiq RA

2. Sayyidina Umar bin Khatab RA

3. Sayyidina Ustman bin Affan RA

4. Sayyidina Ali bin Abi Thalib RA

Setelah kewafatan para sahabat periwayat-periwayat hadits dan Al-Qur`an diteruskan oleh para ulama, diantaranya :

1. Imam Maliki

2. Imam Hambali

3. Imam Syafi`i

4. Imam Hanafi

Seluruh Imam ini penerus Nabi Muhammad SAW yang mengajarkan tentang Allah dan Rasulullah SAW. Sampai hari ini, ajaran merekapun dilanjutkan oleh pengikut-pengikut mereka. Terutama di negeri kita Indonesia kebanyakan pengikut Imam Syafi`i.

Siapa Imam Syafi`i?

Beliau seorang ahli Fiqih, Tauhid dan Tasawuf. Hampir kurang lebih 150 Fak ilmu beliau kuasai. Karena kepintarannya beliau dijuluki Imam. Ajaran beliau di Indonesia khususnya mengajak kepada umat Rasulullah SAW untuk :

1. Tawakal (Menyerahkan diri kepada Allah SWT)

2. Qana`ah (Menerima sifat seadanya yang datang dari Allah SWT)

3. Wara’ (Berhati-hati didalam menjalankan agama)

4. Yakin (Percaya kepada Allah SWT dan apa-apa yang dibawa oleh Rasulullah SAW)

Beliau menceritakan tentang Tawakal dalam kitab Tauhidnya, Qana`ah dalam kitab Fiqihnya, Wara' dalam kitab Tasawufnya dan Yakin dalam kitab Dzikirnya. Kesemua ini ilmu-ilmu beliau digunakan oleh para Wali-Wali Songo yang ada di Indonesia dan dibawa olehnya, diantara dzikir-dzikir yang dibawa oleh Imam Syafi`i dan para Wali Songo yang diteruskan olehnya :

1. Pembacaan Dzikir-dzikir shalat sunah maupun shalat wajib.

2. Pembacaan sejarah ringkas Nabi Muhammad SAW

Ajaran beliau diterima oleh seluruh rakyat Indonesia yang dibawa oleh para Wali Songo sampai ajaran ini dinamakan Ahlu Sunnah Wal Jama`ah yang diteruskan oleh Ulama-Ulama, Kyai dan para Habaib pada tahun 600 Hijriyah.

Ulama-ulama, kyai diseluruh Indonesia yang ber-Mahzab Imam Syafi`i menyebar di pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi khususnya kota Jakarta bersama para Habaib. Jadi ajaran Imam Syafi`I telah lebih dahulu masuk ke negeri Indonesia sebelum ajaran-ajaran lain yang sudah demikian banyak di negeri Indonesia ini. Ajaran Imam Syafi`i lebih dikenal dekat oleh masyarakat dalam bentuk :

1. Pembacaan Yasin dan Tahlil

2. Pembacaan Ratib

3. Pembacaan Maulid

4. Pembacaan Manaqib Tuan Syekh Abdul Qadir Al-Jailani

5. Majlis-majlis ta`lim kitab kuning (penafsiran Al-Qur`an dan Hadits)

6. Memakai Usholi jika shalat

7. Memakai Qunut jika shalat Shubuh.

Dan masih banyak lagi yang lain yang berdasarkan Al-Qur`an dan Hadits Rasulullah SAW yang beliau bawa. Maka inilah yang disebut penerus-penerus ulama Rasulullah SAW yang wajib kita sebagai umat Islam tidak terpecah belah, ajaran-ajaran yang baru yang akan melupakan kita kepada Allah SWT dan Rasulullah SAW dan para ulama yang membawa jasa seperti Imam Syafi`i dan para Wali Songo.

Demikianlah pengertian ulama-ulama Rasulullah yang wajib kita contohi dan kita ikuti agar kita selamat dari azab Allah SWT dan azab yang ada di dunia dan di akherat. Jadikanlah perbedaan itu bukan perpecahan karena Nabi SAW bersabda : “Apabila diakhir hayatnya manusia mengucapkan kalimat Laa IlahaIlallah maka dia terhitung manusia yang diridhoi Allah dalam khusnul khotimah”. Karena Allah SWT berfirman : ”Tidak ada pemaksaan di dalam agama”

Ummat Islam harus waspada terhadap hasutan dan usaha-usaha (sisa-sisa usaha) penjajah dan antek-antek Yahudi yang tidak menyenangi/ menghendaki kebesaran Islam dan Muslimin dan berupaya menghancurkan serta menghapuskan kawan-kawan Muslimin yang menjadi tujuan serta program dari mereka (Yahudi), Allah SWT berfirman : “Dan tidak akan pernah ridho orang-orang Yahudi dan Nasrani sampai kita mengikuti agama mereka”(QS Al-Baqarah 120). Dengan bermacam-macam dan berganti-ganti cara serta berusaha menunggangi/ memperalat orang Islam itu sendiri untuk memutuskan jalur silaturahmi ummat dengan Nabinya, Ulamanya dan Pemimpinnya baik yang masih hidup maupun yang telah meninggal dunia.

Himbauan :

Carilah jalan yang telah bersambung kepada Al-Qur`an, Hadits, Ijma' dan Kias (contoh-contoh agama), melalui silsilah atau urutan ilmu yang tidak terputus dari Shalafuna Sholeh hingga kepada Rasulullah SAW, maka niscaya kita akan selamat di dunia dan di akhirat.

Al habib Umar Bin Hud Al athos

Habib Umar Bin Hud Al Athos adalah seorang ulama dan konon beliau juga seorang wali quthub usianya lebih dari 100 tahun dilahirkan di penghujung abad ke 19 di Hadramaut, Yaman Selatan. Sejak usia muda beliau telah datang ke Indonesia. Mula-mula tinggal di Kwitang, Jakarta Pusat. Beliau berdakwah sambil berjualan kain di Pasar Tanah Abang. Kemudian membuka pengajian dan majelis maulid di Cicurug, Sukabumi, Jawa Barat. Sekitar tahun 1950-an, Beliau ke Mekkah dan bermukim selama beberapa tahun dan selama di mekkah beliu menggunakan kesempatan tersebut untuk belajar kepada ulama-ulama setempat. Tapi, sayangnya, saat hendak kembali ke Indonesia, ia tertahan di Singapura.


Pasalnya, pada awal 1960-an terjadi konfrontasi antara RI dan Malaysia, sementara Singapura masih merupakan bagian negara itu. Habib Umar baru kembali ke Tanah Air setelah usai konfrontasi, pada awal masa Orde Baru. Tapi, rupanya banyak hikmah yang diperoleh di balik kejadian tersebut. Karena, selama lebih dari lima tahun di Malaysia dan Singapura, ternyata beliau sangat dihormati oleh umat Islam setempat, termasuk Brunei Darussalam.


Karenanya tidak heran kalau orang menyebut Maulid Nabi yang diselenggarakan Habib Umar di Cipayung sebagai maulid internasional. Maulid ini dihadiri sekitar 100.000 jamaah, termasuk ratusan jamaah dari mancanegara. Untuk perjamuan makanan untuk para jamaah yang menghadiri maulid ini diperlukan ribuan ekor kambing dan berton-ton beras. Kalau ditanya orang dari mana dananya, maka Habib Umar selalu bilang dari Allah.


Sesuatu yang mungkin lain dibandingkan dengan acara-acara maulud di majelis lain adalah, tidak ada ceramah-ceramah setelah baca maulud. Acaranya langsung saja yakni baca maulud, zikir dan ditutup dengan do’a. Tidak adanya ceramah-ceramah yang sudah tradisi sejak lama itu, karena Habib Umar khawatir akan menimbulkan saling serang dan fitnah.


Kegiatan rutin Habib Umar yang lain yang memasyarakat adalah shalat subuh berjamaah di kediamannya di Condet. Setiap hari terdapat sekitar 300 jamaah subuh yang datang. Khusus pada hari Jumat, jamaahnya meningkat menjadi sekitar 1.000 orang. Setiap Sabtu mereka para jama’ah diberikan pelajaran Fiqih sedangkan di Cipayung bogor tiap kamis malam diadakan pembacaan maulid diba' dan yang menarik adalah setelah diadakan kegiatan tersebut para jama’ah dijamu oleh Habib Umar Bin Hud seperti nasi uduk lengkap dengan lauk-pauknya. Habib Umar meninggal dunia pada bulan Agustus 1999 di rumahnya dan dimakamkan di Wakaf al-Hawi dekat dengan pusat perbelanjaan PGC cililtan sesuai dengan wasiat beliau.


Ada sebuah cerita dari ana ttg beliau habib umar bin hud al athos

ana muh imam supriyanto pada suatu masa ana begitu lupa pada agama, ana khilaf pada dunia, ana rusak iman ana hanya untuk senang-senang pada dunia. Semasa kecil ana begitu ingin hadir di majlis beliau tapi keterbatasan dan kasih sayang orang tua ana menghalangi perjumpaan ana dengan beliau. Tapi ana harus berterima kasih pada sosok yang semasa saya kecil kira2 waktu itu saya kelas 5 atau 6 SD, karena beliau saya kembali pada jalan yang telah Allah gariskan untuk diikuti, beliau membimbing ana walaupun hanya lewat sebuah mimpi, beliau menarik saya ke dalam masjid dan menyuruh saya sholat di dalamnya, saya di dalam mimpi tersebut menolak tetapi beliau mengandeng tangan saya dan memberikan keterangan yang begitu menyejukkan. Dan seteah mimpi tersebutlah ana kembali pada jalan ini dan kembali mencari ilmu dari ustad maupun habaib yang saya jumpai, satu hal lagi saya telahj menemukan masjid yang ada di dalam mimpi saya dan ternyata masjid itu ada di daerah pasar minggu dan memang benar itulah masjid yang dibangun karena perintah dari habib umar bin hud al athos. InsyaAllah bagi jamaah yang mau bertemu saya, saya insyaAllah selalu hadir setiap tahun di pesantren beliau di bilangan puncak jawa barat. alfatihah ila hadhrotin Nabi muhamad Sallahu 'alaihi wassalam khususon ila ruhi alhabib umar bin hud alathos...alfatihah...

Manakib Al-Habib Sholeh bin Muhsin Al Hamid

Beliau adalah Seorang wali qhutub yang lebih dikenal Dengan nama habib Sholeh Tanggul, Ulama Karismatik yang berasal dari Hadro maut pertama kali melakukan da’wahnya ke Indonesia sekitar tahun 1921 M dan menetap di daerah tanggul Jember Jawa timur. Habib Sholeh lahir tahun 1313 H dikota Korbah , ayahnya bernama Muhsin bin Ahmad juga seorang tokoh Ulama dan Wali yang sangat di cintai masyarakat , Ibunya bernama Aisyah ba umar.

Sejak Kecil Habib sholeh gemar sekali menuntut ilmu , beliau banyak belajar dari ayahandanya yang memang seorang Ahli ilmu dan Tashauf , berkat gembelengan dan didikan dari ayahnya Habib sholeh memilki kegelisahan Batiniyah yang rindu akan Alloh Swt dan Rindunya Kepada Rosululloh SAW, akhirnya beliau melakukan Uzlah ( Mengasingkan diri) selama hampir 7 tahun sepanjang waktu selama beruzlah Habib Sholeh memperbanyak Baca al quran , Dzikir dan membaca Sholawat . Hingga Akhirnya Habib Sholeh Di datangi Oleh tokoh Ulama yang juga wali Quthub Habib Abu bakar bin Muhammad assegaf dari Gresik, Habib Sholeh Diberi sorban hijau yang katanya Sorban tersebut dari Rosululloh SAW dan ini menurut Habib Abu bakar assegaf adalah suatu Isyarat bahwa Gelar wali Qhutub yang selama ini di sandang oleh habib Abubakar Assegaf akan diserahkan Kepada Habib Sholeh Bin Muhsin , Namun Habib sholeh Tanggul merasa bahwa dirinya merasa tidak pantas mendapat gelar Kehormatan tersebut. Sepanjang Hari habib Sholeh tanggul Menangis memohon kepada Alloh Swt agar mendapat Petunjuknya.

Dan suatu ketika habib Abyubakar Bin Muhammad assegaf gresik mengundang Habib sholeh tanggul untuk berkunjung kerumahnya , setelah tiba dirumah habib Abubakar Bin Muhammad assegaf menyuruh Habib Sholeh tanggul untuk melakukan Mandi disebuah kolam Milik Habib Abu bakar Assegaf , setelah mandi habib Sholeh tanggul di beri Ijazah dan dipakaikan Sorban kepadanya. Dan hal tersebut merupakan Isyarat Bahwa habib Abubakar Bin Muhammad Assegaf telah memberikan Amanat kepada Habib sholeh tanggul untuk melanjutkan Da’wak kepada masyrakat.

Habib Sholeh mulai melakukan berbagai aktifitas dakwahnya kepada Masyarakat, dengan menggelar berbagai Pengajian-pengajian . Kemahiran beliau dalam penyampaian dakwahnya kepada masyarakat membuat beliau sangat dicintai , dan Habib sholeh Mulai dikenal dikalangan Ulama dan habaib karena derajat keimuan serta kewaliaan yang beliau miliki. Habib sholeh tanggul sering mendapat Kunjungan dari berbagai tokoh ulama serta habaib baik sekedar untuk bersilahturahim ataupun untuk membahas berbagai masalah keaganmaan, bahkan para ulama serta habaib di tanah air selalu minta didoakan karena menurut mereka doa Habib sholeh tanggul selalu di kabulkan oleh alloh SWt, Pernah suatu ketika habib Sholeh tanggul berpergian dengan habib Ali Al habsy Kwitang dan Habib ali bungur dalam perjalanan Beliau melihat kerumunan Warga yang sedang melaksanakan sholat Istisqo’ ( Sholat minta hujan ) karena musim kemarau yang berkepanjangan , lalu Habib sholeh Memohon kepada alloh Untuk menurunkan Hujan maka seketika itupula hujan turun. Beliau berpesan kepada jama’ah Majlis ta’limnya apabila do’a-doa kita ingin dikabulkan oleh Alloh Swt jangan sekali-kali kita membuat alloh murka dengan melakukan Maksiyat, Muliakan orang tua mu dan beristiqomalah dalam melaksanakan sholat subuh berjama’ah.

Habib Sholeh berpulang kerahmatulloh pada tanggal 7 sawal 1396 h atau sekitar tahun 1976, hingga sekarang Karomah beliau yang tampak setelah beliau meninggal adalah bahwa maqom beliau tidak pernah sepi dari para jamaah yang datang dari berbagai daerah untuk berziarah apalagi waktu perayaan haul beliau yang diadakan setiap hari kesepuluh dibulan syawal ribuan orang akan tumpah ruah kejalan untuk memperingati Khaul beliau.

Manakib Habib ‘Abdullah bin ‘Abdul Qadir bin Ahmad BalFaqih al-’Alawi

Habib ‘Abdullah bin ‘Abdul Qadir bin Ahmad BalFaqih al-’Alawi adalah ulama yang masyhur alim dalam ilmu hadits. Beliau menggantikan ayahandanya Habib ‘Abdul Qadir bin Ahmad BalFaqih sebagai penerus mengasuh dan memimpin pesantren yang diasaskan ayahandanya tersebut pada 12 Rabi`ul Awwal 1364 / 12 Februari 1945 di Kota Malang, Jawa Timur. Pesantren yang terkenal dengan nama Pondok Pesantren Darul Hadits al-Faqihiyyah Ahlus Sunnah wal Jamaah. Pesantren ini telah melahirkan ramai ulama yang kemudiannya bertebaran di segenap pelusuk Nusantara. Sebahagiannya telah menurut jejak langkah guru mereka dengan membuka pesantren-pesantren demi menyiarkan dakwah dan ilmu, antaranya ialah Habib Ahmad al-Habsyi (PP ar-Riyadh, Palembang), Habib Muhammad Ba’Abud (PP Darun Nasyi-in, Lawang), Kiyai Haji ‘Alawi Muhammad (PP at-Taroqy, Sampang, Madura) dan ramai lagi.

Bak Pinang di Belah Dua

Bapak dan anak sama-sama ulama besar, sama-sama ahli hadits, sama-sama pendidik ulung dan bijak. Merekalah Habib Abdul Qadir dan Habib Abdullah.

Masyarakat Malang dan sekitarnya mengenal dua tokoh ulama yang sama-sama kharismatik, sama-sama ahli hadits, sama-sama pendidik yang bijaksana. Mereka adalah bapak dan anak: Habib Abdul Qadir Bilfagih dan Habib Abdullah bin Abdul Qadir Bilfagih. Begitu besar keinginan sang ayah untuk “mencetak” anaknya menjadi ulama besar dan ahli hadist – mewarisi ilmunya. Ketika menunaikan ibadah haji, Habib Abdul Qadir Bilfagih berziarah ke makam Rasulullah SAW di kompleks Masjid Nabawi, Madinah. Di sana ia memanjatkan doa kepada Allah SWT agar dikaruniai putra yang kelak tumbuh sebagai ulama besar, dan menjadi seorang ahli hadits.

Beberapa bulan kemudian, doa itu dikabulkan oleh Allah SWT. Pada 12 Rabiul Awal 1355 H/1935 M, lahirlah seorang putra buah pernikahan Habib Abdul Qadir dengan Syarifah Ummi Hani binti Abdillah bin Agil, yang kemudian diberi nama Abdullah. Sesuai dengan doa yang dipanjatkan di makam Rasulullah SAW, Habib Abdul Qadir pun mencurahkan perhatian sepenuhnya untuk mendidik putra tunggalnya itu. Pendidikan langsung ayahanda ini tidak sia-sia. Ketika masih berusia tujuh tahun, Habib Abdullah sudah hafal Al-Quran.

Hal itu tentu saja tidak terjadi secara kebetulan. Semua itu berkat kerja sama yang seimbang antara ayah yang bertindak sebagai guru dan anak sebagai murid. Sang guru mengerahkan segala daya upaya untuk membimbing dan mendidik sang putra, sementara sang anak mengimbanginya dengan semangat belajar yang tinggi, ulet, tekun, dan rajin. Menjelang dewasa, Habib Abdullah menempuh pendidikan di Lembaga Pendidikan At-Taroqi, dari madrasah ibtidaiyah hingga tsanawiyah di Malang, kemudian melanjutkan ke madrasah aliyah di Pondok Pesantren Darul Hadits Al-Faqihiyyah li Ahlis Sunnah Wal-Jama’ah. Semua lembaga pendidikan itu berada di bawah asuhan ayahandanya sendiri.

Sebagai murid, semangat belajarnya sangat tinggi. Dengan tekun ia menelaah berbagai kitab sambil duduk. Gara-gara terlalu kuat belajar, ia pernah jatuh sakit. Meski begitu ia tetap saja belajar. Barangkali karena ingin agar putranya mewarisi ilmu yang dimilikinya, Habib Abdul Qadir pun berusaha keras mendidik Habib Abdullah sebagai ahli hadits. Maka wajarlah jika dalam usia relatif muda, Habib Abdullah telah hafal dua kitab hadits shahih, yakni Shahihul Bukhari dan Shahihul Muslim, lengkap dengan isnad dan silsilahnya. Tak ketinggalan kitab-kitab Ummahatus Sitt (kitab induk hadits), seperti Sunan Abu Daud, Sunan Turmudzy, Musnad Syafi’i, Musnad Imam Ahmad bin Hanbal; Muwatha’ karya Imam Malik; An-Nawadirul Ushul karya Imam Hakim At-Turmudzy; Al-Ma’ajim ats-Tsalats karya Abul Qasim At-Thabrany, dan lain-lain.

Tidak hanya menghafal hadits, Habib Abdullah juga memperdalam ilmu musthalah hadist, yaitu ilmu yang mempelajari hal ikhwal hadits berikut perawinya, seperti Rijalul Hadits, yaitu ilmu tentang para perawi hadits. Ia juga menguasai Ilmu Jahr Ta’dil (kriteria hadits yang diterima) dengan mempelajari kitab-kitab Taqribut Tahzib karya Ibnu Hajar Al-Asqallany, Mizanut Ta’dil karya Al-Hafidz adz-Dzahaby.

Empat Madzhab

Selain dikenal sebagai ahli hadits, Habib Abdullah juga memperdalam tasawuf dan fiqih, juga langsung dari ayahandanya. Dalam ilmu fiqih ia mempelajari kitab fiqih empat madzhab (Madzhab Hanafi, Maliki, Syafi’i, Hanbali), termasuk kitab-kitab fiqih lain, seperti Fatawa Ibnu Hajar, Fatawa Ramli, dan Al-Muhadzdzab Imam Nawawi.

Setelah ayahandanya mangkat pada 19 November 1962 (21 Jumadil Akhir 1382 H), otomatis Habib Abdullah menggantikannya, baik sebagai pengasuh pondok peantren, muballigh, maupun pengajar. Selain menjabat direktur Lembaga Pesantren Darul Hadits Malang, ia juga memegang beberapa jabatan penting, baik di pemerintahan maupun lembaga keagamaan, seperti penasihat menteri koordinator kesejahteraan rakyat, mufti Lajnah Ifta Syari’i, dan pengajar kuliah tafsir dan hadits di IAIN dan IKIP Malang. Ia juga sempat menggondol titel doktor dan profesor. Sebagaimana Ayahandanya, Habib Abdullah juga dikenal sebagai pendidik ulung. Mereka bak pinang dibelah dua, sama-sama sebagai pendidik, sama-sama menjadi suri tedalan bagi para santri, dan sama-sama tokoh kharismatik yang bijak. Seperti ayahandanya, Habib Abdullah juga penuh perhatian dan kasih sayang, dan sangat dekat dengan para santri.

Sebagai guru, ia sangat memperhatikan pendidikan santri-santrinya. Hampir setiap malam, sebelum menunaikan shalat Tahajjud, ia selalu mengontrol para santri yang sedang tidur. Jika menemukan selimut santrinya tersingkap, ia selalu membetulkannya tanpa sepengetahuan si santri. Jika ada santri yang sakit, ia segera memberikan obat. Dan jika sakitnya serius, ia akan menyuruh seseorang untuk mengantarkannya ke dokter. Seperti halnya ulama besar atau wali, pribadi Habib Abdullah mulia dan kharismatik, disiplin dalam menyikapi masalah hukum dan agama. Tanpa tawar-menawar, sikapnya selalu tegas: yang haq tetap dikatakannya haq, yang bathil tetap dikatakannya bathil. Sikap konsisten untuk mengamalkan amar ma’ruf nahi munkar itu tidak saja ditunjukkan kepada umat, tapi juga kepada pemerintah. Pada setiap kesempatan hari besar Islam atau hari besar nasional, Habib Abdullah selalu melancarkan saran dan kritik membangun – baik melalui pidato maupun tulisan.

Habib Abdullah juga dikenal sebagai penulis artikel yang produktif. Media cetak yang sering memuat tulisannya, antara lain, harian Merdeka, Surabaya Pos, Pelita, Bhirawa, Karya Dharma, Berita Buana, Berita Yudha. Ia juga menulis di beberapa media luar negeri, seperti Al-Liwa’ul Islamy (Mesir), Al-Manhaj (Arab Saudi), At-Tadhammun (Mesir), Rabithathul Alam al-Islamy (Makkah), Al-Arabi (Makkah), Al-Madinatul Munawarah (Madinah).

Habib Abdullah wafat pada hari Sabtu 24 Jumadil Awal 1411 H (30 November 1991) dalam usia 56 tahun. Ribuan orang melepas kepergiannya memenuhi panggilan Allah SWT. Setelah dishalatkan di Masjid Jami’ Malang, jenazahnya dimakamkan berdampingan dengan makam ayahandanya di pemakaman Kasin, Malang, Jawa Timur.

Manakib Al-Habib Abdullah bin Muchsin Al-Attas

Beliau adalah seorang wali Allah yang telah berhasil mencapai kedudukan yang mulia, yang dekat dengan Allah SWT. Beliau adalah pemuka para wali yang tak terhitung jasa-jasanya bagi Islam dan kaum muslimin. panutan para ahli tasawuf dan suri tauladan yang baik bagi semua, semua kelompok manusia maupun jin.

Al-Habib Abdullah bin Muchsin Al-Attas dilahirkan didesa Haurah, salah satu desa di AL-Kasri Yaman, pada hari selasa 20 Jumadil Awal 1265 H. Sejak kecil beliau mendapatkan pendidikan rohani dari ayahnya AL-Habib Muchsin Al-Attas, Beliau mempelajari AL-Quran dari mualim Syekh Umar bin Faraj bin Sabah. setelah menghatamkan Al-quran beliau diserahkan kepada ulama-ulama besar dimasanya untuk menimba ilmu Islam, dan Al-Habib Abdullah bin Muchsin Al-Attas pernah belajar kitab risalah Jami'ah karangan AL-Habib Ahmad bin Zen Al-Habsyi, Kepada Al-Habib Abdullah Bin Alwi Alaidrus.

Diantara guru-guru beliau adalah :

- As-Sayyid Al-Habib Al-Quthub Abu Bakar bin Abdullah Alatas.

- Al-Ghauts Al-Habib Shaleh bin Abdullah Al-Attas (Penduduk Wadi Amed)

Tahun 1282 beliau menunaikan ibadah haji untuk pertama kalinya, selama ditanah suci beliau bertemu dan berdialog dengan ulama-ulama Islam terkemuka. hingga tahun 1283 H Beliau melakukan Ibadah hajinnya untuk kedua kalinya dan sepulang dari ibadah haji, beliau berkeliling kepenjuru dunia yang hingga akhirnya perjalanan itu mengantar beliau sampai kepulau Jawa tepatnya didaerah pekalongan. di pulau Jawa beliau bertemu dengan sejumlah para wali yang diantaranya dari keluarga Al Alawi, Al-Habib Ahmad bin Muhammad bin Hamzah Al-Attas.

Dalam perjalanan hidupnya, beliau Al Habib Abdullah bin Muhchsin Alatas pernah dimasukkan kedalam penjara oleh pemerintah Belanda pada masa itu dengan alas an yang tidak jelas (difitnah). Selama dipenjara, kekeramatan beliau makin nampak yang mengundang banyak penunjung untu bersilahturahmi dengan beliau. Sampai mengherankan pimpinan penjara dan para penjaganya sampai merekaun ikut mendapatkan keberkahan dan manfaat dari kebesaran beliau.

Dalam kejadian di penjara, pada suatu malam pintu penjara tiba-tiba telah terbuka dan telah dating kepada beliau kakek beliau Al Habib Umar bin Abdurrahman Alatas (Shohibul Ratib), seraya berkata,”jika engkau ingin keluar penjara keluarlah sekarang, tapi jika engkau bersabar, maka bersabarla.”. Dan ternyata beliau memilih bersabar dalam penjara. Pada malam itu juga, telah datang Sayyidina Al Faqih Muqaddam dan Syekh Abdul Qadir Jaelani. Pada keempatan itu Sayyidina Al Faqih Muqaddam memberikan sebuah kopiah Al Fiyah kepada beliau, dan Syekh Abdul Qadir Jaelani memberikan surbannya kepada beliau.

Diantara karomah beliau yang diperoleh, seperti yang diungkapkan : Al Habib Muhammad bin Idrus Al Habsyi. Bahwa Al Habib Abdullah bin Muchsin Alatas ketika mendapatkan anugerah dari Allah, beliau tenggelam penuh dengan kebesaran Allah SWT, hilang akan hubungannya dengan alam dunia dan seisinya. “ketika aku mnegunjungi Al Habib Abdullah bin Muchsin Alatas dalam penjara, aku lihat penampilannya amat berwibawa, dan beliau terlihat diliputi akan pancaran cahaya ilahi. Sewaktu beliau melihat aku, beliau mengucapkan bait-bait syair Al Habib Abdullah Al Haddad, dengan awal baitnya :

"Wahai yang mengunjungi aku dimalam dingin, ketika tak ada lagi orang yang akan menebarkan berita fitnah… Selanjutnya kami saling berpelukan dan menangis."

Karomah Al Habib Abdullah bin Muchsin Alatas yang lain diantaranya adalah sewaktu dipenjara, setiap kali beliau memandang borgol yang dibelenggu dikakinya, maka terlepaslah borgol tersebut.

Disebutkan juga bahwa ketika pimpinan penjara menyuruh sipir untuk mengikat leher beliau dengan rantai besi, maka dengan izin Allah rantai itu terlepas dengan sendirinya, dan pemimpin penjara beserta keluarganya menderita sakit panas, sampai dokter tak mampu lagi untuk mengobati. Hingga akhirnya pimpinan penjara itu sadar bahwa sakait panas tersebut disebabkan karena telah menyakiti Al Habib Abdullah bin Muchsin Alatas yang sedang dipenjara. Lalu pimpinan penjara itu mengutus utusan untuk memohon doa agar penyakit panas yang menimpa keluarganya dapat sembuh, dan berkatalah Al Habib Abdullah bin Muchsin Alatas “ambillah borgor dab rantai ini, ikatkan di kaki dan leher maka akan sembuhlah dia” maka setelah itu dengan izin Allah penyakit pimpinan penjara dan keluarganya pun dapat sembuh.

Setelah beliau keluar dari penjara, beliau mencari tempat yang sunyi, yang jauh dari banyak orang, dan ingin mendekatkan diri kepada Allah SWT. Lalu dipilihlah daerah Bogor (Empang), yang akhirnya Al Habib Abdullah bin Muchsin Alatas bertengger ditempat ini, beliau membeli tanah, membuat rumah sederhana dan beliau menyendiri sampai diangkat derajatnya oleh Allah SWT.

Sampai pada hari selasa tanggal 29 bulan Dzulhijah 1351 H, diawal waktu dhuhur beliau dipanggil kehadirat Allah SWT. Jenazah beliau dimakamkan keesokan harnya setelah sholat dhuhur. Tak terhitung jumlah manusia yang ingin ikut mensholatkan jenazah beliau, yang dimakamkan dibagian barat mesjid beliau. Sebelum wafat beliau yang dikarenakan flu ringan, kebanyakan waktunya ditenggelamkan dalam dzikrnya dan doanya kepada Allah SWT. Samapai beliau pulang kepangkuan Alllah SWT.

Semoga kita semua mendapatkan keberkahan dari Al Habib Abdullah bin Muchsin Alatas … amin…
Disarikan dari terjemah manaqib Al Habib Abdullah bin Muchsin Alatas (Alwi bin Muhammad Alatas).

Manakib Al-Habib Umar bin Ja'far Assegaf

Beliau R.a adalah kakek dari Habib Hasan bin Ja’far Assegaf. Beliau lahir tahun 1889 di kota Palembang. Ayah beliau Al Habib Ja’far adalah seorang saudagar besar dan beliau mempunyai saudara Al Habib Ali bin Ja’far Assegaf yang pertama kali di Indonesia menukil silsilah para habaib di Indonesia.

Dimasa kecil beliau menghafal :

1. Hadits Arbain An Nawawiyyah

2. Zubad (kitab)

3. Kitab Muwatto Imam Malik pada usia 15 tahun

Pada umur 20 tahun beliau berguru dengan Al Habib Ahmad bin Hasan Al Attas, Hadhramaut dan Al Habib Ali bin Muhammad bin Husein Al Habsyi. Lalu melanjutkan pergi haji yang pertama pada usia 25 tahun. Kemudian beliau menuju ke Palembang dan bersyiar dengan sahabat beliau Al Habib Alwi bin Syeikh Assegaf. Disitu beliau bertemu dengan ulama–ulama besar diantaranya Al Habib Abdullah bin Muchsin Al Attas sekaligus guru beliau.

Pada umur 30 tahun beliau menuju Surabaya, Madiun, Jepara, Semarang, Pekalongan, Tegal, Cirebon dan menikahi putri pondok pesantren “Buntet” K.H Abdullah Anshori, yang bernama Siti Jamilah binti Abdullah Anshori.

Pada umur 35 tahun berdakwah di Banten sampai usia 40 tahun, lalu menuju Jakarta dan bertemu dengan sahabat-sahabat beliau, diantaranya :

1. Al Habib Ali bin Abdurrahman Al Habsyi

2. Al Habib Ali bin Husein Al Attas

3. Al Habib Salim bin Ahmad bin Jindan

4. Al Habib Sholeh bin Muchsin Al Hamid, Tanggul

5. Al Habib Alwi bin Muhammad Al Haddad, Tegal

Dan bermukim di Jakarta di Kebayoran Lama. Masa muda beliau diisi dengan berdakwah dan menuntut ilmu bersama Al Habib Abdullah bin Muchsin Al Attas dan Al Habib Ustman bin Abdullah bin Aqil bin Yahya. Sampai beranjak umur 40 tahun beliau berdakwah atas perintah guru-guru beliau yang telah wafat.

Keramat Beliau
Satu diantaranya, beliau di kepung gerombolan perampok, lalu ditanya, ”Siapa yang menyuruhmu kemari, Wahai orang yang berjenggot putih?”, spontan beliau mengatakan “Allah”. Tiba-tiba gerombolan tersebut kaku bagaikan patung, yang akhirnya semua gerombolan tersebut taubat kepada Allah.

Perjumpaan dengan Nabi Khidir A.S
Suatu hari ada orang yang datang kepada beliau dengan pakaian compang camping lalu beliau berkata, ”Selamat datang wahai Nabiyullah Khidir”. Dan memberi ijazah kepada beliau do’a sapu jagat sebanyak sebanyak 15.000 x setiap hari.

Perjumpaan beliau dengan Nabi Muhammad SAW
Suatu hari dikala beliau sedang berdakwah karena beliau menghafal Al Qur’an beliau bersemangat menerangkan isi Al Qur’an di perayaan Maulid, tiba-tiba beliau menjelaskan sebuah ayat dan setelah selesai ayat itu dibaca beliau menangis, dan ditanya murid beliau, “Mengapa Habib menangis?” beliau menjawab, “didepanku ada Rasulullah SAW “.

Pada masa tua beliau tak lepas membaca manaqib Tuan Syeikh Abdul Qadir Zaelani, dan membaca Asmaul Husna. Yang akhirnya pada bulan Dzulhijjah (Idul Adha) tepat tanggal 10 hari kamis ba’da Ashar pada usia 99 tahun beliau menutup akhir hayatnya. Dengan sakit demam yang ringan. Terhembus dari lisan beliau kalimat terakhir “Laa ilaha illallah Muhammadurrasululla h”. Pada tahun 1990 disholatkan di Bogor, yang dipimpin langsung oleh anak Habib Abdullah bin Muchsin Alatas yaitu Al Habib Husien bin Abdullah Alattas. Dan dikebumikan hari Jum’at di Cibedug Bogor, Jawa Barat.

“Disarikan oleh Al Habib Ja’far bin Umar Assegaf”

Selasa, 26 Agustus 2008

Menikmati Kritik dan Celaan

Menikmati Kritik dan Celaan

Kejernihan dan kekotoran hati seseorang akan tampak jelas tatkala dirinya ditimpa kritik, celaan, atau penghinaan orang lain. Bagi orang yang lemah akal dan imannya, niscaya akan mudah goyah dan resah. Ia akan sibuk menganiaya diri sendiri dengan memboroskan waktu untuk memikirkan kemungkinan melakukan pembalasan. Mungkin dengan cara-cara mengorek-ngorek pula aib lawannya tersebut atau mencari dalih-dalih untuk membela diri, yang ternyata ujung dari perbuatannya tersebut hanya akan membuat dirinya semakin tenggelam dalam kesengsaraan batin dan kegelisahan.

Persis seperti orang yang sedang duduk di sebuah kursi sementara di bawahnya ada seekor ular berbisa yang siap mematuk kakinya. Tiba-tiba datang beberapa orang yang memberitahukan bahaya yang mengancam dirinya itu. Yang seorang menyampaikannya dengan cara halus, sedangkan yang lainnya dengan cara kasar. Namun, apa yang terjadi? Setelah ia mendengar pemberitahuan itu, diambilnya sebuah pemukul, lalu dipukulkannya, bukan kepada ular namun kepada orang-orang yang memberitahukan adanya bahaya tersebut.

Lain halnya dengan orang yang memiliki kejernihan hati dan ketinggian akhlak. Ketika datang badai kritik, celaan, serta penghinaan seberat atau sedahsyat apapun, dia tetap tegar, tak goyah sedikit pun. Malah ia justru dapat menikmati karena yakin betul bahwa semua musibah yang menimpanya tersebut semata-mata terjadi dengan seijin Allah Azza wa Jalla.

Allah tahu persis segala aib dan cela hamba-Nya dan Dia berkenan memberitahunya dengan cara apa saja dan melalui apa saja yang dikehendaki- Nya. Terkadang terbentuk nasehat yang halus, adakalanya lewat obrolan dan guyonan seorang teman, bahkan tak jarang berupa cacian teramat pedas dan menyakitkan. Ia pun bisa muncul melalui lisan seorang guru, ulama, orang tua, sahabat, adik, musuh, atau siapa saja. Terserah Allah.

Jadi, kenapa kita harus merepotkan diri membalas orang-orang yang menjadi jalan keuntungan bagi kita? Padahal seharusnya kita bersyukur dengan sebesar-besar syukur karena tanpa kita bayar atau kita gaji mereka sudi meluangkan waktu memberitahu segala kejelekkan dan aib yang mengancam amal-amal shaleh kita di akhirat kelak.

Karenanya, jangan aneh jika kita saksikan orang-orang mulia dan ulama yang shaleh ketika dihina dan dicaci, sama sekali tidak menunjukkan perasaan sakit hati dan keresahan. Sebaliknya, mereka malahan bersikap penuh dengan kemuliaan, memaafkan dan bahkan mengirimkan hadiah sebagai tanda terima kasih atas pemberitahuan ihwal aib yang justru tidak sempat terlihat oleh dirinya sendiri, tetapi dengan penuh kesungguhan telah disampaikan oleh orang-orang yang tidak menyukainya.

Sahabat, bagi kita yang berlumur dosa ini, haruslah senantiasa waspada terhadap pemberitahuan dari Allah yang setiap saat bisa datang dengan berbagai bentuk.

Ketahuilah, ada tiga bentuk sikap orang yang menyampaikan kritik. Pertama, kritiknya benar dan caranya pun benar. Kedua, kritiknya benar, tetapi caranya menyakitkan. Dan ketiga, kritiknya tidak benar dan caranya pun menyakitkan.

Bentuk kritik yang manapun datang kepada kita, semuanya menguntungkan. Sama sekali tidak menjatuhkan kemuliaan kita dihadapan siapapun, sekiranya sikap kita dalam menghadapinya penuh dengan kemuliaan sesuai dengan ketentuan Allah SWT. Karena, sesungguhnya kemuliaan dan keridhaan-Nyalah yang menjadi penentu itu.

Allah SWT berfirman, \"Dan janganlah engkau berduka cita karena perkataan mereka. Sesungguhnya kekuatan itu bagi Allah semuanya. Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.\ " (QS. Yunus [10] : 65)

Ingatlah, walaupun bergabung jin dan manusia menghina kita, kalau Allah menghendaki kemuliaan kepada diri kita, maka tidak akan membuat diri kita menjadi jatuh ke lembah kehinaan. Apalah artinya kekuatan sang mahluk dibandingkan Khalik-nya? Manusia memang sering lupa bahwa qudrah dan iradah Allah itu berada di atas segalanya. Sehingga menjadi sombong dan takabur, seakan-akan dunia dan isinya ini berada dalam genggaman tangannya. Naudzubillaah! !!

Padahal, Allah Azza wa Jalla telah berfirman, \"Katakanlah, Wahai Tuhan yang mempunyai kerajaan. Engkau berikan kerajaan kepada orang Kau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Kau kehendaki. Engkau muliakan yang Kau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Kau Kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Mahakuasa atas segala sesuatu.\" (QS. Ali ‘Imran [3] : 26)***

sumber : PP. Ma'had Darullughah Wadda'wah Bangil Pasuruan

Kalam Al-Habib Muhammad bin Abdullah Alaydrus

Wahai saudaraku, beradablah ketika mendengarkan pembicaraan. Janganlah sekali-kali kamu hentikan atau dan sangkal ucapan seseorang di hadapan khalayak ramai. Perbuatan itu sangat buruk. Jika temanmu salah, dan kesalahannya tidak membahayakan, maka maafkanlah. Jangan kamu tunjukkan kesalahannya di hadapan orang banyak. Jika ingin menegur kesalahannya, tunggulah hingga tinggal kalian berdua. Jika kesalahannya adalah kesalahan yang wajib dikoreksi di hadapan orang banyak agar tidak mempengaruhi pikiran mereka, maka lakukanlah dengan lemah lembut dan penuh kasih sayang, jangan dengan kasar. Jika teguran itu membuatnya malu, maka itu adalah salahnya sendiri. Dia yang berbuat, (dia harus berani menanggung akibatnya).

Jika kamu seorang pemimpin dan pemuka masyarakat, bicaralah dengan lemah lembut, tenagkanlah nafs-mu, jauhilah sikap ujub dan tajjabur (sombong). Sebab, sikap itu akan memadamkan cahaya dan kilauan ilmumu. Jika kamu ingin selalu senang (rohah), memperoleh pujian dan pahala, maka jangan debat lawan bicaramu, dan jangan mengungkit-ungkit kesalahan-kesalahan kaum sholihin. Jika ucapanmu disangkal, tetaplah berteguh hati, jangan mengeluh. Jika kamu temui hal-hal yang tidak kamu sukai, maka tanggunglah perasaan itu dan jangan membalas, karena yang demikian itu adalah sikap orang-orang yang teguh dan suka ber-riyadhoh; sikap kaum sholihin yang kuat. Betapa banyak ucapan yang jawabannya adalah diam. Seorang penyair berkata:

Tidak semua ucapan perlu jawaban,
'tuk ucapan yang kau benci, diamlah jawabnya

Jaga sabarmu

Pada suatu saat Alhabib Abubakar bin Salim berniat belajar kepada As-Syeikh Ma'ruf Bajammal yang tinggal di kota Syibam. Beliau As-Syeikh Abubakar terpaksa harus berhenti di pinggir kota Syibam, karena As-Syeikh Ma'ruf belum berkenan menemuinya.

Setiap kali dikatakan kepada As-Syeikh Ma'ruf, "Anak Salim bin Abdulloh meminta ijin menemuimu," jawaban beliau selalu, "Katakan kepadanya bahwa aku belum berkenan menerimanya. "

Meskipun ayah As-Syeikh Abubakar adalah seorang yang dihormati karena kesalehannya, As-Syeikh Abubakar tidak pernah sombong dan marah atas perlakuan seperti itu. Beliau tetap bersabar dibawah terik matahari dan dinginnya angin malam.

Baru setelah lewat 40 hari, beliau menerima kabar bahwa As-Syeikh Ma'ruf bersedia menemuinya. Dan dalam waktu yang tidak begitu lama, beliau sudah dapat menyerap ilmu yang diturunkan oleh gurunya tersebut.

istri idaman

Pada suatu hari, Imran bin Hiththan masuk menemui istrinya. Imran bin Hiththan ini berwajah jelek dan bertubuh pendek, sedangkan istrinya cantik.

Ketika Imran bin Hiththan memandang wajah istrinya, maka istrinya bertambah cantik dan menawan dalam pandangan matanya, dan ia tidak mampu menahan diri untuk tidak melihatnya.

Istrinya bertanya kepadanya, "Ada apa engkau melihatku seperti itu?."

Imran menjawab, "Alhamdulillah, demi Allah, engkau semakin cantik."

Istrinya berkata, "Kalau begitu, bergembiralah, karena aku dan engkau akan masuk surga."

Imran bertanya keheranan, "Darimana engkau mengetahui aku dan engkau akan masuk surga?."

Istrinya menjawab, "Karena engkau diberi seperti aku, kemudian engkau bersyukur, dan karena aku diuji seperti dirimu, kemudian aku bersabar. Sebagaimana diketahui, orang yang bersabar dan bersyukur itu akan masuk surga."

[Disarikan dari Lelucon Orang-Orang Arab, Muhammad Nuruddin Al-Mikki, cetakan I, 2000, penerbit Darul Falah, Jakarta]

amalkan ilmumu

Merupakan salah satu kebiasaan Al-Habib Alwi bin Abdurrahman Almasyhur adalah melakukan kunjungan dakwah ke berbagai daerah baik di Hadramaut maupun di luar Hadramaut. Pada suatu saat sampailah beliau di suatu daerah yang bernama Diis (daerah di sekitar kota Mukalla, Hadramaut). Beliau disambut luar biasa oleh penduduk daerah tersebut. Setiap hari beliau tak pernah kosong dari undangan jamuan dari tokoh-tokoh masyarakat. Masyarakat pun berbondong-bondong memenuhi majlis-majlis taklim dan dzikir yang diadakan oleh beliau di daerah itu. Ketika beliau melihat betapa antusiasnya mereka dalam menjamu beliau dan mereka hanya berhasrat untuk hal itu, beliau akhirnya berkata di hadapan mereka,

"Saya ini datang kepada kalian bukan bermaksud hanya untuk makan jamuan kalian dan bukan juga untuk semata-mata bertamu ke rumah kalian. Saya datang kemari hanya bertujuan untuk membawa kalian kepada hidayah Allah dan mengentaskan kalian dari kebodohan. Apakah ada diantara kalian wahai para hadirin yang hendak bertanya kepadaku tentang suatu ilmu?"

Tak ada seorang pun yang berani menjawab!

Tak lama kemudian beliau shalat Maghrib berjamaah di suatu masjid dan setelah itu beliau memberikan mau'idhoh hasanah kepada mereka sampai datanglah waktu shalat Isya'. Sehabis shalat Isya', beliau pun meluangkan waktunya untuk duduk menunggu-nunggu adanya pertanyaan dari para hadirin di saat itu. Sampai akhirnya beliau mendapatkan tak ada seorang pun yang ingin bertanya, spontan beliau berkata,

"Wahai para jamaah., saya ini datang kepada kalian dengan tujuan dakwah dan ingin memberikan ilmu kepada kalian. Akan tetapi sayang!, saya kira semua yang hadir disini adalah para ulama yang tidak seorang pun butuh tambahan ilmu dari saya. Baiklah kalau begitu, saya akan segera pergi dari sini!"

Mereka spontan berseru, "Ya Sayyid, bagaimana tuan akan pergi meninggalkan kami sedangkan kami disini bahagia dengan kedatangan tuan!"

Beliau pun menjawab, "Habis bagaimana lagi? Kalian ini semuanya ulama yang enggan untuk bertanya kepadaku." Beliau lalu memancing pertanyaan, "Baiklah, apakah ada di antara kalian yang bisa membaca surat Al-Fatihah dengan baik?."

Mereka menjawab, "Tidak ada."

Beliau berkata, "Hah! Bacaan Al-Fatihah yang merupakan rukun shalat itu kalian tidak bisa membacanya dengan baik?"

Sebagian dari mereka menjawab, "Ya, kami bisa membacanya dengan baik."

Beliaupun melanjutkan, "Nah, sekarang lebih baik saya akan belajar kepada kalian bagaimana caranya bisa membaca Al-Fatihah dengan baik. Sekarang saya akan membacanya dan tolong kalian dengarkan. Jika nanti kalian dapati bacaan saya baik, maka katakanlah baik. Jika kalian dapati bacaan saya jelek, maka katakanlah salah dan tolong benarkan."

Mereka menyahut dengan malunya, "Jangan begitu, ya Habib. Kami saja yang membaca Al-Fatihah itu kepadamu."

Beliau menjawab, "Baiklah, tapi saya dulu yang akan membacanya dan kalian dengarkan!"

Kemudian beliau pun membaca surat Al-Fatihah tersebut dengan suara keras dan mereka mendengarkannya. Begitu beliau selesai membaca, beliau bertanya, "Apakah ada kesalahan pada bacaan saya?"

Mereka menjawab, "Tidak ada."

Lalu mulailah mereka satu per satu bangun dari duduknya untuk membaca surat Al-Fatihah di hadapan beliau. Beliau pun akhirnya membetulkan bacaan mereka satu per satu hingga memakan waktu yang sangat lama. Setelah semuanya selesai, beliau berkata kepada mereka, "Insya Allah besok pagi kita akan belajar tata cara berwudhu, belajar tentang macam-macam air untuk bersuci dan saya akan mengajarkan bagaimana caranya shalat." Besok paginya beliau menunaikan kewajibannya mengajarkan ilmu kepada mereka, bahkan sampai bacaan-bacaan shalat pun termasuk bacaan tasyahud beliau keraskan dengan tujuan agar mereka lebih cepat memahaminya.

Masyarakat daerah itu mengambil banyak manfaat dengan keberadaan beliau disana, hingga akhirnya beliau meneruskan perjalanan dakwah beliau ke daerah-daerah lain.

tawadhu

Berkata Sayyidina Al-Imam Al-Arif billah Al-Habib Alwi bin Muhammad bin Thohir Al-Haddad ra :

Pada suatu waktu Al-Habib Muhammad bin Idrus Al-Habsyi hadir di satu majlis yang dihadiri oleh para tokoh auliya dan ulama pada zamannya. Di antara yang hadir disitu adalah Al-Habib Abubakar bin Umar Bin Yahya. Berkata Al-Habib Muhammad bin Idrus Al-Habsyi :

"Pada saat itu terlintas di hatiku ingin berbicara di majlis itu atau berceramah dengan niat dakwah ilallah."

Kemudian aku menoleh dan kulihat disitu ada Al-Habib Abubakar bin Umar Bin Yahya, maka aku berkata pada diriku :

"Bagaimana aku berani berbicara sedangkan Al-Habib Abubakar bin Umar hadir di majlis ini. Lalu aku memohon kepada Allah agar apa-apa yang aku niatkan untuk memberi manfaat kepada hadirin disampaikan kepada mereka yang hadir."

Selanjutnya berkata Al-Habib Alwi bin Muhammad Al-Haddad :

"Ini semua adalah karena sifat tawadhu' dari Al-Habib Muhammad bin Idrus Al-Habsyi terhadap Al-Habib Abubakar bin Umar Bin Yahya sehingga beliau mengurungkan keinginannya untuk berbicara di majlis itu."

Ketika selesai dari majlis tersebut, berkata Al-Habib Abubakar bin umar Bin Yahya kepada Al-Habib Muhammad bin Idrus :

"Ya Muhammad, apa-apa yang engkau niatkan untuk memberi manfaat dan nasehat di majlis tadi telah disampaikan oleh Allah ke dalam hati para hadirin."

jagalah akhlakmu

Muhammad Rasulullah saw bersabda,

"Tiada sesuatu yang lebih berat bagi timbangan seorang mukmin pada hari kiamat dibandingkan dengan akhlak yang baik. Sesungguhnya Allah tidak menyukai kekejian yang nista. Bahwasanya orang yang berakhlak mulia dapat mencapai martabat orang yang berpuasa dan bersalat." (Ahmad bin Hambal)

Keterangan

Ada beberapa orang yang dapat mencapai tingkat keimanan tertentu karena memperbanyak shalat dan puasa. Tingkat keimanan tersebut ternyata juga dapat dicapai oleh orang yang berakhlak mulia, meskipun shalat dan puasa yang dilaksanakannya hanya yang wajib-wajib saja, yaitu shalat lima waktu dan puasa Ramadhan. Hal ini ditegaskan oleh Rasulullah dalam hadis berikut ini.

Siti 'Aisyah ra menuturkan, Muhammad Rasulullah bersabda,

"Orang yang beriman, dengan akhlak yang baik, akan dapat mencapai martabat setaraf dengan orang yang tekun berpuasa pada siang hari dan salat pada malam harinya." (HR. Abu Dawud)

Anas bin Malik ra, mengatakan, Muhammad Rasulullah saw bersabda,

"Dengan akhlak yang baik, manusia pasti (dapat) mencapai martabat yang tinggi dan kedudukan mulia di akhirat kelak, sekalipun ibadahnya lemah (hanya melaksanakan yang wajib saja). Dengan akhlak yang buruk, orang akan menempati kedudukan paling bawah di neraka Jahannam." (HR. At-Thabrani)

Mungkin karena inilah, kita tidak perlu heran saat mendengar kisah tentang seseorang yang mencapai derajat kewalian hanya dengan berlaku jujur selama enam bulan.

Nikmat sekali

Pada suatu saat ada seseorang hadir di majlis yang diadakan oleh Al-Habib Muhammad bin Idrus Alhabsyi ra. Orang tersebut pada waktu berlangsungnya qiro'ah sibuk bertasbih. Kemudian Al-Habib Muhammad menghentikan qiro'ah-nya dan menoleh kepada orang itu, lalu berkata :

"Kita berada dalam hal kebaikan atau keburukan?. Bila kami dalam hal kebaikan kenapa engkau tidak ikut bersama kami?. Sedangkan kalau kami dalam hal keburukan kenapa engkau tidak mencegah kami dari perbuatan buruk?. Jika engkau mengatakan bahwa engkau mendengar qiro'ah kami sambil bertasbih, maka tidaklah Allah menciptakan seseorang yang mempunyai dua hati."

Orang tersebut merasa malu dan tidak dapat menjawab dengan sepatah katapun.

[Diambil dari kitab Al-Fawaaid Ad-Durriyyah Min Al-Anfaas Al-Haddaiyyah, Al-Habib Alwi bin Muhammad bin Thohir Al-haddad]

Perbaiki niat

Seorang laki-laki mengunjungi Habib Abdullah Alhaddad.

"Aku ingin membangun sebuah mesjid,"kata laki-laki itu.

"Perbaikilah niatmu."

"Aku telah memperbaiki niatku."

"Baiklah, jika niatmu telah benar, aku ingin tanya, bagaimana jika setelah mesjid selesai dibangun masyarakat menganggap orang lain yang telah membangunnya ?. Mereka sama sekali tidak menyebut namamu,"tanya beliau.

"Hal itu tentu akan terasa berat bagiku," jawabnya.

"Niatmu belum benar,"kata Habib Abdullah.

Datang seorang lelaki lain.

"Aku ingin membangun mesjid ikhlas demi Allah."

"Berikanlah kepadaku dana yang telah kamu siapkan untuk membangun mesjid. Nanti terserah pada Habibmu Abdullah, ia akan gunakan uang itu untuk membangun mesjid, makan atau dibagi-bagikan. Tetapi, di akhirat nanti, kamu akan memperoleh pahala membangun mesjid."

"Akan kupikir-pikir dahulu."

Setelah berpikir, akhirnya lelaki itu menolak usulan Habib Abdullah.

"Harta tidak akan keluar kecuali sebagaimana datangnya,"kata Habib
Abdullah Al-Haddad.

Seorang laki-laki lain datang menemui Habib Abdullah.

"Ya habib, aku ini seorang pedagang. Sudah lama aku berniat membangun mesjid semata-mata karena Allah. Untuk mewujudkan cita-citaku ini, aku menabung tiap kali memperoleh keuntungan. Sekarang tabunganku telah cukup untuk membangun mesjid."

"Jika kamu benar-benar ingin membangun mesjid, berikanlah tabunganmu itu kepadaku, terserah Habibmu Abdullah, akan ia gunakan uang itu untuk membangun mesjid, menyedekahkannya atau memakannya. Tetapi, di surga nanti, kamu akan memperoleh pahala membangun mesjid dan pahala orang yang beribadah di dalamnya."

"Ya habib, jika benar ucapanmu itu, akan kuserahkan semua tabunganku kepadamu, dan aku tidak perlu bersusah-payah memikirkan pembangunan mesjid. Aku akan pulang sekarang untuk mengirimkan uang itu kepadamu. Gunakanlah uang itu sesukamu,"kata lelaki itu kegirangan.

"Habibmu ini tidak membutuhkan tabunganmu. Ia hanya ingin menguji niatmu. Sekarang, bangunlah sebuah mesjid dan umumkanlah rencana pembangunan itu kepada masyarakat, karena niatmu telah benar."

[Diambil dari Sekilas Tentang Habib Ali Al-Habsyi, Novel bin Muhammad Alaydrus, penerbit Putera Riyadi, Solo]

Syair Al habib Ali bin Muhamad al habsyi

Menuju jalan terpuji, 'ku tuntun putra-putriku
dan siapapun di daerah ini yang (bersedia) menerima petunjukku.

Aku benar-benar membimbing mereka dengan membangkitkan tekad mereka.
Dan cukuplah bagi mereka sesungguhnya aku senantiasa membimbing mereka.

Menuju jalan kebenaran, 'ku ajak mereka dan 'ku berharap mereka dapat menerima
perkataan, pelajaran, nasihat dan petunjukku.

Nasihat dari seorang yang sangat kasih sayang kepada mereka,
yang menuntun mereka menuju jalan kebenaran, dan bagi kami, Allah-lah pemberi hidayah.

Maka dengarkanlah, terimalah dan sambutlah
tuntunan-tuntunan yang dapat menyedihkan hati lawan.

Bertakwalah kepada Allah dan jadikanlah itu sebagai bekal,
karena takwa kepada Allah adalah sebaik-baiknya bekal.

Dalam menuntut ilmu yang mulia, curahkanlah perhatianmu
dengan giat, bersungguh-sungguh dan meninggalkan kebiasaan (buruk)mu.

Di dalam ilmu, terdapat pelita penerang hati dan keindahan.
Dan perbuatan menuntut ilmu adalah sebaik-baiknya perbuatan seorang hamba.

Dengan ilmu, manusia dapat mengetahui hak-hak Tuhannya.
Dan dengannya, yang sesat mendapat petunjuk dan yang (haus) ilmu dipuaskan dahaganya.

Jika kalian hendak menghafal apa yang telah kalian pelajari,
maka lakukanlah hal itu dengan rutin dan berulang kali.

Dan hindarilah bersahabat dengan yang bertentangan faham, karena sesungguhnya aku
melihat rusaknya seseorang akibat bergaul dengan orang-orang yang bertentangan faham.

Persahabatan dengan yang bertentangan faham serba diliputi keburukan,
yang menimbulkan akibat yang membahayakan, kesesatan dan kerusakan.

Bersahabat dengan orang-orang baik serba menguntungkan,
keberhasilan dan kejayaan yang didapat tak terhitungkan.

Maka raihlah (persahabatan dengan orang-orang baik) itu, tuntutlah dan carilah,
karena disana tersimpan sebaik-baiknya pilihan bagi seseorang yang berharap hidayah.

Mereka (orang-orang yang baik itu) adalah para ulama yang arif,
yang mereka itu di dalam majlis-majlisnya dapat membuat orang sangat bahagia.

Dan dari sesuatu yang dapat menggembirakan hatiku adalah berpijaknya kalian
pada thoriqoh para leluhurku, keluargaku dan kakek-kakekku.

Mereka adalah para pendahulu kita, yang mereka telah mencurahkan seluruh perhatiannya
kepada Allah dan mengikuti Nabi Al-Musthafa yang membawa petunjuk.

Thariqah mereka adalah beramal yang bersih dari berbagai penyakit,
serta ilmu, akhlak dan banyak berdzikir.

Mereka bergegas beramal dengan mencurahkan seluruh perhatian.
Mereka mengabdikan dirinya kepada Allah dengan ilmu dan kezuhudan.

Merekalah suatu kaum yang dimuliakan Allah kedudukannya.
Mereka banyak menjadi para qutub yang mulia dan para autad.

Di waktu lampau, masih di jamanku, masih terdapat para imam.
Aku tempuh jalan kebenaran berdasar sanad mereka,

Sanad yang sambung-menyambung secara terinci,
sampai pada makhluk yang terpuji dan sebaik-baiknya pemuji.

Suatu jalan petunjuk menuju kebenaran yang didalamnya berisi
rahasia penting yang didapat oleh para pewaris Nabi.

Ayah menerima dari ayahnya dan demikian seterusnya.
Alangkah beruntungnya engkau berasal dari para leluhur serta keturunannya yang mulia.